Brilio.net - Mengukir bukanlah pekerjaan mudah. Proses detail dan cukup rumit membuat tak banyak orang yang mau menekuni pekerjaan ini. Kebanyakan orang lebih memilih menekuni pekerjaan yang simpel dan tak memakan banyak waktu. Akan tetapi pekerjaan tersebut dapat menghasilkan pendapatan yang menjanjikan.

Alhasil, saat ini hanya tinggal segelintir pemuda yang mau menekuni dunia ukir. Salah satu pemuda yang masih mau belajar menekuni ukir adalah Ari Sulistyo (20) yang tinggal di Semuten, Jatimulyo, Dlingo, Bantul.

Saat lulus Sekolah menengah pertama (SMP), Ari memang ingin sekali untuk masuk di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Dari tiga jurusan yang ada di SMK 1 Dlingo Bantul, elektro, busana, dan kriya Kayu, ia lebih tertarik untuk masuk jurusan kriya. Sedikitnya generasi muda yang menekuni seni ukir mendorong dirinya untuk belajar seni ukir.

Pilihan Ari sempat ditolak ayahnya. Meskipun ayah Ari adalah seorang tukang kayu, ia ingin anaknya mengambil jurusan elektro yang juga banyak diburu oleh orang lain. Tapi Ari tetap tak bergeming, niatnya untuk belajar seni kriya sudah bulat. Akhirnya kedua orangtua Ari pun menyetujui keinginan Ari.

 Ari si pengukir muda, butuh insting kuat untuk mengukir pola Jarang. Hanya segelintir anak muda yang mau belajar ukir

Selama belajar di jurusan kriya SMK 1 Dlingo, tak jarang ada orang-orang yang mempertanyakan kenapa ia memilih jurusan kriya. Bukan jurusan lain yang banyak diburu dan dianggap banyak lapangan pekerjaannya. Tapi ada juga orang-orang yang mendukung Ari lantaran memang sudah jarang anak muda yang benar-benar mau belajar mengukir.

Ari bercerita jika setelah lulus SMK, hanya ada sekitar 6 orang dari 50 siswa jurusan kriya kayu yang masih konsisten mengembangkan kemampuan ukirnya. Sisanya memilih bekerja atau kuliah di bidang lain seperti menjadi sekuriti, kuliah di jurusan farmasi, menjadi penjaga toko, hingga kuliah di bidang perhotelan.

 Ari si pengukir muda, butuh insting kuat untuk mengukir pola Insting kuat. Bukan hanya kemampuan, mengukir juga butuh insting kuat.

"Ya karena memang tujuannya masuk jurusan kriya kayu macam-macam, ada juga yang memilih jurusan itu terpaksa daripada nggak sekolah," tutur Ari kepada brilio.net saat ditemui di Jogja Festival Museum di Museum Benteng Vredeburg, Jumat (16/10). Saat itu ia sedang mendemonstrasikan proses mengukir di stan Museum Kayu Wanagama Yogyakarta.

Setelah lulus SMK Ari memilih bekerja pada seorang pengukir di daerah Piyungan Bantul. Enam bulan di sana, Ari pindah ke salah seorang pengukir di daerah Tamanan, Banguntapan Bantul. Butuh waktu sekitar 30 menit dari rumahnya ke Tamanan Banguntapan Bantul yang berjarak sekitar 18 kilometer.

Anak pertama dari dua bersaudara ini mengaku jika butuh kesabaran ekstra, keluwesan, dan jiwa seni untuk memahat. Seorang pengukir juga harus mempunyai insting yang kuat untuk mengukir pola yang sudah dibuat. Sejauh ini, Ari sudah pernah mengerjakan ukiran timpang sari Joglo, mimbar, gebyok, dan berbagai ukiran kayu lainnya.