Maraknya kasus bullying di Indonesia sudah sampai pada tahap mengkhawatirkan dan membutuhan kerjasama seluruh pihak agar lingkaran setan ini putus. Komisi Perlindungan Anak Indonesia bidang pendidikan mengungkapkan bahwa per tanggal 30 Mei 2018 terdapat 161 kasus kekerasan. Dari jumlah tersebut terungkap data anak korban kasus kekerasan dan bullying mencapai 22,4% dan anak pelaku kekerasan dan bullying mencapai 25,5%.
Apa sih pengertian bullying?
Orpinas dan Horne (dalam Rachmatan & Shella, 2017) mendefinisikan bullying sebagai bagian dari perilaku agresif yang memiliki karakteristik ketidakseimbangan kekuasaan (power), perilaku yang disengaja dan dilakukan berulang setiap waktu. Ketidakseimbangan kekuasaan dimaksudkan sebagai adanya gap atau perbedaan jarak kekuasaan antara pelaku dan korban bullying.
Diena yang merupakan Founder Yayasan Sejiwa Diena Hariyana mengatakan bahwa semua perilaku termasuk ucapan, bahasa tubuh, bahkan tatapan mata yang menyakiti seseorang sudah dapat dikategorikan sebagai tindakan bullying. Bahkan jika tindakan tersebut hanya sekali dilakukan, maka hal tersebut juga sudah termasuk bullying.
Apa alasan pelaku bullying melakukan tindakan ini?
Aksi perundungan ataubullyingyang terjadi pada sesama siswa sekolah dasar di SD Negeri 023 Pajagalan, Kota Bandung, Jawa Barat pada bulan Agustus 2018 lalu menjadi sorotan. Peristiwa yang rekaman videonya kemudian viral di media sosial itu ternyata dipicu aksi mengacungkan kaus kaki bekas kepada wajah korban saat hendak makan. Saat si korban hendak makan, salah satu temannya kemudian mengambil kaus kaki itu dan diberikan kepada korban hingga keduanya kesal (Viva, 2018).
Kebanyakan anak yang menjadi pelaku bullying biasanya ingin menunjukkan perasaan berkuasanya atau biasa disebut dengan superiority complex. Menurut Alfred Adler (dalam Schultz & Schultz, 2009) superiority complex merupakan suatu kondisi yang berkembang ketika seseorang lebih mengompensasi (mengimbangi) perasaan rendah diri yang normal. Orang seperti ini mungkin merasa puas dengan dirinya sendiri dan merasa superior. Mereka cenderung suka membanggakan dirinya sendiri, sombong, angkuh, egois dan terlebih lagi suka merendahkan orang lain.
Dampak perilakubullyingterhadap korban.
Perasaan superiority complex yang dimiliki oleh pelaku bullying dapat mengakibatkan perasaan trauma pada korbannya, sehingga berdampak kepada nyawa korban bullying. Dampak jangka panjang pada korban bullying adalah merasa cemas yang berkelanjutan, penyesuaian sosial yang buruk, ingin pindah atau bahkan putus sekolah, sulit berkonsentrasi di kelas dan timbul rasa takut.
Sedangkan dampak dari korban bullying secara fisik biasanya mengalami pusing, mual muntah, jantung berdebar, nafsu makan menurun, dan demam. Secara psikologis korban bullying biasanya mengalami murung, trauma, gelisah, cemas, harga diri rendah, isolasi sosial, depresi dan bahkan sampai muncul pemikiran untuk bunuh diri. Korban bullying juga lebih cenderung untuk bolos karena takut pergi ke sekolah, sehingga banyak dari korban bullying yang pada akhirnya mengalami putus sekolah.
Dampakperilakubullyingterhadap pelaku.
Perilaku bullying tidak hanya berdampak kepada korbannya saja, tetapi juga kepada para pelaku bullying itu sendiri karena adanya perasaan superiority complex, memiliki rasa percaya diri yang tinggi dengan harga diri yang tinggi pula, namun digunakan dalam hal yang negatif.
Para pelaku bullying memiliki kebutuhan kuat untuk mendominasi orang lain, kurang berempati terhadap orang lain, tidak dapat mengembangkan hubungan yang sehat, kurang cakap untuk memandang dari perspektif lain, menganggap bahwa dirinya kuat dan disukai sehingga dapat mempengaruhi pola hubungan sosialnya di masa yang akan datang. Dengan melakukan bullying, pelaku akan beranggapan bahwa mereka memiliki kekuasaan terhadap keadaan. Jika dibiarkan terus-menerus, perilaku bullying ini dapat menyebabkan terbentuknya perilaku lain berupa kekerasan terhadap anak dan perilaku kriminal lainnya.
Mulailah sadar kepada apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan dari diri kita sendiri. Gunakanlah kelebihan dan kekurangan tersebut untuk perilaku yang positif dan tidak merugikan orang lain. Dengan mengurangi kondisi superiority complex yang terdapat di dalam diri kita sendiri, kita dapat menyehatkan kondisi fisik dan mental diri kita sendiri maupun orang lain.