TNI awalnya bernama Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Berdiri tanggal 5 Oktober 1945, dan jatuh bangun mengawal kedaulatan republik. TNI terbentuk dari rakyat, bukan tentara bayaran yang hanya mencari gaji.
Pada masa lalu, militer kita sangatlah lemah. Mayoritas tentara tidak profesional, serta alutsista yang ada juga sangat miris. Saat itu sepenuhnya kita hanya bergantung pada tekad, serta kepercayaan menang. Semakin berjalannya waktu, militer Indonesia pun kuat dan bisa seperti sekarang.
Berikut adalah beberapa gambaran tentang mirisnya militer kita di masa lalu. Banyak kejadian lucu, tapi di balik itu ada kebanggaan luar biasa. Simak ulasan menariknya berikut:
1. Hanya modal berani naik pesawat bisa langsung jadi pilot
Jika kini TNI AU sudah memiliki F-16, Sukhoi, T-50i dan aneka pesawat lain, maka tahun 1945 kondisinya bagai bumi dan langit. Saat itu Angkatan Udara hanya punya beberapa pesawat bekas Jepang yang sebenarnya tak layak terbang.
Dulu di masa perjuangan, sama sekali tidak susah bagi seseorang untuk menjadi pilot angkatan udara. Cukup berani naik pesawat, maka ia sudah resmi jadi pilot di AU. Terlepas apakah ia punya kemampuan untuk itu. Lucu, ya? Hanya melakukan hal kecil itu langsung bisa masuk angkatan.
Alasan kenapa hal ini bisa terjadi adalah karena tidak cukupnya waktu untuk melakukan rekrutmen panjang. Indonesia butuh seseorang yang bisa cepat diajak berjuang. Tak punya kapabilitas tapi berani mencoba, sangat jelas kalau orang-orang dulu rela berjuang dengan risiko yang sangat besar.
2. Naik pangkat hanya dalam beberapa jam saja
Bagi tentara sekarang, naik pangkat adalah hal yang cukup susah. Selain butuh waktu yang cukup lama, ia juga harus memiliki kemampuan lebih. Hal yang seperti ini tidak kita temui di masa lalu. Seseorang bisa naik pangkat hanya dalam waktu beberapa jam saja.
Syaratnya sendiri juga cukup mudah, yakni punya pengaruh dengan memiliki beberapa orang pengikut. Bung Karno sendiri pernah mengangkat seorang Letnan menjadi Mayor hanya dalam beberapa jam. Kita harus maklum karena negara memang sedang butuh perjuangan besar.
3. Satu senapan dibagi lima orang prajurit
Tak seperti sekarang, dulu alutsista tentara Indonesia itu miris. Kita hanya punya sedikit sekali persenjataan. Alhasil, agar tetap bisa berjuang, ketika itu tentara harus berbagi senjata. Satu senapan dipakai untuk lima orang.
Senapannya sendiri adalah hasil rampasan dari Jepang atau sisa Belanda dan jumlahnya sangat sedikit dan kondisinya tidak layak. Makanya sangat masuk akal kalau orang-orang dulu hanya berjuang dengan memakai bambu runcing atau golok-golok, karena memang hanya itu yang dimiliki.
4. Seragam prajurit bisa lebih mewah dari komandannya
Dulu para tentara kita jarang ada yang memakai baju perang. Seragam yang sering dipakai ya hanya baju yang menempel di badan saja. Jika ada yang memakai baju tentara maka dipastikan ia mengambilnya dari pasukan musuh. Uniknya, keadaan ini membuat seorang prajurit bisa berpenampilan lebih oke dari komandannya, dan hal tersebut memang kerap terjadi.
5. Jadi perwira syaratnya sangat mudah
Tentu saja menjadi perwira itu sangat susah. Butuh pendidikan militer mumpuni, serta berprestasi. Setidaknya butuh waktu yang lama bagi seorang tentara menjadi perwira. Tapi, di masa lalu, hal ini tidak terjadi. Mau jadi perwira syaratnya sangat-sangat gampang.
Tak perlu pendidikan khusus, hanya cukup dengan merampas senjata musuh dan menunjukkannya. Bung Karno pernah bilang, Seorang sukarelawan yang mendaftarkan diri dengan membawa 10 anak buah, diberi pangkat kopral. Bila memimpin 20 orang, ia jadi sersan. Tetapi bila membawa senapan dan granat selundupan, ia menjadi perwira.
Siapa yang menyangka jika dulu ternyata seperti ini. Begitu banyak hal-hal lucu yang bikin senyum. Namun, sangat masuk akal sebenarnya jika kondisinya seperti itu. Pasalnya Indonesia memang sedang dalam masa prihatin. Meskipun begitu, semangat berjuang orang-orang dulu begitu membuncah. Atribut sama sekali bukan hal yang penting, Indonesia bisa merdeka adalah satu-satunya hal yang dipikirkan para pejuang.