Brilio.net - Sebagai teman yang sudah akrab, bercanda adalah hal yang biasa. Bahkan level bercanda juga bisa berujung dengan sebuah kejahilan. Akan tetapi bagaimana jika sebuah kejahilan malah menjadi senjata makan tuan? Itulah hal yang dirasakan oleh Usamah ketika dia berniat menjahili temannya.
Cerita ini berawal ketika Usamah dan keempat teman lainnya, Yoshua, Udin, Reza, dan Mardi sedang dalam perjalanan pulang ke rumah kontrakannya menggunakan sepeda motor setelah bermain futsal di Solo. Waktu itu, Yoshua dan Mardi berboncengan. Sedangkan Usamah dan dua teman lainnya berbonceng tiga. Kompaknya lagi, mereka berlima ini tidak ada yang memakai helm.
Niat kejahilan Usamah dijalankan ketika mereka menemui sebuah perempatan dekat Rumah Sakit dr. Oen, Solo. "Aku bilang ke Yoshua dan Mardi supaya belok kiri aja, untuk menghindari pos polisi. Tapi sebenarnya aku pengen ngerjain mereka, supaya mereka belok dan kami jalan lurus," ujar Usama via sambungan telepon kepada brilio.net, Minggu (4/10).
Awalnya rencana Usamah berjalan lancar. Ketika lampu berganti warna hijau, Yoshua dan Mardi belok kiri, sementara Usamah, Reza dan Udin sukses jalan lurus. Sebagai penanda keberhasilan dari idenya, Usamah melambaikan tangan kepada sang korban. Tidak mau kalah, Yoshua dan Mardi juga mengacungkan tangannya sebagai bentuk ancaman.
Tiba-tiba saja kejahilan Usamah berubah menjadi malapetaka. Saat dia melambaikan tangannya, tiba-tiba seorang polisi menyalipnya dari sisi kiri dengan motocross-nya. Hal ini merupakan penanda buruk. Celakanya, motornya si Udin tak bisa ngebut karena muatannya terlalu berat.
"Polisi langsung ngejar kami dan kami ketangkap," ceritanya.
Akhirnya mereka digiring ke pos polisi yang tidak jauh dari Rumah Sakit dr. Oen, Solo. Setibanya di pos, sang polisi terlebih dahulu mengurus siswa SMP yang tertangkap karena menggunakan knalpot tidak standar (knalpot bising). Bahkan saat pemrosesannya, pihak polisi melakukan aksi kekerasan dengan menampar siswa SMP tersebut. Aksi ini jelas tidak lepas dari pengamatan mereka bertiga.
Setelah kasus knalpot bising selesai, giliran mereka untuk diproses. "Karena khawatir akan mendapatkan tamparan, kami setuju untuk membayar denda Rp 200 ribu," aku Usamah.
Anehnya, tidak satu pun dari mereka bertiga mengantongi uang. Untuk mengakalinya, Usamah memilih mengorbankan Udin untuk menunggu di kantor polisi. Sementara dia dan Reza pulang ke kontrakan terlebih dahulu untuk mengambil uang.
Namun, sebenarnya mereka berdua memang benar-benar tidak mempunyai uang. Dia berharap bisa meminjam dari teman lainnya. Akan tetapi, Usamah tidak enak untuk mengatakannya karena teman kontrakannya sedang asyik main game. Untuk mengatasi rasa sungkannya, Usamah dan Reza gabung untuk bermain game. Akan tetapi, mereka terlena dengan tujuannya untuk meminjam uang. Bahkan mereka juga lupa jika Udin masih di kantor polisi. Setelah satu jam bermain game, tiba-tiba saja Udin muncul di kontrakan. Langsung saja hal ini mengagetkan Usamah.
"Lho Din, kok kowe iso mulih? (Lho Din, kok kamu bisa pulang?)," tanya Usamah.
"Iyo, aku mung bayar seket mau (Iya, aku cuma bayar 50 ribu tadi)," jawab Udin.
"Lha, kok iso? (Lha kok bisa?)," tanya Usamah keheranan.
"Lha wong pulisine wedi nek aku ngelaporke nduwurane, gara-gara ngamplengi bocah mau (Lha polisinya takut kalau aku laporkan ke atasannya terkait peristiwa penamparan anak SMP tadi)," imbuh Usamah menirukan ending peristiwa itu sambil tertawa.
Cerita ini disampaikan oleh Usamah melalui telepon bebas pulsa Brilio.net di nomor 08001555999. Kamu tentu juga punya cerita menarik untuk dibagikan kepada kami. Telepon kami, bagikan ceritamu.