Brilio.net - Survei yang dilakukan oleh United Nations Educational, Science and Culture Organization (UNESCO) tentang tingkat minat baca anak Indonesia sangatlah memprihatinkan.

Indonesia menduduki posisi pertama sebagai negara dengan minat baca yang sangat minim. Pendidikan tentunya menjadi tanggung jawab semua pihak, baik pemerintah ataupun lingkungan sekitar. Saat ini keberadaan komunitas-komunitas yang membantu mengumpulkan buku dan disalurkan ke sekolah-sekolah yang ada di pedalaman sangat membantu meratakan penyebaran ilmu pengetahuan sehingga kesenjangan ilmu pengetahuan dikarenakan permasalahan fasilitas dapat ditangani.

Salah satu komunitas yang cukup aktif dalam menggalangkan buku untuk rumah baca atau perpustakaan yang ada di daerah terpencil adalah Buku Bagi NTT (BBNTT). Buku Bagi NTT menghubungkan para donatur buku dengan relawan yang sebagian besar berada di Jawa.

Buku-buku dari para donatur kemudian dikirimkan ke rumah-rumah baca atau perpustakaan lokal yang ada di NTT. BBNTT mengajak semua pihak, individu maupun institusi, yang peduli pada pendidikan NTT, untuk berpartisipasi dalam gerakan ini baik dengan menjadi relawan pengumpul buku, donatur buku, ataupun penggerak rumah baca di kampung-kampung di NTT.

"Kisah yang sangat inspiratif ketika kami bisa menyalurkan buku ke satu sekolah yaitu SDN Sublele, Desa Sillu, Fatuleu, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur dengan dibantu teman-teman dari rumah baca M2M Kupang dan LSM CIS Timor," cerita Agatha Mayasari kepada brilio.net, Rabu (2/9).

Sekolah yang pernah menjadi salah satu tujuan dari BBNTT adalah SDN Sublele. Berada di pedesaan membuat sekolah ini memiliki keterbatasan fasilitas. Sekolah tersebut muridnya hanya 36 orang, hanya ada tiga ruang kelas, satu ruangan dibagi dua ruangan sehingga guru mengajar satu kali, buku yang ada dibaca bergantian.

Kondisi sekolah pun masih sangat sederhana, lantai masih dari tanah, dinding sekolah dari anyaman bambu dan kayu serta atap sekolah dari daun.

Buku dikumpulkan oleh BBNTT dan salah satu relawan dari mengantarkan buku tersebut ke rumah baca M2M yang dikelola oleh Elen Bataona untuk disalurkan ke SDN Sublele.

Untuk sampai ke sekolah tersebut harus ditempuh dengan sepeda motor selama 2 jam apabila dari kota Kupang. Kehadiran buku-buku yang beragam membuat kepala sekolah dan para siswa antusias. Meski jumlah mereka hanya 36, namun semangat belajar mereka sangat besar. Mereka bahkan telah membangun perpustakaan. Bagi anak-anak di sana perpustakaan adalah tempat bermain yang menyenangkan.

"Senang sekali bisa membantu adik-adik yang ada di sana, kami tidak bisa membayangkan senangnya adik-adik kedatangan kami, yang pasti kami bersyukur bisa berguna untuk orang lain dan semoga banyak kebaikan yang bisa kami lakukan.

Dengan gerakan komunitas kami, kami sungguh bersyukur bahwa hal kecil yang kami lakukan bernilai dan berguna untuk sesama, dan kami menjadi perpanjangan tangan Tuhan untuk membantu adik-adik di NTT untuk meningkatkan minat baca," tandas Agatha dan rekan dari BBNTT.