1. Home
  2. »
  3. News
1 Agustus 2015 21:58

Dari jasa kursus pidato, Kalend lahirkan kampung Inggris Pare

Tujuan akhir dari tempat kursusnya adalah siswa harus bisa berkomunikasi dengan orang asing berbahasa Inggris. Ahada Ramadhana

Brilio.net - Adalah Mohammad Kalend Osen, pria kelahiran 20 Februari 1945, merupakan pengagas kursus Bahasa Inggris di Pare, Kediri yang kini terkenal sebagai Kampung Inggris. Pria asal Kutai Kartanegara ini secara tidak sengaja mengambil dua orang mahasiswa sebagai murid untuk diberikan bimbingan bahasa Inggris, seperti dikutip brilio.net dari buku Mengenal Tokoh Inspiratif Kutai terbitan Balitbangda Kutai Kartangera pada Rabu (29/7).

Kalend masuk di Pondok Modern Gontor pada tahun 1972, ketika usianya 27 tahun dan pada tahun 1976 ketika sudah di tingkat V dia memilih pindah ke Pare untuk belajar kepada KH Ahmad Yazid di Pondokan Darul Falah Tulungrejo yang menawarkan materi Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Tafsir Quran, Riyadush Shalihin, dan lainnya.

BACA JUGA :
5 Tokoh legendaris yang nggak bakal kamu lupa gara-gara kumisnya


Ketika itu, dia memperhatikan beberapa peringatan hari besar Islam yang dinilainya masih kurang dalam hal membawakan acara serta pidato panitia, karenanya Kalend berinisiatif membuka kursus dasar pidato. Sekitar 5 bulan tinggal di Pare, Kalend kedatangan dua orang mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya. Awalnya mereka berniat menemui KH Yazid untuk belajar Bahasa Inggris karena lima hari lagi akan menghadapi ujian negara. Namun, kala itu KH Yazid tengah berada di Majalengka dan baru pulang satu bulan kemudian. Maka oleh istri KH Yazid, dua mahasiswa ini ditunjukkan pada Kalend Osen. Dari dua pemuda inilah putra pasangan Osen dan Jariyah ini merintis kursus bahasa Inggris. Muridnya bertambah banyak berkat informasi yang disebarluaskan kedua murid pertamanya itu.

Lembaga kursus milik Kalend bernama Basic English Course (BEC) yang berdiri pada 15 Juni 1977 dengan tempat belajar di halaman masjid Darul Falah. Sempat vakum pada 1978-1979 karena Kalend mengajak istrinya Fatimah AS pulang ke kampungnya di Kalimantan Timur. Namun karena banyaknya kiriman surat yang berisi permintaan melanjutkan program kursus tersebut, maka pria yang memiliki moto hidup 'membangun gubuk di alam nyata lebih baik daripada membangun mahligai di alam khayal' ini memulai lagi kursusnya pada tahun 1980.

Meskipun tempat kursusnya mendapat banyak cibiran karena memberikan materi yang dinilai terlalu dasar, namun Kalend tidak buru-buru mengubah kurikulumnya. Sebab, dia berprinsip 'lebih baik materi rendah dengan kualitas tinggi daripada materi tinggi tapi kualitas rendah'. Tujuan akhir dari tempat kursusnya adalah siswa harus bisa berkomunikasi dengan orang asing berbahasa Inggris. Ujian akhirnya berupa melakukan percakapan dengan turis internasional dan meminta penilaian pada turis tersebut mengenai kemampuan siswa secara objektif.

BACA JUGA :
Ini lima orang pengusul lambang dalam Pancasila di burung Garuda

SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
RELATED
MOST POPULAR
Today Tags