Beberapa tahun terakhir ini bioskop Indonesia memang sedang hangat-hangatnya dibombardir oleh film-film horror lokal yang tentunya tidak semua berhasil sukses, baik secara kritik maupun komersil. Diawali oleh Danur:I Can See Ghosts(Awi Suryadi, 2017), para produserdi negeri ini seakan latah untuk mengikuti kesuksesan film produksi MDpictures tersebut.
Pada bulan September tahun 2017 lalu, Pengabdi Setan (Joko Anwar, 2017) hadir ke permukaan dan langsung meraih banyak kesuksesan. Hasil karya seorang master film horror Indonesia ini berhasil menjadi film horror Indonesia terlaris sepanjang masa dan film Indonesia terlaris di tahun yang sama dengan perilisannya. Tak cukup di situ saja, film ini juga berhasil mendapatkan 13 nominasi di ajang Festival Film Indonesia (FFI) 2017 dan dengan bangga keluar sebagai film yang membawa piala terbanyak. Film produksi Rapi Films ini berhasil memboyong 7 Piala Citra.
Hingga saat ini, masih banyak film horror lokal bersliweran di bioskop. Sejujurnya hal ini mulai terasa melelahkan karena tidak semua film terasa benar-benar dibuat serius. Beberapa di antaranya terasa mentah bahkan asal-asalan namun tetap dirilis hanya untuk meraup banyak keuntungan.
Tapi tenang, rasanya kita baru saja menemukan satu film lagi yang bisa meyakinkan kita kembali bahwa film horor tanah air bisa tampil luar biasa kalau memang ditangani dengan serius. Film ini terbilang hadir cukup tepat waktu di tengah keputusasaan dan rasa bosan penikmat film lokal yang sudah cukup lama dijejali film-film yang buruknya bukan main. Apa ya kira-kira? Penasaran?
There you go...
Sunyi (Awi Suryadi, 2019), merupakan sebuah adaptasi bebas dari salah satu film horror fenomenal Korea Selatan berjudul Whispering Corridors (Park Ki-hyung, 1998). Film ini bercerita tentang Alex, murid kelas satu di sekolah terkenal bernama Abdi Bangsa yang memiliki tradisi senioritas. Anak kelas satu akan dianggap sebagai budak, anak kelas dua akan mengganggap dirinya sebagai raja, dan anak kelas tiga akan menganggap dirinya sebagai dewa. Selain itu, sekolah ini juga mempunyai cerita kelam tentang kasus pem-bully-an yang bahkan hingga memakan korban.
Semua anak baru tidak diperbolehkan masuk ke kantin, perpustakaan, bahkan toilet. Mereka juga harus selalu menunduk jika bertemu dengan kakak kelasnya. Hal-hal inilah yang membuat Alex gerah dan tidak betah di sekolah barunya itu. Namun, ia hanya bisa menuangkannya ke dalam sketsa-sketsa keren di buku hariannya. Hingga suatu saat ia mulai akrab dengan Maggie, gadis cantik yang ia temui dari hari pertama sekolah yang ternyata merupakan kunci dari kejadian-kejadian aneh yang ia alami setelah dipaksa melakukan kegiatan pemanggilan hantu oleh kakak kelasnya.
Bertutur dengan sangat tenang, film hasil kolaborasi dengan CJ Entertainment ini akan sangat mudah dinikmati dari awal hingga selesai. Awi Suryadi terasa cukup mahir dalam menyampaikan cerita dengan tempo yang santai namun tanpa pernah terasa membosankan. Naskah yang ditulis oleh Agasyah Karim, Khalid Kashogi, dan Awi Suryadi ini juga terbilang cukup baik. Semua karakter mempunyai porsi yang pas, tidak ada yang terbuang percuma atau mendapatkantreatmentyang dianak tirikan.
Penampilan semua pemain bisa dikatakan baik,not special,tapi tentu tidak buruk. Angga Yunanda yang berperan sebagai Alex dirasa sudah cukup menampilkan performa terbaiknya walau masih terasa kaku di beberapa bagian. Amanda Rawless yang berperan sebagai Maggie terlihat cukup tenang dan berada pada porsi emosi yang pas, tidak berlebihan. Selain mereka berdua, castsyang lainnya pun mampu menampilkan akting terbaiknya. Mungkin kekurangan yang cukup terasa ada pada trio pem-bullyyang kurang garang. Mempunyai bagian penceritaan yang cukup berpengaruh, mereka masih terasa 'baik' dalam menindas 'budak-budaknya'.
Dua hal yang benar-benar tampil memukau adalah music scoredancinematographyyang tampil stunning. Pemilihan lokasi yang amat sangat tepat, memberikan ruang yang cukup luas untuk bereksperimen dalam pengambilan gambar yang tentunya tidak disia-siakan oleh film ini.
Mungkin,jumpscares masih akan selalu ada di film-film horror dan kadang menjadi penyakit yang ingin segera disembuhkan. Tapi selama penempatannya di waktu yang tepat, hal ini bukan tidak mungkin bisa menjadi sebuah kelebihan, dan film ini tahu betul di mana ia harus menyimpan kejutan-kejutan itu.
Secara keseluruhan, film Sunyi berhasil tampil baik dan sudah sangat pantas memposisikan diri sebagai salah satu film horror lokal terbaik tahun ini. Terlepas dari masih adanya kekurangan, namun semuanya berhasil ditutupi oleh banyaknya kelebihan yang film ini miliki. Film ini sudah dirilis secara luas pada 11 April 2019 kemarin.
Jangan sampai melewatkan kesempatan untuk melihat salah satu karya terbaik tahun ini. Film ini juga bisa menjadi pembuktian kalau sineas perfilman di negara kita masih mampu memproduksi film yang niat. Yuk #BanggaFilmIndonesia.