Walau mendapat kesan dan stereotype sebagai permainan untuk anak-anak (terutama dari golongan/kelompok orang tua yang tidak mengikuti perkembangan teknis serta industri video game dunia), namun video game tetaplah sebuah industri yang memiliki dinamika sama seperti industri hiburan lain.Ada pasang surut. Dan tentu saja ada kontroversi yang muncul menghilang silih berganti sepanjang masa.
(Sumber gambar: BBC)
Kontroversi yang menaungi industri video game memang cenderung dianggap remeh oleh publik di luar industri gaming karena diposisikan sebagai bisnis segmentedalias bisnis yang memiliki pasar sempit dan tidak global seperti bisnis film atau hiburan audio visual lain.
Dan pada satu titik pandang, hal ini bisa jadi benar.Karena dari beberapa kejadian kontroversial di industri game, seluruhnya muncul dan jadi bahan pembicaraan (atau lebih tepatnya perdebatan yang tidak sehat) hanya di wilayah Amerika Serikat saja. Sangat jarang diketahui dan terekspose sebuah kontroversi di industri video game di luar wilayah Amerika Serikat.Setidaknya ini dapat terlihat di sepanjang tahun 2018 kemarin.
Keserakahan dan eksploitasi dari developer/publisher video game modern.
(Sumber gambar: Last Boss Gaming)
Menyedihkan melihat video game semakin dikuasai oleh metode bisnis DLC atau "Downloadable Content". Para kreator dan distributor video game ini seakan-akan menjual sebuah game yang "setengah jadi" untuk kemudian menjual sisa dari game tadi secara eceran.
Jika dianalogikan dapat digambarkan seperti ini, seorang pembuat kue menciptakan sebuah kue yang berbentuk dasar / barebones. Krim, hiasan buah, cokelat tambahan, dan berbagai aksesoris kue lainnya mereka jual terpisah. Jadi si pembuat kue mendapatkan keuntungan lebih banyak ketimbang menjual kue yang lengkap dengan hiasannya. Atau kamu bisa melihat gambar di bawah ini.
Ilustrasi lain DLC (Sumber gambar: Severus Games)
Bisnis video game masa kini mengadopsi metode dagang demikian. Sehingga hampir jarang terlihat sebuah video game yang dijual Full Sejak Awal di masa kini; tidak seperti dulu di mana sebuah game dijual komplet tanpa ada tendensi untuk mengeruk keuntungan dari menjual bagian-bagian game itu sendiri secara terpisah. Karakter rahasia, misalnya. Atau kostum tambahan. Zaman sekarang semua itu dijual terpisah dari game utama.
Battle Pass, Season Pass ataupun Loot Boxes juga merupakan bentuk-bentuk eksploitasi developer/publisher games pada gamers. Mereka akan berdalih kalau semua hal itu hanyalah opsional alias tidak wajib dilakukan/dibeli oleh gamers. Dan walaupun hal itu secara esensial benar, tapi rasanya semua gamers ingin memiliki sebuah game dalam kemasan "sempurna". Komplet, semua ada. Bukan game yang cuma 'dasarnya saja'.
Sehingga mereka, suka nggak suka, akhirnya harus membeli berbagai add-ons alias tambahan-tambahan tadi jika menginginkan sebuah game komplet seperti yang seharusnya.
Sexual harassment alias pelecehan seksual serta kericuhan di lingkungan developer/publisher video game.
(Sumber gambar: Gameslaught)
Hal ini tidak berbeda dengan berbagai kasus yang sama di lingkungan industri lain, namun belakangan ini semakin marak terungkap ke publik (utamanya di negara seperti Amerika Serikat).
Seperti misalnya kasus yang melibatkan developer "Riot Games"; di mana pegawai pria ditengarai sering melecehkan rekan kerja mereka yang wanita dengan tindakan asusila seperti mengirim foto alat kelamin lewat koneksi internet smartphone .
Pihak Riot Games sendiri menyesalkan kejadian tersebut dan meminta maaf. Namun selanjutnya mereka malah melakukan tindakan kontroversial; yaitu memecat pegawai yang bersuara keras dalam kasus tersebut. Sebuah tindakan yang berujung tuntutan hukum serius.
Kontroversi lain dibuat oleh "Rockstar Games"; perusahaan kaya raya berkat game seperti serial GTA dan Red Dead. Rockstar dituduh menerapkan jam kerja yang tidak manusiawi, yaitu lebih dari 100 jam dalam seminggu saat mengerjakan game Red Dead Redemption 2.
(Sumber gambar: Lifeoralevel)
Ada pula kasus pemecatan 250 orang karyawan "Telltales Games" yang terkesan brutal karena mereka hanya mendapat waktu 30 menit untuk meninggalkan gedung setelah pemberitahuan pemecatan serta dicabutnya jaminan kesehatan mereka pasca pemecatan.
Beberapa mantan pegawai yang marah menggunakan Twitter untuk mengekspresikan kemarahan mereka yang tidak mendapatkan pesangon layak setelah sebelumnya bekerja keras bagai kuda dengan jam kerja panjang di perusahaan tersebut.
Hal-hal kontroversial di industri video game sepanjang tahun 2018 kemarin memang terjadinya di Amerika Serikat saja. Di negara industri gaming lain seperti Jepang tidak terdengar (atau terungkap ke publik) masalah-masalah seperti yang dialami Amerika. Padahal mungkin di Jepang hal-hal lebih buruk bisa saja terjadi. Jam kerja harian yang panjang serta hirarki Senior/Junior lebih lekat di budaya kerja orang Jepang.Tapi hingga tahun 2018 berakhir, belum terdengar adanya kontroversi di industri video game Jepang seperti yang terjadi di Amerika Serikat.
Apakah kamu punya cerita lain soal kontroversi di bisnis video game sepanjang 2018 kemarin? Suarakan pendapat dan opini kamu!