Brilio.net - Sinematografi merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang pengaturan pencahayaan dan kamera ketika dilakukan kegiatan perekaman gambar fotografis untuk suatu sinema. Mereka yang memiliki kemampuan sinema dapat menekuni profesi sebagai sinematografer.
Meski bidang ini membutuhkan keterampilan khusus, bukan berarti para penyandang tunagrahita tak bisa menekuninya. Memang saat ini menemukan seorang tunagrahita dengan kemampuan sinematografi yang baik memang saat sulit. Tapi, kelak akan lahir sinematografer dari kalangan difabel ini.
BACA JUGA :
Fotografer asal Banyuwangi ini mengajarimu tentang sikap kerja keras
Keyakinan ini tumbuh seiring adanya pelatihan sinematografi kepada anak-anak tunagrahita. Pelatihan ini diberikan oleh lima mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), yakni Catur Igo Prasetyo, Rizki Ichwan, Septi Amadea, Laila Karimah dan Afiwa Nolla Dianissa. Selain itu, mereka juga dibantu oleh komunitas Ciko UMY dan beberapa dosen komunikasi UMY yang turut berbagai ilmu tentang dunia sinematografi. Pelatihan tersebut mereka diberi nama Sineas Tunagrahita. Pelatihan dilakukan di Panti Asuhan Bina Siwi yang terletak di Bantul, Yogyakarta.
"Kami melakukan program pengabdian masyarakat tersebut dilatarbelakangi oleh keprihatinan kami terhadap hidup anak-anak tunagrahita yang masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat, padahal sebenarnya mereka juga sama layaknya seperti kita yang normal dan juga memiliki bakat," jelas Catur kepada brilio.net, Jumat (14/8).
Pelatihan dibagi ke dalam dua tahap. Pertama adalah workshop berupa pengenalan tentang penggunaan kamera, penulisan naskah, editing foto dan berbagai pengetahuan dasar lainnya tentang sinematografi. Kedua, anak-anak tunagrahita diberikan kesempatan untuk melakukan produksi film pendek tentang diri mereka.
BACA JUGA :
Tiap jatuh pasti patah tulang, Anjas masih sanggup berprestasi dunia
"Dampak yang paling terasa yaitu khususnya buat anak-anak tunagrahita di Panti Asuhan Binasiwi karena mereka menjadi memunyai pengetahuan dan ketrampilan baru dalam bidang audio visual. Mereka juga menunjukkan kepada masyarakat sekitar bahwa mereka mampu membuat film hasil mereka sendiri," lanjut Catur.
Saat melakukan kegiatan sineas tunagrahita ini, mereka sempat menemui kesulitan seperti keterbatasan alat yang dimiliki dan dalam hal komunikasi dengan anak-anak tunagrahita yang memerlukan kemampuan khusus dalam berkomunikasi. Namun, tekad para mahasiswa ini untuk berbagi ilmu dengan tunagrahita membuat mereka tidak menyerah dan akhirnya menemukan berbagai solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kesulitan tersebut.
"Anak-anak tunagrahita tersebut bisa serius menekuni bidang sinematografi dan terus berkarya dalam pembuatan film untuk bisa di ikut sertakan dalam festival film anak tunagrahita," harap Catur dan rekan-rekannya.
Dengan memiliki kemampuan yang lebih beragam lagi, maka diharapkan diskriminasi terhadap gunagrahita dapat berkurang dan masyarakat tidak lagi memang sebelah mata dan hanya menjadikan mereka sebagai objek sebuah film, melainkan memperdayakan mereka menjadi subjek yang membuat film. Tindakan memperdayakan tunagrahita memang sesuatu yang tepat untuk membantu mereka mandiri dan mampu mendapatkan penghasilan ekonomi.