Brilio.net - Semakin meningkatnya kasus vandalisme di Yogyakarta membuat para seniman lukis jalanan merasa prihatin. Keberadaan mereka kerap dipandang sebelah mata oleh masyarakat dan disamakan dengan pelaku vandalisme.
Seniman graffiti yang biasanya mengekspresikan karya mereka di jalanan memang sering mendapatkan label miring di mata masyarakat. Aksi mereka dipandang sebagai tindakan yang tidak bertanggung jawab dan hanya mengotori lingkungan. Rasa keprihatinan tersebut disampaikan oleh Ilham, salah seorang seniman lukis jalanan.
"Selama ini kita sering dianggap remeh oleh masyarakat," curhat pemuda 21 tahun itu saat ditemui brilio.net, Kamis, (2/4).
Padahal, menurutnya, tindakan yang mereka lakukan hanyalah bentuk ekspresi anak muda untuk menyampaikan eksitensi individu maupun kritik sosial. "Kita biasanya minta izin dulu sama yang punya tembok. Kalau boleh, langsung digarap, ujar mahasiswa semester 2 salah satu perguruan tinggi swasta Yogyakarta itu.
Pemuda asal Jambi itu merasa resah dengan aksi vandalisme yang marak terjadi akhir-akhir ini. Dia mengaku hanya bisa pasrah jika lukisan hasil karyanya dicorat-coret pelaku vandalisme. "Ya mau gimana lagi. Kita cuma bisa ketawa-ketawa aja," kata dia.
Sementara itu, untuk menggarap satu lukisan graffiti, Ilham mengeluarkan uang yang cukup banyak "Tergantung gambar dan warnanya, biasanya 6-8 kaleng cat dengan harga Rp 25 ribu per kaleng, yang bagus Rp 45 ribu," ujarnya.