Brilio.net - Perang Diponegoro adalah perang besar dan menyeluruh yang berlangsung selama lima tahun (1825-1830) di Pulau Jawa. Pertempuran ini melibatkan pasukan penjajah Belanda di bawah pimpinan Jenderal De Kock melawan penduduk pribumi yang dipimpin Pangeran Diponegoro.
Berawal pada Mei 1825, sebuah jalan dibangun didekat Tegalrejo oleh pihak Belanda yang membuat jalan dari Yogyakarta ke Magelang melalui Tegalrejo, tanpa persetujuan dari Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro dan masyarakat merasa tersinggung dan marah karena Tegalrejo adalah tempat makam dari leluhur Pangeran Diponegoro.
BACA JUGA :
Sejarah dibalik warna merah putih bendera Indonesia
Perang Diponegoro merupakan salah satu pertempuran terbesar yang pernah dialami oleh Belanda selama menjajah Nusantara. Peperangan ini melibatkan seluruh wilayah Jawa, maka disebutlah perang ini sebagai Perang Jawa.
Pada 28 Maret 1830 Diponegoro menemui Jenderal de Kock di Magelang. De Kock memaksa mengadakan perundingan dan mendesak Diponegoro agar menghentikan perang. Permintaan itu ditolak Diponegoro.
BACA JUGA :
Trauma agresi militer, veteran Belanda hidup dalam stigma 'pembunuh'
Tetapi Belanda telah menyiapkan penyergapan dengan teliti. Hari itu juga Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Ungaran, kemudian dibawa ke Gedung Karesidenan Semarang, dan langsung ke Batavia menggunakan kapal Pollux pada 5 April.
Tempat bertemunya Pangeran Diponegoro dan Jenderal de Kock itu sekarang merupakan kompleks Eks Karesidenan Kedu yang difungsikan sebagai Kantor Bakorwil II wilayah Kedu dan Surakarta. Adapun ruangan tempat berunding menjadi sebuah Museum Pengabadian Diponegoro.
"Di tempat ini Pangeran Diponegoro ditipu kemudian ditangkap oleh Belanda," kata Gabriel Lorok (53) petugas piket Museum kepada brilio.net, Selasa (18/8).