Brilio.net - Kebebasan dalam mengeluarkan pendapat zaman dulu bisa dikatakan tak sebebas saat ini. Sebelum era reformasi, kebebasan berpendapat memang sangat dikontrol oleh pemerintah. Pengekangan kebebasan itu termasuk dalam hal penerbitan buku.
Buku dianggap sebagai salah satu cara untuk menularkan ide ke masyarakat umum. Maka dari itu, ada lebih dari 200 buku yang pernah dilarang beredar karena dianggap akan membahayakan posisi pemerintah saat itu.
Nah, dari ratusan buku yang pernah dilarang beredar dan dibaca itu, berikut brilio.net kasih 12 buku yang pernah dilarang untuk beredar dan dibaca. Di antara buku-buku itu bahkan ada yang saat ini laris dan sering menjadi rujukan.
1. Tetralogi Buru, Pramoedya Ananta Toer
BACA JUGA :
Waduh! Cewek cantik ini jualan hewan-hewan dilindungi
foto: sunshineinmyautumn.wordpress.com
Siapa anak muda sekarang yang nggak tahu dengan novel Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Ruamh Kaca? Ya, empat novel karya Pramoedya Ananta Toer termasuk karya yang banyak digandrungi para pecinta sastra. Tapi siapa sangka jika novel apik tersebut dulu pernah dilarang dibaca dan beredar?
Tak hanya empat novel itu, ada puluhan novel Pram yang saat itu juga dicekal seperti Hoakiau di Indonesia, Keluarga Gerilya, Perburuan, Mereka yang Dilumpuhkan, Pertjikan Revolusi, Keluarga Gerilja, Ditepi Kali Bekasi, Bukan Pasar Malam, Tjerita Dari Blora, Midah si Manis Bergigi Emas, Korupsi, Gulat di Djakarta, Tjerita dari Djakarta, Sekali Peristiwa di Banten Selatan, Panggil Aku Kartini Sadja jilid 1 & 2, Hoakiau di Indonesia.
Sebagian karya yang dilarang itu ternyata kini jadi rujukan buku kuliah di Universitas Queen Mary London.
2. Demokrasi Kita, Mohammad Hatta
BACA JUGA :
Paksa pramugarinya tidur di bagasi, maskapai ini dituntut minta maaf
foto: toko-bukubekas.blogspot.com & serbasejarah.wordpress.com
Buku karya proklamator Republik Indonesia ini juga dulu dilarang beredar. Buku Demokrasi Kita yang dilarang beredar oleh penguasa militer pada 1960 berisi kritik atas kebijakan Presiden Soekarno yang dinilai otoriter.
3. Sahabat, Agam Wispi
foto: bandungmawardi.wordpress.com
Sama seperti Pram, ada banyak buku Agam Wispi yang dilarang beredar dan dibaca saat itu. Salah satu buku yang dicekal itu adalah buku berjudul Sahabat yang diterbitkan Lekra pada tahun 1959. Buku tersebut dilarang oleh Pembantu Menteri P.D. dan K Bidang Teknis Pendidikan, Kol. (Inf.) Drs. M. Setiadi Kartohadikusumo, pada 30 November 1965. Selain buku itu, buku Agam Wispi seperti Nasi dan Melati, Yang Tak Terbungkam, maupun Matinja Seorang Petani juga pernah dilarang.
4. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara, Slamet Muljana
foto: goodreads.com
Buku Slamet Muljana terbitan Bharata tahun 1968 ini juga sempat dilarang Kejaksaan Agung pada 1971. Buku tersebut dilarang karena mengungkapkan hal-hal yang kontroversial waktu itu tentang para Wali Songo yang berasal dari China. Pijakan yang dipakai rujukan oleh Slamet Muljana hanya membandingkan dari tiga sumber, yaitu Serat Kanda, Babad, Tanah Jawi dan naskah dari Kelenteng Sam Po Kong yang ditulis Poortman dan dikutip oleh Parlindungan.
5. Buku Putih Perjuangan Mahasiswa 1978
foto: santijehannanda.wordpress.com
Buku atau lebih tepatnya dokumen yang dibuat Dewan Mahasiswa ITB ini sekarang cukup sulit ditemukan karena dulunya tidak disebarkan secara luas. Buku itu dilarang oleh Kejaksaan Agung pada 1978. Salah satu alasannya karena mengungkap beberapa indikator kegagalan Pemerintah Soeharto.
6. Wawancara Imajiner dengan Bung Karno, Christianto Wibisono
foto: goodreads.com
Buku terbitan Yayasan Manajemen Informasi jakarta tahun 1977 ini dilarang beredar oleh Kejaksaan Agung pada 1978. Christanto Wibisono menghadirkan Soekarno sebagai sosok imajiner yang bercerita dan mengutarakan pendapat-pendapatnya atas kondisi-kondisi yang terjadi di negeri ini.
Gaya penulisan Christianto Wibisono yang dibuat seperti wawancara ini banyak membuka wawasan pembaca tentang apa saja yang terjadi mulai dari zaman awal kemerdekaan hingga kondisi Indonesia terakhir. Buku cetakan 2012 ini adalah revisi dari buku yang judulnya sama Tahun 1977. Christanto mengingatkan di buku ini agar para pemimpin bisa belajar dari sejarah masa lalu.
7. Indonesia di Bawah Sepatu Lars, Sukamdani Indro Tjahjono
foto: toko-bukubekas.blogspot.co.id
Buku ini merupakan pledoi Sukmadji Indro Tjahjono, caretaker Presidium DM-ITB yang berisi pembelaan di muka Pengadilan Mahasiswa Agustus-September 1979. Buku ini dilarang beredar pada zaman orde Baru Soeharto oleh Kejaksaan Agung pada 1980.
8. Tingkah Laku Politik Panglima Besar Soedirman, A. H. Nasution
foto: titiktiga.wordpress.com
Buku terbitan Karya Unipress ini dilarang oleh Kejaksaan Agung pada 1984. Tingkah Laku Politik Panglima Besar Soedirman dianggap sebagai biografi khas pejabattokoh yang diulas diagung-agungkan tanpa ada cacat sama sekali. Buku yang berisi tulisan beberapa penulis ini memakai nama besar A.H. Nasution untuk dipampangkan di depan agar bisa membuat kumpulan tulisan ini aman. Tapi nyatanya buku ini juga dibredel saat itu.
9. Kamus Al-Quran, Nazwar Syamsu
foto: goodreads.com
Tak hanya buku-buku umum, buku berbau agama karya Nazwar Syamsu seperti Kamus al-Quran, Tauhid dan Logika: Al-Quran dan Sejarah Manusia, dan Terjemahan Al-Quran juga dilarang oleh Kejaksaan Agung pada 1985.
10. Tan Malaka: Pergulatan Menuju Republik, Harry A. Poeze
foto: goodreads.com
Buku terbitan Pustaka Utama Grafiti ini dilarang oleh Kejaksaan Agung pada 1989. Buku karya Poeze ini memuat riwayat hidup, perjuangan politik, dan perkembangan pemikiran Tan Malaka semenjak ia lahir ke dunia sampai menjelang akhir Agustus 1945.
11. Amerika Serikat dan Penggulingan Soekarno, Peter Dale Scott
foto: goodreads.com
Buku yang dilarang oleh Kejaksaan Agung pada 1990 ini mengungkapkan campur tangan Amerika Serikat dalam pengulingan Presiden Soekarno dengan cara kotor dan berdarah tahun 1965-1967. Dale Scott tidak hanya memberi kesan bahwa provokasi dan kekerasan pada tahun 1965 berasal dari militer Indonesia yang telah bekerja sama dengan Amerika Serikat bersama intelijen Inggris, Jerman dan Jepang. Namun dari keseluruhan ulasannya, Dale Scott menemukan peristiwa ini sebagai konspirasi yang rumit dan terselubung.
12. Di Bawah Lentera Merah, Soe Hok Gie
foto: goodreads.com
Buku karangan Soe Hok Gie ini menarasikan satu periode krusial dalam sejarah Indonesia, yaitu ketika benih-benih gagasan kebangsaan mulai disemaikan lewat upaya berorganisasi. Dalam buku ini Soe Hok Gie juga mengajak pembacanya menelusuri kembali jejak-jejak pergerakan Indonesia pada era 1917-1920-an sekaligus mencoba menyalakan lentera merah perjuangan pergerakan Indonesia dan mengajak pembaca mencermati bagaimana para tokoh pergerakan tradisionalis Indonesia menyikapi perubahan pada abad ke-20.
Buku Soe Hok Gie yang sempat dilarang Kejaksaan Agung pada 1991 ini sampai saat ini masih beredar dan menjadi bacaan para mahasiswa.