Brilio.net - Bagi orang yang pernah berkunjung ke Yogyakarta pasti sudah tak asing dengan sebuah bangunan bersejarah Pojok Beteng atau alias Jokteng. Ya, Pojok Beteng merupakan sudut dari beteng yang mengelilingi kawasan Keraton Yogyakarta. Beteng itu didirikan atas prakarsa Sri Sultan Hamengku Buwono II ketika masih menjadi putra mahkota pada 1785-1787 silam. Bangunan ini kemudian diperkuat lagi sekitar 1809 ketika dia telah menjabat sebagai Sultan. Beteng ini dinamai dengan Beteng Baluwerti, yang berarti jatuhnya peluru laksana hujan.
Beteng dibangun berbentuk empat persegi mengelilingi kompleks Keraton Yogyakarta. Tembok beteng dibangun menjulang tinggi dan tebal. Karena berbentuk persegi, mata seharusnya ada empat sudut yang biasa disebut Jokteng. Tapi ternyata, saat ini hanya tersisa tiga Jokteng saja. Lalu kemana Jokteng yang satunya?
Jokteng yang masih ada adalah Jokteng di sebelah barat laut keraton yang kini disebut Jokteng Lor (Utara), lalu Jokteng sebelah tenggara keraton yang kini disebut Jokteng Wetan (Timur), dan Jokteng barat daya keraton yang kini disebut Jokteng Kulon (Barat). Sedangkan Jokteng yang seharusnya ada di sebelah timur laut keraton telah hilang.
Diceritakan oleh KRT Gondohadiningrat (67), Sekretaris Kawedanan Ageng Panitera Pura Keraton Yogyakarta, bahwa Jokteng yang seharusnya ada di timur laut keraton sudah terlanjur hancur digempur oleh pasukan Inggris pada peristiwa Geger Spei.
Disebut Geger Spei karena pada waktu itu Inggris mengerahkan pasukan bayaran dari India yang disebut sebagai Pasukan Sepoy. Keseleonya lidah Jawa membuat penyebutan Sepoy berubah menjadi Spei.
BACA JUGA :
Jangan disepelekan, pos ronda itu perpanjangan tangan pemerintah lho!
Peristiwa Geger Spei terjadi pada tahun 1812 pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono II. Menurut KRT Gondohadiningrat, untuk menguasai sebuah kerajaan, yang dikuasai paling awal bukanlah rajanya, melainkan putra mahkotanya. Saat itu, putra mahkota kerajaan Yogyakarta tinggal di sebelah Plengkung Gading yang berdekatan dengan Jokteng sebelah timur laut keraton. Inggris yang datang dari arah timur otomatis langsung menggempur beteng keraton sebelah timur laut tersebut. Maka hancurlah Jokteng di tempat itu.
"Sama Sri Sultan HB IX tidak perlu dibangun kembali, untuk monumental kalau itu dulu dirusak Inggris," kata KRT Gondohadiningrat kepada brilio.net, Kamis (15/10) dini hari, usai pelaksanaan ritual Tapa Bisu Mubeng Beteng.
Sisa-sisa Pojok Beteng ini dapat dilihat di jalan masuk menuju Jalan Mangkunegaran. Pada sisa-sisa reruntuhan tersebut terdapat prasasti yang menyebutkan bahwa bangunan Jokteng itu hancur diserang pasukan Inggris pada masa pemerintahan Sultan HB II.