Oleh masyarakat luas, kondisi keuangan yang kurang baik telah lama dikaitkan dengan kondisi gangguan mental. Namun faktanya kondisi keuangan merupakan penyebab sekaligus akibat bagi masalah kesehatan mental. Bingung? Yuk, simak beberapa fakta mengenai keuangan dan kesehatan mental yang tanpa disadari menjadi sebab dan akibat satu sama lain berikut ini.
Masalah keuangan menyebabkan persoalan kesehatan mental.
Dalam sebuah artikel yang pernah di-publish moneyandmentalhealth.org, hampir satu dari lima (18%) individu dengan masalah kesehatan mental memiliki masalah utang. Masih dalam artikel yang sama, individu yang mengalami masalah kesehatan mental tiga setengah kali lebih mungkin memiliki masalah utang dibandingkan mereka yang tidak memiliki masalah kesehatan mental (5%). Ditambahkan dalam artikel lain berjudul Debt and Mental Health yang dipublish oleh Royal College of Psychiatrists pada tahun 2017 satu dari dua orang dewasa yang berutang memiliki masalah kesehatan mental. Wow.
Masalah keuangan yang berdampak pada kesehatan mental tidak hanya terbatas pada masalah keuangan jangka panjang seperti utang. Kondisi saat seorang individu kehilangan pekerjaan, mengalami pengurangan pendapatan, hingga tiba-tiba perlu membayar biaya tak terduga seperti kebakaran, akan menempatkan mereka pada kondisi ketidakstabilan finansial jangka pendek yang selanjutnya mungkin dapat berkembang menjadi perasaan stres dan cemas. Dalam kasus yang lebih serius selain perasaan stres dan cemas, masalah keuangan juga dapat menyebabkan timbulnya beberapa perilaku berisiko, di antaranya perilaku makan berlebihan atau makan makanan tidak sehat, kurang tidur, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan, hingga menarik diri dari teman dan keluarga.
Hal ini sejalan dengan hasil survei American Psychological Association(APA) yang menunjukkan bahwa 33% individu di Amerika mengatakan mereka akan makan terlalu banyak atau makan makanan tidak sehat sebagai respons langsung terhadap stres. Perilaku-perilaku berisiko seperti makan berlebihan, makan makanan tidak sehat, dan kurang tidur telah lama dihubungkan dengan peningkatan risiko timbulnya gangguan kesehatan mental yang lebih serius.
Kemiskinan menjadi perhatian tersendiri bagi kesehatan mental.
Jika permasalahan keuangan dan kesehatan mental di kalangan menengah ke atas mungkin adalah seputar bagaimana mengatur keuangan hingga utang, berbeda bagi kalangan menengah ke bawah. Kondisi kemiskinan di masa kanak-kanak hingga pada individu dewasa dapat menyebabkan masalah kesehatan mental karena beberapa faktor seperti adanya tekanan sosial, stigma, maupun trauma.
Seperti yang kita ketahui kesehatan mental seorang individu dibentuk oleh beberapa faktor, di antaranya oleh kondisi sosial, lingkungan dan ekonomi di mana mereka dilahirkan dan tumbuh dewasa. Mengutip artikel berjudul Poverty and Mental Health: Policy, Practice and Research Implications tahun 2020, digambarkan bahwa 23% laki-laki dan 26% perempuan yang lahir dan tumbuh di daerah yang identik dengan kemiskinan di Skotlandia dilaporkan mengalami tekanan kesehatan mental yang menunjukkan kemungkinan gangguan kesehatan mental serius dibandingkan hanya 16% laki-laki dan perempuan yang tinggal di lingkungan yang lebih baik.
Ditambahkan dalam penelitian Kohort pada 20 ribu responden berjudul Association Between Area Deprivation and Major Depressive Disorder in British Men and Women menunjukkan bahwa laki-laki yang tinggal di daerah paling miskin memiliki kemungkinan mengalami depresi daripada mereka yang tinggal di daerah tidak berkekurangan. Faktor utama yang diduga berhubungan dengan fenomena tersebut karena adanya perasaan tanggung jawab untuk memberikan nafkah bagi keluarga. Sedangkan bagi perempuan, meskipun tinggal di lingkungan miskin tidak memengaruhi angka kejadian depresi secara signifikan, namun hasil penelitian menunjukkan perempuan memiliki kecenderungan merasakan cemas lebih tinggi.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar oleh Kemenkes tahun 2018 menunjukkan angka pravalensi depresi penduduk usia lebih dari 15 tahun mencapai 6,1%. Lima provinsi dengan pravalensi depresi tertinggi secara berturut-turut terdapat di Sulawesi Tengah, Gorontalo, NTT, Maluku Utara, dan NTB. Di mana kelima provinsi Sulawesi Tengah, Gorontalo, NTT dan NTB masuk ke dalam 10 provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik tahun 2020.
Sebaliknya masalah kesehatan mental juga menyebabkan terganggunya keuangan.
Pada Juni tahun 2016 dalam laporan berjudul How Mental Health Problems Affect Financial Capability, di mana Money and Mental Health Policy Institute menyurvei hampir 5.500 individu dengan masalah kesehatan mental. Dalam survei tersebut tim menanyakan kepada responden bagaimana kesehatan mental mereka mempengaruhi situasi keuangan mereka, dan hasilnya individu-individu tersebut secara konsisten menyampaikan bahwa masalah kesehatan mental yang mereka alami mempersulitnya dalam mengatur beberapa masalah keuangan, seperti membelanjakan kebutuhan sesuai kemampuan mereka, membayar tagihan tepat waktu, dan merencanakan keuangan masa depan. Ditambahkan 72% responden mengatakan bahwa masalah kesehatan mental yang mereka alami memperburuk situasi keuangannya.
Setiap gangguan kesehatan mental memiliki permasalahan dalam mengatur keuangan masing-masing. Beberapa masalah keuangan yang secara umum dialami oleh individu dengan masalah kesehatan mental di antaranya belanja yang berlebihan, menabung yang berlebihan, kesulitan menyusun budgetting hingga berisiko mengalami penipuan.
Belanja memang secara singkat dapat menciptakan suasana hati yang lebih baik, namun sayangnya sensasi tersebut hanya sementara. Beberapa individu mungkin akan mengulangi kebiasaan belanja untuk memperoleh kebahagiaan tersebut yang tanpa sadar menjadikan adanya pengeluaran berlebihan, kecanduan belanja, hingga jatuh dalam siklus utang.
Sebaliknya menabung secara berlebihan bagi sebagian individu mungkin akan memberikan rasa aman dan mengurangi kecemasan yang tidak logis, sayangnya perilaku obsesif ini malah akan menimbun uang yang mungkin sebenaranya perlu untuk digunakan saat ini. Sehingga sangat perlu menemukan keseimbangan antara menabung dan belanja agar dapat melindungi masa depan, tapi tetap menikmati hari ini.
Menyusun budgetting keuangan terutama akan menyulitkan individu dengan ADHD karena sering kali mengalami masalah konsentrasi dalam jangka waktu yang lama. Dan yang terakhir adalah bagaimana korban penipuan keuangan sering kali memiliki kebutuhan kesehatan mental yang lebih besar karena kesehatan mental yang tidak optimal dapat mengaburkan penilaian individu terhadap tanda bahaya penipuan.
Bagaimana cara memiliki keuangan yang sehat untuk kesehatan mental yang lebih baik?
1. Buat budgetting.
Menyusun budget dan berusaha untuk menerapkan anggaran yang sudah ditetapkan dapat membantu kita mencapai keseimbangan yang sehat antara pembelanjaan dan menabung. Individu dengan ADHD yang mengalami kesulitan dapat meminta bantuan atau pengawasan orang terdekat saat kesulitan budgetting.
2. Atasi stress.
Beberapa kegiatan yang telah terbukti mengurangi stres di antaranya meditasi, olahraga, makan makanan sehat, membaca buku, menghabiskan waktu dengan teman baik ataupun keluarga, dan masih banyak lagi.
3. Minta bantuan.
Tidak ada salahnya meminta bantuan profesional seperti konsultan keuangan, tenaga kesehatan, ataupun orang terdekat jika kita sudah merasa masalah keuangan dan kesehatan mental ini mengganggu kehidupan kita sehari-hari.
4. Bersyukur.
Berapa pun uang yang saat ini dimiliki itu adalah bagian dari rejeki kita. Jangan lupa untuk disyukuri. Banyak sedikitnya adalah sesuatu yang tentu saja perlu kita pertanggungjawabkan. Bagian terpenting bukan seberapa banyak uang dan aset yang kita miliki, namun persepsi dan tanggung jawab pada apa yang kita miliki. Gratitude turns what we have into enough.
Siap untuk memiliki kondisi keuangan dan kesehatan mental yang lebih baik?