Brilio.net - Keterbatasan materi bukanlah halangan untuk berprestasi. Prinsip itu yang selalu dibawa Siti Horiah, mahasiswi S1 Teknik Nuklir UGM. Dia selalu memedulikan perkembangan intelektual dibandingkan kepuasan perut.
Mengandalkan Rp 600.000 per bulan dari beasiswa, dia mampu membeli laptop seharga 6 juta rupiah. Laptop itu dia beli dengan mencicil Rp 500.000 per bulan selama satu tahun. Yang ada di benaknya saat itu hanyalah belajar, belajar, dan belajar. Tidak peduli uang yang tersisa untuk kebutuhan sehari-hari hanya Rp 100.000.
Siti memutar otak supaya uang berwarna merah yang tinggal selembar itu bisa cukup untuk tiga puluh hari. "Akhirnya saya cuma beli lauk Rp 3.000 buat makan sehari. Nasinya kan gratis, disediakan sama asrama," ungkap Siti saat ditemui brilio.net, Minggu(22/3).
Soal transportasi ke kampus, mahasiswi 20 tahun ini lebih memilih jalan kaki. Dia tak menggubris jauhnya jalan yang harus dia tempuh untuk mencapai kampus. Lagi-lagi Siti lebih menitikberatkan pendidikan dari pada hidup ongkang-ongkang. "Pokoknya harus punya laptop dulu buat belajar. Apalagi kan saya anak Teknik, jadi butuh banget laptop," sahut Siti.
Gadis berjilbab ini mengaku mendapat 'ilmu prihatin' itu dari ibunya. Dia tak peduli kehidupan 'wah' teman-temannya. Katakanlah, kalau dengan uang Rp 50.000 teman-temannya bisa sekali makan di restoran, dengan nominal yang sama Siti bisa menggunakannya untuk makan dan memenuhi kebutuhan lainnya.
Kendati hidup merantau dalam kesederhanaan bahkan cenderung memprihatinkan, Siti justru berprestasi. Di fakultas yang terkenal dengan dosen-dosen killer, IPK Siti berhasil menembus angka 3. "Padahal, IPK 3 itu langka banget buat anak Teknik Nuklir," cetusnya.
Walaupun ber-IPK tinggi, Siti tetap mampu mengatur ritme perkuliahannya dengan baik. Alhasil, impiannya untuk menjadi Sarjana Teknik Nuklir sebentar lagi tercapai tepat pada waktunya, yaitu pada 2016 nanti.