Tiap suku di Indonesia tentunya memiliki kekhasan yang berbeda satu dengan lainnya. Tidak hanya pakaian adat dan rumah adat suatu suku yang khas dan memiliki makna, cerita, atau filosofi di baliknya. Ternyata makanan khas Indonesia juga masing-masing memiliki ceritanya sendiri.
Tentunya cerita, makna atau filosofi itu sifatnya sebagai sesuatu hal yang dianut atau dipercaya oleh masyarakat suku terkait, tapi tidak ada salahnya juga apabila kamu ingin mengetahuinya untuk menambah wawasan. Berikut ini adalah cerita, makna atau filosofi di balik lima kuliner khas Indonesia yang banyak dikenal oleh masyarakat luas.
1. Rendang.
Foto: womantalk.com
Siapa yang tidak tahu rendang, kuliner nan lezat dengan bumbu yang mantap. Kuliner khas Sumatera Barat ini tidak hanya populer di Indonesia, melainkan juga dikenal oleh dunia. Tahukah kamu bahwa ada cerita bermakna yang mungkin sebagian besar orang tidak mengetahuinya saat menyantap rendang?
Dikutip dari sebuah jurnal berjudul Memaknai Kuliner Tradisional Di Nusantara: Sebuah Tinjauan Etis (mx2.atmajaya.ac.id), dikatakan bahwa rendang sebagai hidangan kehormatan mengandung tiga bahan yang melambangkan tingkat sosial di Minangkabau, yakni (1) daging sapi sebagai bahan utama, perlambang niniak mamak (paman) dan bundo kanduang (ibu) yang memegang posisi tertinggi dan berperan utama dalam penerusan generasi selanjutnya, (2) karambia (kelapa), perlambang cadiak pandai (kaum intelek) dan (3) lado (cabai), perlambang alim ulama yang mengajarkan syariah agama dan moral. Keseluruhan bahan itu diikat dalam bumbu yang terdiri dari 14 jenis rempah yang melambangkan keseluruhan masyarakat Minangkabau.
Di sini dapat disimpulkan bahwa di balik makanan rendang tersirat nilai-nilai filosofis bahwa semua anggota masyarakat dijalin dalam satu ikatan sosial yang tidak terpisahkan dan tetap dihormati apa pun tingkat dan peran sosialnya. Dalam kehidupan sehari-hari, rendang dimasak oleh perempuan, namun dalam ritual-ritual besar, rendang dibuat secara bergotong-royong oleh laki-laki, yang menyimbolkan adanya pembagian peran bagi perempuan untuk tinggal di rumah dan laki-laki merantau dalam rangka menaikkan status sosialnya untuk menjadi cerdik pandai (yang digambarkan dengan proses pengadukan terus-menerus sampai matang dan berwarna hitam seperti rendang). Rendang menggambarkan bahwa dalam tradisi matrilineal Minang, perempuan dan laki-laki memiliki peran yang sama-sama harus dihargai.
2. Dekke Na Niarsik (Ikan arsik).
Foto: YouTube.com
Ikan arsik adalah salah satu makanan khas suku Batak Toba berbahan utama ikan mas yang dimasak dengan berbagai rempah-rempah seperti bawah merah, bawang putih, kunyit, jahe, andaliman, rias, bawang batang, kemiri, cabe, dan lain-lain. Dikutip dari sebuah jurnal dengan judul Variasi, Keunikan, Dan Ragam Makanan Adat Etnis Batak Toba Suatu Kajian Prospek Etnobotani (jurnal.unimed.ac.id), ikan arsik berarti ikan yang dimasak kering. Jadi, ikan mas yang telah diberi rempah-rempah sebagai bumbunya, dimasak hingga airnya kering.
Ikan arsik ini selain disantap dalam menu sehari-hari masyarakat Batak Toba yang biasa dimasak di rumah ataupun dibeli di rumah makan khas Batak, juga merupakan makanan khas yang biasa disajikan pada acara adat masyarakat Batak Toba.Dikutip dari sebuah artikel dengan judul Nani Arsik, Simbol Kuliner Budaya Toba (https://www.pikiran-rakyat.com), dikatakan bahwa ikan arsik penting dalam upacara adat Batak yang terkait dengan siklus kehidupan orang Batak, seperti acara pernikahan dan dalam acara adat hantaran ikan arsik, jumlah ikan juga memiliki makna. Satu ekor diperuntukkan bagi pasangan yang baru menikah. Tiga ekor diperuntukkan bagi pasangan yang baru memiliki anak. Lima ekor untuk pasangan yang baru memiliki cucu. Tujuh ekor diperuntukkan bagi pemimpin bangsa Batak.Selain aturan mengenai jumlahnya, ada aturan lain juga yang sangat penting, yaitu tidak semua orang boleh memberikan arsik. Ada aturannya, yaitu hanya hula-hula atau kerabat dari pihak istri yang boleh memberikan ikan arsik, seperti orang tua kandung, saudara laki-laki pihak istri, atau komunitas marga istri.
3. Ayam betutu.
Foto: id.wikipedia.ac.id
Bagi kamu yang pernah berwisata ke pulau Bali, kemungkinan besar sudah pernah merasakan nikmatnya ayam betutu sebagai salah satu kuliner khas Bali. Ayam berbumbu rempah-rempah yang lengkap seperti bawang merah, bawang putih, cabe merah, kemiri, kencur, lengkuas, jahe, kunyit, daun jeruk, ketumbar, pala, merica, gula aren, garam, terasi, dan lainnya, yang dimasak dengan cara dibakar hingga matang tidak hanya lezat rasanya, aromanya juga menggugah selera. Selain ayam, ada juga yang menggunakan bebek sebagai bahan utamanya.
Sama seperti makanan khas lainnya, tentunya makanan ayam betutu juga memiliki ceritanya sendiri. Dikutip dari sebuah jurnal dengan judul Betutu Bali, Menuju Kuliner Diplomasi Budaya Indonesia (https://www.researchgate.net), dikatakan bahwa kuliner ayam betutu ini pada awalnya difungsikan sebagai makanan persembahan terhadap Ida Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa, dan hasil persembahannya disantap bersama-sama. Namun, perkembangan berikutnya difungsikan sebagai hidangan kaum raja-raja dan keluarganya dan kelompok sosial.
4. Nasi jangkrik.
Foto: inibaru.id
Bagi kamu yang baru pertama kali mendengar nama nasi jangkrik, mungkin merasa geli membayangkan nasi dengan lauk jangkrik. Tapi, sebetulnya makanan khas daerah kota Kudus ini tidak mengandung unsur jangkrik. Hanya disebut nasi jangkrik oleh masyarakat setempat dan yang biasa disajikan atau dibagikan saat upacara tradisi di Kudus, yaitu upacara Buka lawur.
Dikutip dari sebuah jurnal dengan judul Makna Simbolis Dan Filosofis Kuliner Tradisional Pada Upacara Tradisi Di Kudus (https://ejournal.undip.ac.id), dijelaskan bahwa nasi jangkrik ini terdiri dari nasi dan sedikit daging kerbau atau kambing yang dibungkus daun jati. Dimasak dengan menggunakan bumbu uyah asem atau sering disebut bumbu jangkrik. Prosesi pembagian nasi jangkrik ini merupakan salah satu dari rangkaian acara Buka lawur atau Selametan Kanjeng Sunan Kudus. Masyarakat Kudus percaya bahwa nasi jangkrik tersebut membawa berkah bagi yang mendapatkannya, seperti terjaga kesehatannya.
5. Gunungan Gerebeg.
Foto: indonesiakaya.com
Di Yogyakarta, setiap tahun diadakan acara rakyat yang dikenal masyarakat dengan sebutan Sekaten. Sekaten biasanya diselenggarakan di alun-alun Kraton dengan beragam kemeriahan dan salah satunya adalah Garebeg.
Dikutip dari sebuah jurnal dengan judul Representasi Pangan dalam Komunikasi Ritual (jurnal.uad.ac.id), pelaksanaan upacara Garebeg tempo dulu bermula dari sebuah penyakit yang membutuhkan hewan kurban. Perayaan tersebut sebenarnya untuk menghilangkan wabah penyakit yang meresahkan masyarakat dan kerajaan. Tapi akhirnya dilakukan setiap tahun.
Foto: indonesiakaya.com
Istilah Garebeg dalam bahasa Jawa berarti berjalan bersama atau mengiringi atau berjalan di belakang Raja. Upacara Garebeg yaitu upacara keluarnya hajat, alam gunungan yang merupakan sedekah selametan yang dikeluarkan oleh Raja sebagai rasa syukur dan permohonan kepada Tuhan untuk keselamatan.
Hajad ini terdiri dari banyak makanan dan hasil bumi yang dibentuk seperti gunung, jadi disebut Gunungan. Saat dikeluarkan, masyarakat akan mengambilnya beramai-ramai karena dianggap mendatangkan berkah bagi yang mendapatkannya. Tentunya tidak hanya masyarakat Jogja yang beramai-ramai memeriahkan acara ini, para wisatawan biasanya juga tertarik untuk ikut dalam keramaian ini.
Demikian cerita di balik lima kuliner khas Indonesia yang merupakan warisan budaya bangsa kita. Semoga bermanfaat untuk memperkaya wawasan kita semua.