Brilio.net - Setiap hari manusia membutuhkan air untuk dikonsumsi. Karena 2/3 persen dari tubuh manusia adalah air, maka air menjadi salah satu kebutuhan mendasar manusia. Kebutuhan akan air ini membuat manusia harus menyediakan setiap harinya dalam jumlah tertentu.
Namun harus diingat, tidak semua air bisa dikonsumsi manusia. Air dengan kandungan zat tertentu justru bisa membahayakan kesehatan manusia. Ahli Gizi dan Kesehatan UGM, Rio Jati Kusuma mengungkapkan salah satu kasus pencemaran air yang paling menyedot perhatian terjadi di Minamata, Jepang. Pencemaran air oleh limbah industri ini menyebabkan banyak anak-anak lahir dengan kondisi cacat mental dan tingkat keguguran ibu hamil meningkat.
"Kasus pencemaran air yang paling terkenal terjadi di Minamata, banyak orang menggunakan merkuri di pertambangan emas. Tanpa disadari merkuri ini mencemari air dan juga tentunya ikan-ikan dalam air tersebut yang banyak dikonsumsi manusia," terang Rio kepada brilio.net, Selasa (8/12).
Air yang layak dikonsumsi menurut Rio, adalah air yang tidak mengandung bakteri Escherichia coli (E coli). Air dalam kemasan atau air tanah yang dikonsumsi masyarakat harus dipastikan bebas dari bakteri berbahaya ini.
"Untuk air kemasan atau air tanah, kamu harus memastikan bahwa air tersebut mengandung nol bakteri E coli. Bakteri E coli bisa menyebabkan diare dan diare itu cepat membunuh pada balita," terang dia.
Selain itu, kata dia, air yang tidak layak konsumsi jika mengandung logam berat. Untuk mengetahui apakah air tersebut mengandung logam berat atau tidak dilakukan dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer).
"Untuk mengetahui apakah air mengandung logam berat atau tidak bisa digunakan uji AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer), tapi ini memang memang membutuhkan biaya yang tida sedikit," terang Rio.
Dia mengungkapkan untuk mengetahui pencemaran lingkungan oleh logam berat maka menjadi tugas pemerintah untuk menanganinya. Hal ini termasuk dalam program Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah tentang lingkungan hidup.
"Pemerintah harusnya melakukan pengecekan rutin atas air yang dikonsumsi warga, apalagi untuk wilayah-wilayah yang di sekitar industri. Nah, ini tergantung dari Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) di masing-masing wilayah, misalnya, di Yogyakarta dan di Papua tentu harusnya berbeda kebijakannya karena keragaman hayati di Papua lebih kaya," lanjut Rio.
lebih jauh, dia mengungkapkan air yang tercemar bakteri bisa dimatikan dengan merebus, menyinari dengan sinar ultra violet (UV), dan penyaringan bertingkat.
"Kalau untuk pencemaran bakteri sendiri, kamu bisa meminimalisirnya dengan beberapa cara. Yang pertama direbus, biarkan mendidih dalam panas 100 derajat Celcius selama 15-30 menit. Bisa juga dengan penyinaran sinar UV dan penyaringan bertingkat. Selain itu, penambahan zat yang mengandung antibiotik, seperti kaporit juga bisa, tapi harus tetap dipanaskan dulu," pungkas Rio.