Brilio.net - Ada satu praktik berkurban yang kerap terjadi di masyarakat, yaitu berkurban secara beramai-ramai. Misal mengadakan iuran bagi setiap siswa di sekolah untuk membeli hewan kurban sehingga berkurban atas nama sekolah. Memang sebenarnya ada penanaman nilai dari hal ini, yaitu mengajari dan mengenalkan anak-anak berkurban sejak dini. Namun hal ini merupakan kasus yang bersifat debat-able di masyarakat.

Lalu bagaimanakah duduk perkara sebenarnya?

Dikutip brilio.net dari buku 'Dari Jilboobs hingga Nikah Beda Agama', Gus Awy yang pernah nyantri kepada ahli hadis Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliky menjelaskan bahwa kurban merupakan penyelamat di akhirat yang diperuntukkan bagi perorangan, tidak bisa rombongan satu institusi/yayasan.

"Aturan kurban adalah satu kambing untuk satu orang, dan sapi atau kerbau atau unta bisa satu orang, bisa patungan maksimal 7 orang. Selain itu (khususnya kambing sekampung), nggak jadi kurban, hanya jadi syukuran ramai-ramai biasa saja," tulis dia.

Mengenai hewan kurban, apakah harus jantan?



Menurut pria asal Lamongan ini sifatnya tidak harus. "Betina juga bisa, meski umumnya yang dikurbankan itu jantan," ujarnya.

Bagi orang yang berkurban pun disunahkan tidak memotong kuku dan mencukur rambut sampai prosesi selesai.