Akhir-akhir ini di media massa maupun media sosial muncul berita mengenai sejumlah orang yang marah-marah hingga melakukan tindakan di luar kewajaran. Mulai dari menodongkan samurai ke kurir toko online karena pesanan tidak sesuai, marah-marah kepada petugas di pos penyekatan, hingga merusak kaca mobil setelah memergoki suami selingkuh. Peristiwa serupa juga banyak dilaporkan oleh media massa maupun media sosial, hampir setiap hari dapat kita baca.
Marah sebenarnya emosi yang normal dan perasaan yang sehat dan umum dirasakan oleh manusia. Marah merupakan respons emosional yang dirasakan oleh individu dari stimulus lingkungan. Marah, sebagai salah satu emosi, harus dapat diekspresikan dengan baik. Namun, marah yang diekspresikan secara berlebihan bahkan merugikan diri sendiri ataupun orang lain, perlu dihindari.
Sebenarnya ada cara bagaimana kita dapat mengatur emosi marah yang dialami agar tidak diluapkan secara berlebihan. Berikut lima cara agar untuk mengendalikan emosi marah yang mudah dilakukan.
1. Kenali tanda-tanda fisik kemunculan marah.
Sebelum marah terluapkan, ada reaksi dalam tubuh yang mengawali. Reaksi yang sering muncul adalah denyut jantung lebih cepat, gemetar, napas lebih berat, ataupun berkeringat. Kondisi ini ibarat gunung berapi yang siap meletus; marah sudah mau diluapkan. Mengenali tanda-tanda fisik awal kemunculan marah ini penting agar kita dapat mengantisipasi tindakan selanjutnya yang dapat merugikan sebagai bentuk luapan emosi ini.
2. Think before act.
Coba pikirkan kembali hal yang menyebabkan emosi marah tersebut. Jangan terburu-buru untuk meluapkan amarah atau jangan sumbu pendek kata orang sekarang. Misal, ketika menemui petugas di pos penyekatan, jangan lantas marah dulu. Coba berpikir "Oh, bapak ini cuma menjalankan tugas". Atau ketika hendak menodongkan kepada kurir, coba pikirkan "Kalau saya todongkan, nanti saya atau dia terluka, malah jadi perkara". Dengan berpikir sebelum bertindak ini, kita akan terhindar dari tindakan-tindakan yang merugikan.
3. Alihkan sejenak.
Ketika kita hendak meluapkan amarah, alihkan sejenak. Bentuk pengalihan bisa dengan berhitung satu hingga sepuluh, menekan-menekan squish ball, atau sekadar menarik dan menahan napas panjang minimal 3 kali. Setelah itu, kita dapat kembali ke aktivitas tersebut. Dengan begitu, tindakan sebagai luapan amarah yang berlebihan dapat dihindari.
4. Keluar dari situasi yang memicu marah.
Pada cara ke tiga di atas, kita masih berada dalam situasi yang menyebabkan marah. Kadang kala masih tidak dapat mengendalikan amarah yang muncul. Kita juga dapat keluar dari situasi yang memicu marah, misalnya dengan berpindah ruangan, atau pergi ke ruangan yang terbuka. Hindari pergi ke ruangan yang sempit atau tertutup karena ini malah akan meningkatkan emosi yang dirasakan.
5. Komunikasikan marah secara efektif.
Terakhir, sebagai emosi, marah perlu disampaikan. Marah jangan dipendam. Yang perlu adalah mengendalikan marah, namun tetap diungkapkan. Ketika kita sudah tenang, sampaikan perasaan marah kepada orang yang membuat marah secara asertif. Misal, "Saya marah ketika tadi kamu berbohong kepada saya. Saya harap kamu tidak berbohong seperti itu lagi."
Nah, itulah lima cara yang dapat kita gunakan supaya emosi marah yang dirasakan tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain. Jangan lupa dipraktikkan, ya!