Brilio.net - Bayi terlahir dengan prematur bukanlah hal asing lagi di Indonesia ini. Bayi yang lahir lebih cepat dari jadwalnya tersebut tentunya membutuhkan perawatan khusus dengan alat inkubator.
Bagi orang berada tentu hal tersebut bukanlah menjadi masalah, namun apa jadinya bila hal tersebut menimpa para ibu yang berasal dari keluarga kurang mampu?
Hal tersebutlah yang membuat Raldi Artono Koestoer (61), dosen dan guru besar Fakultas Teknik Universitas Indonesia, menciptakan sesuatu yang telah menolong ratusan bayi dari keluarga tidak mampu.
Inkubator temuan Raldi membantu keluarga yang tak mampu.
Raldi mengajak beberapa mahasiswanya mengembangkan pembuatan inkubator dengan biaya terjangkau dan kemudian dipinjamkan secara cuma-cuma kepada para ibu yang tidak mampu menggunakan fasilitas rumah sakit.
Teknologi inkubator ciptaan Raldi bisa dibilang sederhana. Namun, fungsinya tetap maksimal. Inkubator berukuran besar tersebut mampu menghasilkan panas di dalam tabung hingga 37 derajat Celsius.
Suhu itu dibutuhkan bayi prematur untuk menyesuaikan dengan suhu di dalam kandungan sang ibu. Untuk berjaga-jaga bila suhu meningkat drastis, Raldi melengkapi alatnya dengan kipas otomatis.
"Awalnya coba buat dua buah, lalu saya pinjamkan kepada rekan yang cucunya membutuhkan inkubator. Ternyata hasilnya sangat memuaskan, cucu rekan saya bertambah gemuk dalam waktu tiga minggu," ujar Raldi saat dihubungi brilio.net, Selasa (1/9).
Pada momen tersebut Raldi kemudian melanjutkan pembuatan inkubatornya dan menyumbangkan untuk puskesmas yang membutuhkan karena memang membeli inkubator impor memang tidaklah murah. Satu unit bisa mencapai Rp 75 juta.
Bayi-bayi yang lahir prematur dapat ditolong dengan inkubator buatan Raldi.
Kiprah Raldi belum berhenti sampai di situ. Setelah menyumbangkan tabung inkubator ke rumah sakit dan puskesmas, dia terus mengembangkan karyanya.
Kali ini dia menciptakan inkubator yang lebih simpel karena ditujukan untuk rumahan dan peminjaman tersebut gratis tanpa dipungut biaya. Karena biaya penggunaan inkubator di rumah Sakit bisa mencapai Rp 500.000 hingga Rp 8 juta setiap harinya.
"Kalau misal lokasi mereka dekat UI mereka bisa ambil sendiri, misalkan lokasinya jauh mereka bisa ambil sendiri tetapi nanti saya ganti ongkos perjalanannya," lanjut alumnus Universite Paris-Est Creteil Val de Marne, Prancis, 1985, itu.
Untuk sementara ini inkubator yang telah dibuat sebanyak 30 unit dan 11 unit di antaranya tersebar di delapan kota besar di luar kota Jakarta yaitu Banda Aceh, Denpasar, Malang, Magelang, Semarang, Pemalang, Bogor, Tangerang, Bekasi, Yogyakarta dan Cirebon serta akan menyusul di kota Makassar.
Uniknya, Raldi sama sekali tidak ingin mematenkan alat buatannya ini. "Saya tidak patenkan, dapat dikatakan saya ini anti-paten. Seperti halnya open source, inkubator ini bebas semua orang untuk membuatnya. Semakin banyak inkubator ini dibuat maka akan semakin banyak bayi tertolong jadi maksudnya memang untuk kemanusiaan," terang dosen yang bergelar profesor ini.
Rencana ke depan Raldi ingin membuat inkubator yang bisa dilipat dan bersifat built in, yaitu bisa dengan mudah dipasang dengan petunjuk yang ada. Wah, kita tunggu ya pak dosen hebat!
Recommended By Editor
- Menang di ajang internasional, teknologi ini bisa cegah kecelakaan
- Wow, di tangan dosen ini kulit manggis bisa menangkap tenaga surya!
- 60 Tahun pasangan ini simpan kue pernikahan, lalu dimakan setiap tahun
- Sedih, tak semua mantan penderita gangguan jiwa bisa diterima
- Demi belikan istri cincin, pria ini rela tinggal di kolong jembatan
- Perjuangan ayah gendong putrinya dan berjalan jauh untuk berobat
- Hebatnya Suparni, nenek 114 tahun cuma kena sakit 3 kali seumur hidup
- Mulianya Febri, demi ibu rela menambang batu gamping meski masih SD
- Cerita Mbok Payem, 83 tahun masih semangat jualan wedang ronde, salut!