1. Home
  2. »
  3. News
11 April 2015 07:59

True Story: Tetap semangat ngajar di SLB meski bergaji Rp 3.300/bulan

Uang Rp 10.000 untuk menggaji 3 orang, dengan begitu berarti tiap orangnya hanya mendapatkan kurang lebih Rp 3.300. Andi Rosita Dewi

Brilio.net - Perjuangan menjadi guru merupakan salah satu pekerjaan yang mulia. Hidup untuk mengabdi dan mengajar anak bangsa dilakukannya para guru tanpa mengeluh, tidak terkecuali para guru Sekolah Luar Biasa (SLB). Menjadi guru SLB haruslah memiliki kesabaran yang sangat besar.

Perjuangan Jumilah, Sugiman dan Yanti dalam merintis sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus di Desa Sendangsari, Pajangan, Bantul, DIY benar-benar luar biasa. Jatuh bangun dialami untuk merintis sekolah dan panti asuhan untuk anak-anak berkebutuhan khusus.


Tiga anak desa ini bertekad untuk membantu ABK sehingga mendapatkan pendidikan yang layak. Meski tidak mudah, namun setelah beberapa tahun berjuang dengan segala kesulitan yang ada, akhirnya sekolah SLB itu berdiri meski awalnya hanya dibangun di atas tanah wakaf desa.

Setelah sekolah SLB yang dirintis dan didirikan oleh mereka dari nol kini telah diakui dan segala urusan operasional dibiayai oleh pemerintah. Ternyata kesulitan yang dihadapi tidak hanya sampai disitu saja. "Kami pernah digaji hanya dengan uang Rp 10.000 per bulan untuk tiga orang," jelas Jumilah kepada brilio.net,Jumat (10/4). Diakui Jumilah, gaji tersebut biasanya dibayarkan 3 bulan sekali.

Jangan tanya apakah itu cukup untuk hidup sebulan? Jelas itu tidaklah cukup.

Faktnya bahwa penghargaan terhadap prosfesi guru memang masih jauh dari kata sejahtera. Uang Rp 10.000 untuk menggaji 3 orang, dengan begitu berarti tiap orangnya hanya mendapatkan kurang lebih Rp 3.300.

Namun tekad yang sudah bulat untuk mengabdi demi pendidikan ABK membuat mereka tidak gentar dengan kesulitan yang dihadapi. Mereka tetap menjalani dengan penuh kesabaran dan ketekunan. Tujuan mereka mendirikan SLB semata-mata memang bukan karena uang, sehingga mereka tetap mampu bertahan.

Kini Jumilah dan Yanti telah diangkat menjadi pegawai negeri, sedangkan Sugiman menjadi guru juga meski tidak diangkat pegawai negeri karena alasan usia. Kini mereka tetap memperjuangkan hak-hak anak berkebutuhan khusus dengan segala jerih payah yang bisa mereka upayakan. Sungguh perjuangan yang luar biasa dari mereka. "Kami bingung kalau ditanya persoalan alasan melakukan hal ini, hati kami terpanggil untuk melakukan sesuatu untuk anak-anak kami," lanjut Jumilah.

BACA JUGA:

Hafiz, pria berwajah cantik ini menangis karena KTP-nya tersebar

Umur manusia bisa diprediksi lho, begini caranya

Seram, hewan raksasa berbentuk pipa ditemukan di dasar laut

Dunia dibikin geger! Kucing ini naik atau turun?

Sarung, di Indonesia buat sholat, di Mesir malah jadi bahan tertawaan

Ini alasan kamu tak perlu persoalkan dokter kandungan lelaki

SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
MOST POPULAR
Today Tags