Siapa yang tidak suka nasi padang. Makanan khas minang kabau ini terkenal se nusantara bahkan hingga ke eropa. Namun sadar tidak kalau porsi nasi padang kalau dibungkus dibawa pulang ke rumah lebih banyak ketimbang saat makan di tempat?
Dilansir dari kompas.com hal itu memang sudah menjadi kebiasaan orang minang. Para pedagang nasi memang selalu memberikan porsi lebih bagi masyarakat yang membeli untuk dibawa ke rumah.Orang padang berpikiran, jika nasi dibawa ke rumah kemungkinan yang makan tidak sendiri.
Ada juga yang menyebutkan di zaman penjajahan dahulu yang dapat menikmati masakan padang di rumah makan adalah orang-orang elite saja. Seperti Saudagar kaya dan kolonial Belanda. Mereka itu biasanya yang meramaikan rumah makan padang dahulunya.
Namun, pemilik rumah makan padang ingin orang-orang pribumi dapat menikmati juga masakan daerahnya sendiri. Maka, diakalilah dengan cara dibungkus. Orang-orang pribumi dapat menikmati masakan daerah sendiri dengan cara tidak makan di tempat. Porsi nasinya pun dibanyakin agar orang pribumi bisa berbagi dengan lainnya.
Dulu rumah makan juga dikenal dengan rumah makan Ampera. Nama Ampera sendiri singkatan dari Amanat Penderitaan Rakyat.
Namun, dilansir dari merdeka.com, menurut sastrawan asal Padang, Yusrizal beda porsi tersebut karena persoalan biaya pelayanan. Jika makan di tempat, orang-orang mendapat pelayanan lebih dari pada yang dibawa pulang atau di bungkus. Dia menyebutkan, di kota Padang membeli makanan apapun kalau di bawa pulang memang jauh lebih banyak porsinya dibanding makan di tempat.
"Contohnya kalau beli soto, nasi dan kuah soto lebih banyak kalau di bawa pulang." ujarnya.
Namun ada juga yang menyebutkan bahwa persoalan porsi ini terkait biaya sabun cuci dan upah mencuci piring.
Terlepas dari itu semua, saat ini ada juga warung nasi padang yang tidak membedakan porsi makan di tempat atau bungkus. Bahkan ada juga warung yang mempersilahkan pembeli mengambil sendiri nasi dan lauk pauknya.