Brilio.net - Tentunya, kamu sudah familiar dengan drone yang baru-baru ini tengah marak diperbincangkan. Drone memang tengah memunculkan tren dan fenomena tersendiri di dunia audio visual. Tentunya, bagi kamu yang telah familiar dengan dunia aeromodelling, alat yang satu ini tak lagi asing. Salah satu jenis drone yakni fix wing, sudah banyak dikenal dan dimainkan. Namun, jenis multirotor, baru 2014 lalu mulai mencuat di berbagai kota.
Drone jenis multirotor rupanya menyita perhatian Kristianus Nugroho (29). Bersama rekannya Kuncara Aji Kusuma, untuk menginisiasi suatu komunitas yang berkecimpung di bidang multirotor ini, dan dinamai Komunitas Multirotor Jogja.
Komunitas Multirotor Jogja ini telah ada sejak setahun yang lalu, dan baru dimusyawarahkan pada 15 November 2015 kemarin. Tujuan dari dibentuk komunitas ini adalah untuk mewadahi para penggiat dan pecinta multirotor yang ada di Yogyakarta, dan kemudian belajar bersama tentang regulasi-regulasinya.
"Multirotor tidak semata-mata hanya sebagai hobi saja, melainkan juga profesi. Kita punya motto Meeting, Flying, Sharing," ujar Kris kepada brilio.net, Rabu (6/1).
"Untuk itu kami ingin mewadahi seluruh pecinta multirotor, mengakomodasi, dan menyamakan kualitas, karena kegiatan ini tidak hanya sebagai senang-senang saja, tetapi juga bisa dijadikan pekerjaan, atau sebagai profesi," lanjutnya.
BACA JUGA :
25 Foto terbaik 2015 hasil jepretan drone di seluruh dunia, wow!
Komunitas Multirorotor Jogja ini mempunyai jadwal kumpul setiap Selasa minggu ke-2 setiap bulannya dan mempunyai basecamp di AFIS (Art Film School) Jalan Kaliurang Km.6, Yogyakarta. Menariknya lagi, komunitas multirotor ini terbuka bagi siapapun yang tertarik dan serius mendalami dunia multirotor.
Komunitas ini pun membagi anggotanya menjadi dua bagian, yakni anggota aktif dan anggota partisipan. "Anggota aktif itu yang memang punya unitnya dan serius, sementara partisipan itu yang memang tertarik atau pemerhati tapi belum mempunyai unit atau armadanya," lengkap lelaki yang juga bekerja di Evenesia, perusahaan yang bergerak di bidang creative event ini.
Untuk anggota aktifnya sendiri bila mempunyai unit atau armada, setidaknya unit yang memang semi pro ke atas. Mengapa demikian? Karena kegiatan multirotor ini tidak hanya sekadar hobi, tetapi juga profesi, diharapkan agar para anggotanya setidaknya mengerti tentang basic dunia multirotor. Mengerti tentang frame, baling-baling, Electronic Speed Cotroller (ESC), motor, flat controller, baterai dan charger, hingga paham tentang radio transmitter receiver.
Usut punya usut, rupanya Komunitas Multirotor Jogja ini juga dinaungi oleh FASI atau Federasi Aero Sport Indonesia yang bermarkas di Pangkalan TNI AU, lho. Kegiatan multirotor yang tak hanya bermanfaat untuk fotografi tetapi juga pemetaan lahan, penyebaran pupuk cair di bidang agronomi, film making, hingga bisa digunakan untuk mengetahui kelembapan udara ini ternyata memang sangat didukung oleh FASI.
"Karena kita di bawah FASI, makanya kita dapat binaan langsung dari TNI AU. Karena Jogja merupakan kota yang lalu lintas udaranya padat, kita dibina untuk tidak sembarangan menerbangkan drone. Untuk itu kita harus paham namanya area mapping," imbuh Kris.
Area mapping ini berfungsi mengatur ketinggian dalam menerbangkan multirotor sehingga tidak mengganggu traffic pesawat di udara. Untuk di daerah sekitar Malioboro, Kris mengungkapkan, untuk menerbangkan drone multirotor tidak boleh lebih dari ketinggian 50 meter. Sementara itu, di daerah Monjali dan sekitar Prambanan, tidak boleh menerbangkan drone multirotor lebih dari ketinggian 100 meter. Mengapa? Sebab, daerah-daerah tersebut merupatan titik awal take off dan landing pesawat.
"Selain daerah-daerah tersebut, FASI juga memfasilitasi kita untuk latihan di salah satu lahan yang terletak di selatan Bandara Adi Sucipto. Pecinta multirotor ataupun pecinta aeromodelling bisa bebas latihan di situ," pungkas Kris.
BACA JUGA :
17 Fotografi drone menakjubkan 2015, 2 di antaranya dari Indonesia