Brilio.net - Banyak cara dilakukan oleh orang dalam berjuang untuk bangsa. Seperti Kiswanti (52) misalnya, buku menjadi pilihannya untuk berkontribusi dalam mencerdaskan bangsa.
Semuanya berawal dari mimpi besarnya sejak kecil, yaitu memiliki perpustakaan gratis yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar.
Kiswanti lahir dari keluarga yang kekurangan secara finansial. Sejak kecil walau hidup prihatin, dirinya selalu haus akan ilmu. Beruntunglah, ayahnya Trisno Suwarno yang bekerja sebagai tukang becak sangat sadar akan pentingnya pendidikan.
Berjualan jamu sembari membawa buku bacaan.
Kiswanti bercerita, uang dari menarik becak disisihkan untuk membelikan buku baginya. Walau begitu, setelah lulus SD, wanita asli Bantul, Yogyakarta, tersebut terpaksa berhenti sekolah karena kesulitan keuangan ditambah dengan meninggalnya sang Ibu. Sehingga dia harus menggantikan ibunya untuk berjualan jamu dan membiayai empat orang adiknya.
"Walau sekolah berhenti sampai SD tapi dulu bapak rajin minjam buku dari tetangga-tetangga yang guru. Jadi sama bapak saya tetep disuruh belajar, bahkan pelajaran SMP dan SMA," ujar Kisawanti kepada brilio.net, Jumat (14/8).
Kiswanti pun menceritakan kembali pengalaman masa kecilnya. Sewaktu masih kanak-kanak, hasratnya menjadi anggota perpustakaan sudah ada. Namun, muncul sebuah pertanyaan dalam benaknya. Mengapa untuk menjadi seorang anggota, harus dikenakan biaya? Hal tersebutlah yang selalu mengganjal di pikirannya.
Mengayuh sepeda menjajakan jamu dan membawa bahan bacaan.
Pada tahun 1989 Kiswanti pernah bekerja sebagai pembantu pada keluarga Filipina. Gaji yang didapatnya selalu dibelanjakan buku-buku bermutu, "Dulu majikan saya sampai heran karena kamar saya penuh buku, mereka pikir aneh sekali melihat pembantu tapi hobi membaca," cerita Kiswanti lagi.
Pada tahun 1994, setelah menikah dengan Ngatmin, seorang buruh bangunan, Kiswanti pun diboyong ke Kampung Lebak Wangi, Parung, Bogor, tempat suaminya bekerja. Semua bukunya turut serta dibawa, Kiswanti bersyukur suaminya sangat pengertian. Walau hidupnya pas-pasan suaminya berusaha membuatkan rak buku dengan kayu bekas agar buku-buku Kiswanti tetap terawat.
Mulai dari situ ibu dua anak tersebut mulai berjualan jamu keliling kembali. Sembari berjualan dia pun menjadi pustakawan keliling di desanya. Jamu dia taruh di keranjang depan sementara dia memasang keranjang di belakang untuk tempat buku. Tujuannya semata-mata untuk meningkatkan minat baca anak-anak sekitar.
Menumbuhkan kecintaan membaca pada anak
"Tapi nggak semua warga bisa menerima apa yang dilakukannya. Saya sempat mendapat penolakan besar-besaran, karena warga beranggapan untuk mencari makan saja susah, apalagi untuk belajar," lanjut Kiswanti
Tahun 2003 akhirnya Kiswanti berhasil mewujudkan cita-citanya, membuat perpustakaan sederhana di rumahnya sendiri yang dia beri nama Warung Baca Lebak Wangi (Warabal). Seiring berjalannya waktu, koleksi buku Taman Bacaan Warabal yang pada awalnya berjumlah 250 koleksi, bertambah banyak hingga puluhan ribu koleksi.
Sampai suatu ketika, Warabal semakin tidak muat menampung warga yang membeludak untuk membaca, teras rumah Kiswanti terasa sempit dan perlu perluasan lahan.
Bersyukur, Kiswanti mampu melunasi cicilan harga sebidang tanah ukuran 4x10 meter, persis di sebelah kiri rumahnya. Cicilan itu bergulir selama lima tahun, dengan harga Rp 100.000 per meter. Uang cicilan tanah ini dikumpulkan Kiswanti dari upahnya sebagai buruh pencuci piring, apabila ada warga lain yang menyelenggarakan pesta hajatan.
Dengan bantuan donatur lainnya, akhirnya Warabal semakin berkembang hingga dua lantai. Dia pun mendapat banyak bantuan dari berbagai LSM pendidikan yang serta merta membantu melengkapi alat pembelajaran di Warabal.
Kini Warabal bahkan sudah memiliki komputer dan akses internet, sehingga Warabal tidak hanya sebuah perpustakaan tetapi juga learning center.
Kiswanti juga telah menyelesaikan kejar paket B dan C. Dia berharap setelah mendapat ijazah ingin melanjutkan kuliah Pendidikan Anak Usia Dini. Atas segala jerih payah perjuangannya mencerdaskan anak negeri, Gubernur Jawa Barat, Achmad Heryawan pernah menganugerahkan penghargaan kepada Kiswanti, sebagai Tokoh Wanita Inspiratif Penggerak Pembangunan, pada 2009.
Sedangkan pada 2012, Kiswanti memperoleh penghargaan dari Mendikbud berupa Anugerah Peduli Pendidikan untuk kategori Individu atau Inovator Pendidikan.
Recommended By Editor
- Pak Ali, 37 tahun setia menekuni profesi tukang reparasi payung
- Risdi, tetap semangat bekerja dari kursi roda
- Permainan gitar bocah 10 tahun asal Bondowoso ini bikin netizen kagum
- Fotografer asal Banyuwangi ini mengajarimu tentang sikap kerja keras
- Mak Darmi, masih semangat menjadi tukang tambal ban di usia senja
- Rajin jalan kaki dan makan secukupnya, rahasia awet muda nenek Paini
- Tidur di emper toko, nenek ini jual sayur demi anak yang down syndrome
- Revolusi mental Merkid's, dari komunitas urakan jadi relawan sosial
- Gadis ini menulis buku otobiografi hanya dengan satu jari, super!
- Kisah Yusuf, usia 13 tahun jalan kaki 8 km jualan peyek demi bantu ibu
- Kegigihan Haerdy entaskan anak jalanan, beri rehabilitasi & pendidikan
- Kisah haru Mbah Marsito, tukang becak yang dulu ikut menumpas PKI
- Sukinem, tukang tambal ban wanita yang mampu beli 3 rumah!