Brilio.net - Pasca-dikukuhkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia atau world heritage, batik makin banyak diminati. Corak batik di berbagai daerah pun semakin berkembang. Salah satu batik yang berkembang adalah batik jumput yang kini menjadi produk unggulan Kampung Wisata Tahunan Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta.
Marina (50), ketua Komunitas Jumputan Ibu Sejahtera Kampung Wisata Tahunan mengungkapkan jika Batik Jumput sejatinya telah ada sejak zaman dahulu. Karena tak dikembangakan sehingga banyak ditinggalkan dan dilupakan. "Dulu waktu saya Sekolah Dasar (SD) sudah diajari cara menjumput," terang Nana, panggilan Marina kepada brilio.net, Rabu(2/9).
Menurut sejarah, teknik ikat celup berasal dari Tiongkok. Teknik ini berkembang sampai ke India dan masuk ke berbagai wilayah di Indonesia melalui misi perdagangan orang India. Di berbagai daerah di Indonesia, kain ini mempunyai banyak sebutan. Misalnya sangsangan di Bali, Banjarmasin disebut sasirangan, kain pelangi di Palembang, dan di Jawa disebut kain jumputan.
Nana bercerita jika kreasi batik Jumput saat ini lebih bervariasi. Batik Jumput, kata Nana, dulu motif yang ada monoton. Hal itu dikarenakan media yang dimasukkan dalam jumputan kain itu tak berkembang.
"Dulu pakai kelereng dan kedelai saja untuk membentuk motif, sekarang berbagai media kita coba masukkan dalam jumputan untuk membentuk motif," terang wanita yang rumahnya juga digunakan sebagai showroom 2 Batik Jumput ini.
Tak heran jika berbagai motif sekarang telah bisa diciptakan dengan proses jumputan dan menjelujur seperti motif bunga, bulan sabit, segitiga, dan berbagai macam bentuk lain.
Secara umum proses pembuatan kain jumputan dibuat tanpa menggunakan lilin atau malam seperti batik pada umumnya. Kain yang dijumput, diikat dan dijelujur dengan benang kemudian dicelup pada pewarna batik. Tapi atau benang ini mempunyai fungsi sama dengan malam yang menutup bagian yang tidak dikenai pewarna pada saat pencelupan.
"Dulu yang digunakan untuk mengikat itu karet sehingga kurang kuat, kalau sekarang kita apakai tali rafia agar bisa kuat sehingga motifnya menjadi baik," kata Nana.
Batik Jumput di kampung tersebut juga sudah diubah menjadi produk jadi yang bervariasi. Ada tutup gelas bermotif batik jumput, kaos, baju, mukena, jilbab, maupun pashmina yang begitu unik.
Nah, setelah tahu apa kamu tertarik mengenakan batik Jumput?
Recommended By Editor
- Di tangan ibu-ibu rumah tangga, batik jumput tetap lestari
- Desa ini penyedia batik keluarga Keraton Jogja, bahkan juga diekspor
- Di Desa Giriloyo, anak-anak umur 6 tahun sudah mahir membatik
- Yuk, Belajar membatik di Giriloyo
- Demi batik, Yuli rela alami ban bocor tengah malam sendirian di hutan
- Kisah Yuli Astuti, rela daki Gunung Muria demi cari jejak batik Kudus
- Kisah Sarwidi, tukang becak yang jadi eksportir batik pewarna alam