Apa yang terlintas di pikiranmu kalau mendengar pelecehan seksual? Tentu hal yang sangat mengerikan, bukan? Bahkan kasus demi kasus terus dilaporkan oleh masyarakat kepada lembaga terkait. Bicara data pun tak terlalu berubah banyak tiap tahunnya.
Meskipun Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan adanya penurunan tingkat kekerasan seksual terhadap anak di tahun 2017, tetap saja perilaku yang meneror anak-anak tersebut masih terus terjadi.
Tak hilang dari ingatan kita pada bulan Februari 2018 kemarin KPAI membeberkan fakta mengejutkan tentang kasus sodomi di Aceh dengan total korban hingga 26 anak. Pelaku yang diketahui berusia 40 tahun tersebut menggunakan modus mengajak bermain bersama untuk memuluskan niat jahatnya. Belum lagi kasus serupa di Kota Tangerang yang memakan korban hingga 45 anak dengan rentang usia 7-15 tahun. Total hingga bulan Februari saja KPAI telah menerima 223 aduan kekeran seksual terhadap anak. Sungguh miris.
Dari luar negeri, penelitian yang dilakukan oleh Center for Disease Control (CDC) memperkirakan bahwa sekitar 1 dari 6 anak laki-laki dan 1 dari 4 anak perempuan dilecehkan secara seksual sebelum usia 18 tahun. Yang lebih mengejutkan lagi, menurut Departemen Kehakiman AS, hanya 10% pelaku kejahatan adalah orang asing bagi anak tersebut dan 23% dari pelaku kekerasan seksual adalah anak-anak juga!
Natasha Daniels adalah seorang terapis anak, remaja, dan orang tua yang berasal dari Arizona, Amerika Serikat. Ia mengatakan tak terlalu terkejut dengan persentase tersebut, karena hampir tiap minggu ia bertemu dengan anak-anak korban kekerasan dan pelecehan seksual. Natasha juga membeberkan fakta sebagian besar korban tersebut berusia di bawah lima tahun. Dan orang tua korban seringkali terkejut ketika mengetahui bahwa pelaku perbuatan tersebut ternyata juga masih usia anak-anak.
Salah satu yang harus digarisbawahi dari pengalaman Natasha yang telah menyelamatkan ribuan anak korban kekerasan seksual ini adalah bahwa banyak orang tua enggan membicarakan bagian-bagian tubuh yang rentan kekerasan seksual terhadap anaknya sendiri. Sehingga sang anak tak mengetahui secara pasti bagaimana dia harus bersikap ketika menghadapi kontak fisik yang menjurus pada pelecehan dan kekerasan seksual.
Seperti dikutip dari situs childmind.org pada Senin (17/12), Natasha Daniels memberikan 10 tips agar seorang anak terhindar dari pelecehan dan kekerasan seksual. Salah satunya bagaimana agar anak bisa menghindar dari situasi yang berbahaya bagi dirinya.
1. Bicara tentang bagian-bagian tubuh sejak dini.
(foto: respectwomen.co.in)
Natasha menganjurkan agar orang tua mengajarkan anaknya memberi nama bagian tubuh dan bicara tentang hal tersebut sedini mungkin. Gunakan nama yang tepat untuk bagian tubuh, khususnya bagian intim dan vital yang bisa menjadi objek perilaku kekerasan dan pelecehan seksual. Orang tua bisa mengganti nama bagian tubuh agar lebih mudah dipahami seorang anak, seperti Vagina menjadi Bagian bawah.
Saya tidak dapat memberi tahumu berapa banyak anak-anak muda yang saya ajak kerja yang menyebut vagina mereka sebagai bagian bawah mereka. Merasa nyaman menggunakan kata-kata ini dan mengetahui apa yang mereka maksudkan dapat membantu seorang anak berbicara dengan jelas jika sesuatu yang tidak pantas telah terjadi,"kata Natasha.
2. Ajari mereka bahwa beberapa bagian tubuh bersifat pribadi.
(foto: newsclick.in)
Beritahu anakmu bahwa bagian pribadi mereka disebut pribadi karena mereka tak boleh dilihat semua orang. Jelaskan bahwa hanya Ibu dan Ayah saja yang dapat melihat mereka telanjang, sedangkan orang lain tak boleh melihat.
Orang lain yang berada di luar rumah hanya boleh melihat mereka dengan pakaian saja. Jelaskan juga bahwa selain orang tua, seorang dokter juga bisa melihat mereka tanpa pakaian karena ada ibu dan ayah yang mendampingi saat seorang dokter memeriksa tubuh mereka.
3. Ajari batas-batas tubuh anak.
(foto: dw.com)
Katakan pada mereka tanpa berbelit-belit bahwa tak ada orang yang boleh menyentuh bagian tubuh mereka dan tak ada yang harus meminta mereka untuk menyentuh bagian pribadi orang lain.
Bagian kedua dari kalimat barusan seringkali dilupakan oleh orang tua, sebab pelecehan seksual sering dimulai dengan pelaku meminta anak untuk menyentuh tubuh mereka atau orang lain.
4. Katakan pada anak bahwa rahasia tubuh bukanlah hal yang baik-baik saja.
(foto: utkarshanepal.org)
Kebanyakan pelaku akan memberi tahu anak yang menjadi target pelecehan seksual untuk merahasiakan perbuatan tersebut. Hal ini bahkan seringkali dilakukan dengan cara yang sangat ramah seperti,Saya suka bermain denganmu, tetapi jika kamu memberi tahu orang lain apa yang kita mainkan, mereka tidak akan membiarkan saya bermain denganmu lagi ."
Ataupun bisa disertai dengan sedikit ancaman semisal,Ini adalah rahasia kita. Jika kamu memberi tahu siapapun, maka saya akan memberi tahu mereka bahwa itu adalah kemauan kamu sendiri dan itu akan membuat kamu dalam masalah besar!."
Katakan kepada anak bahwa tidak peduli apa pun yang dikatakan orang lain, rahasia tentang tubuh itu tak baik dan mereka harus selalu memberitahu orang tua jika seseorang mencoba untuk membuat mereka merahasiakan tentang tubuhnya.
5. Katakan kepada anak bahwa tak ada yang harus/boleh mengambil gambar dari bagian tubuh pribadi mereka.
(foto: scmp.com)
Yang satu ini seringkali dilupakan oleh para orang tua. Di luar sana ada begitu banyak kejahatan seksual yang secara tak langsung menjadikan anak sebagai korban pelecehan seksual. Salah satunya ada perilaku pedofil yang suka mengambil dan memperdagangkan foto-foto anak-anak telanjang secara online.
Kalau sudah begini, anak-anak berada dalam risiko yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Beri tahu anak-anak bahwa tak ada seorang pun yang boleh mengambil foto bagian pribadi tubuh mereka.
6. Ajarkan anak cara keluar dari situasi yang menakutkan atau tak nyaman.
(foto: soc.ucsb.edu)
Beberapa anak ada yang merasa tak nyaman atau sulit untuk menolak sesuatu atau berkata TIDAK, terutama kepada orang tua atau yang lebih tua. Beri tahu mereka bahwa tak masalah untuk memberi tahu orang dewasa yang ada di sekitarnya bahwa mereka harus pergi jika sesuatu yang terasa salah terjadi.
Semisal jika seseorang ingin melihat atau menyentuh bagian pribadi anak, maka mereka dapat memberi tahu orang tersebut bahwa mereka harus pergi ke toilet untuk buang air kecil atau sejenisnya.
7. Miliki kata sandi yang dapat digunakan anak-anak ketika mereka merasa tak aman atau ingin dijemput.
(foto: friendsofstillwaters.com)
Saat anak-anak menjadi sedikit lebih tua atau lebih mengerti, kamu dapat memberi mereka kata sandi yang dapat mereka gunakan ketika merasa tidak aman. Ini dapat digunakan di rumah, ketika ada tamu di rumah, atau ketika mereka sedang bermain atau menginap di rumah teman.
8. Beri tahu anak-anak bahwa mereka tidak akan pernah bermasalah jika mereka memberi tahu kamu sebuah rahasia tubuh.
(foto: americanspcc.org)
Anak-anak yang pernah menjalani terapi bersama Natasha pernah mengatakan bahwa mereka tidak mengatakan apa-apa kepada orang tua karena mereka mengira akan mendapat masalah juga.
Justru ketakutan seperti ini yang sering dimanfaatkan oleh pelaku kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak. Maka katakan kepada anak bahwa apa pun yang terjadi, ketika mereka memberi tahumu apapun tentang keselamatan tubuh atau rahasia tubuh, mereka TIDAK akan mendapat masalah.
9. Beri tahu anak tentang sentuhan pada bagian tubuhnya.
(foto: babychakra.com)
Dalam pandangan beberapa orang tua dan buku berbicara tentang sentuhan yang baik dan sentuhan yang buruk, hal ini dapat membingungkan karena sering kali sentuhan tidaklah menyakiti atau terasa buruk.
Natasha Daniels lebih suka menggunakan istilah sentuhan rahasia, karena ini adalah penggambaran yang lebih akurat tentang apa yang sedang dialami oleh seorang anak terkait sentuhan.
10. Beri tahu anak bahwa aturan di atas berlaku bahkan pada orang yang mereka kenal atau dengan anak lainnya.
(foto: thehealthsite.com)
Menurut Natasha ini adalah poin penting untuk didiskusikan dengan anak dengan perumpamaan yang lebih tepat sasaran. Seperti ketika kamu bertanya kepada seorang anak kecil seperti apa orang jahat itu, maka kebanyakan dari mereka akan menggambarkan tokoh jahat dalam kartun. Kamu sebagai orang tua dapat mengganti imajinasi anak tersebut dengan mengatakan;Ibu dan Ayah mungkin menyentuh bagian pribadimu ketika kami membersihkanmu seperti mandi atau jika kami mengoleskan sesuatu di bagian tubuhmu. Tetapi tidak ada orang lain yang harus menyentuh tubuhmu seperti kami. Bukan teman, bukan bibi atau paman, bukan juga guru-gurumu. Bahkan jika kamu berpikir mereka adalah orang yang bertanggung jawab, mereka seharusnya tidak menyentuh bagian pribadi tubuhmu.
Natasha pun mengatakan bahwa diskusi seperti itu tidak sepenuhnya benar-benar mencegah pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak, tetapi pengetahuan dalam hal ini adalah pencegah yang paling utama untuk menghindari perilaku tersebut. Terutama dengan anak-anak muda yang menjadi sasaran karena ketidaktahuan mereka dalam hal ini.
Satu diskusi saja tidak akan cukup. Natasha menyarankan kepada orang tua untuk mencari waktu yang tepat untuk mengulang pesan-pesan dalam diskusi tersebut, seperti ketika anak-anak sebelum atau sesudah mandi.
Akhir kata, bagikanlah artikel ini untuk orang-orang yang kamu sayangi dan cintai, untuk mereka yang peduli akan keselamatan tubuh, untuk mereka yang menolak keras kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak. Hingga tidak ada lagi korban yang berjatuhan selanjutnya.