Brilio.net - Nggak bohong deh, masa sekolah itu adalah masa-masa paling menyenangkan. Gimana nggak senang coba, masa-masa sekolah itu adalah saat paling pas untuk mencoba berbagai macam hal yang sebelumnya bahkan nggak pernah terpikirkan. Misalnya nih, coba-coba nongkrong sama teman-teman di mal, curhat-curhatan sama sahabat tentang kakak kelas yang lucu, jadian sama cowok atau cewek paling populer di sekolah dan masih banyak kejadian yang kalau dipikir-pikir belum tentu juga bakal kejadian saat sudah kuliah atau dalam dunia kerja. Pokoknya masa sekolah itu is the best deh!
Buat kamu yang lahir di tahun 90an atau yang menghabiskan masa sekolah dasarnya di awal tahun 2000an pasti kenal banget dong sama kalimat, "Ini ibu Budi. Itu ayah Budi. Ini Sekolah Budi."
Hayooo ngaku deh! Kalimat ini memang legendaris banget kan? Bahkan saking megangnya, kalimat ini hampir pasti ada di setiap buku-buku paket pelajaran zaman SD dulu sampai dengan akhir bulan Juni tahun 2014 lalu, saat Menteri Pendidikan saat itu, Muhammad Nuh, memutuskan untuk menghapus kalimat tersebut dari materi pelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar.
Kenangan 'Ini Budi' sendiri mungkin sekarang cuma tinggal catatan sejarah bagi dunia pendidikan Indonesia. Tapi tahu nggak sih kamu sebenarnya siapa orang di balik terciptanya kalimat legendaris ini?
Menurut beberapa literatur seperti yang dikutip brilio.net, Senin (27/7), Siti Rahmani Rauf adalah sosok yang sangat berjasa dalam terciptanya model pembelajaran bahasa tersebut. Nenek yang kini berusia 96 tahun ini menciptakan pembelajaran buku paket atau peraga buat anak kelas 1 SD dengan metode Struktur Analitik Sintetik (SAS) yang dalam penulisannya bekerja sama dengan beberapa rekannya pada tahun 1980an.
BACA JUGA :
Meme hari pertama masuk sekolah yang bikin kamu terkenang masa lalu
Ide membuat buku paket Bahasa Indonesia ini sendiri berangkat dari kegelisahan nenek Ani terhadap metode pembelajaran yang ada saat itu. Oleh sebab itu, nenek Ani kemudian menulis sebuah buku paket pelajaran belajar membaca yang berbeda dari yang sudah ada. Ide ini bahkan langsung ditulis tangan oleh nenek Ani lengkap dengan visualisasi gambarnya, kemudian beliau mengirimkannya kepada penerbit pemerintah untuk kemudian dicetak secara massal.
BACA JUGA :
Ternyata MOS dan OSPEK merupakan tradisi warisan kolonial
Nggak disangka, buku ini mendapat respons yang sangat baik, bahkan terkenal sebagai buku pelajaran Bahasa Indonesia yang sangat digemari oleh para guru pada masa itu. Buku itu kemudian dicetak dalam jumlah yang banyak serta disebarkan ke seluruh penjuru Indonesia. Meledaknya penjualan buku ini akhirnya membuat nenek Ani mendapatkan hadiah berupa Ongkos Naik Haji (ONH) dari penerbit di tahun 1986 yang lalu. Inspiratif!