Selama lebih dari dua bulan, perhatian media nasional dan internasional fokus pada wabah virus Corona,penyakit yang diyakini berasal dari Kota Wuhan di Provinsi Hubei, Cina.Penyakit akibat virus Corona terbaru atau disebut COVID-19 terpantau sudah terkonfirmasi di 69 negara hingga Senin (2/3/2020) dengan kasus terbaru terkonfirmasi di Indonesia.
COVID-19 telah menginfeksi lebih dari 110.000 orang, mengklaim 3.840 jiwa di 100 negara.Wabah ini telah menyebabkan berbagai tingkat kekacauan di berbagai negara ketika orang-orang bergegas ke apotek dan pengecer untuk membeli dan menimbun masker, kertas toilet, obat-obatan, makanan, dan persediaan lainnya.
Cina sendiri telah mengkarantina seluruh kota.Namun, dalam beberapa minggu terakhir, telah ada sejumlah komentator yang mengkritik liputan media tentang wabah tersebut, mengecam anggapan publik yang dianggap terlalu berlebihan terhadap penyebaran penyakit ini.COVID-19 mirip dengan dengan flu musiman, namun ada sedikit perbedaan.
Gejala kedua virus tersebut.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), flu dapat menyebabkan hingga 45 juta penyakit setiap tahunnya.Seperti disebutkan sebelumnya, selama 9 minggu, COVID-19 telah menyebabkan lebih dari 110.000.Dengan demikian, kedua virus sangat menular.
Kesamaan tidak berhenti di situ.Dalam hal gejala, flu musiman (influenza A dan influenza B) biasanya dikaitkan dengan gejala seperti batuk, sakit tenggorokan, pilek, sakit otot, sakit kepala dan kelelahan.Pada pasien yang lebih muda, flu juga dapat menyebabkan muntah dan diare.Terlebih lagi, flu juga memiliki masa inkubasi antara satu hingga lima hari, setelah itu individu yang terinfeksi akan mulai mengalami gejala.
Mayoritas orang dapat berharap untuk sembuh dari flu dalam satu hingga dua minggu. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) merinci bahwa hanya 1 persen pasien yang memerlukan rawat inap.
Namun, COVID-19 adalah jenis yang sama sekali tidak dikenal dan karenanya jauh lebih sedikit yang diketahui tentang virus ini beserta gejalanya.Dari studi terbaru yang ada, virus ini dikaitkan dengan demam lebih dari 100 derajat Fahrenheit (37,7 derajat celcius), batuk kering, dan sesak napas.Persentase yang lebih kecil juga menunjukkan hidung meler dengan sebagian kecil dari populasi yang terinfeksi menderita diare, muntah, dan mual.
Dalam kasus yang serius, biasanya ditemukan pada pasien dengan gejala lemah atau immunocompromised, pneumonia juga merupakan kondisi umum.Selain itu, periode laten COVID-19 dilaporkan antara 2 hingga 14 hari, selama waktu itu pasien tanpa gejala masih dapat menularkan virus ke orang lain.
Mana yang lebih berbahaya?
Meskipun flu tampaknya menyebabkan lebih banyak infeksi, ada vaksin yang tersedia di masyarakat luas.Ada juga obat antivirus yang tersedia yang berfungsi untuk mempersingkat durasi infeksi.
Menurut sebuah laporan New York Times, tingkat kematian akibat flu musiman adalah sekitar 0,1 persen.Tingkat penularan virus sering disebut sebagai 'angka reproduksi dasar' atau R0 (R-nol).Itu adalah perkiraan rata-rata orang yang terinfeksi oleh satu orang.Studi menunjukkan bahwa flu musiman memiliki R0 1,3.
Dengan COVID-19, saat ini tidak ada vaksin komersial yang tersedia.Sementara penelitian sedang berlangsung dan beberapa laporan menunjukkan bahwa vaksin yang layak tersedia dalam 12 hingga 18 bulan ke depan.
Laporan terbaru yang keluar dari Cina juga menunjukkan bahwa jenis COVID-19 telah menunjukkan kecenderungan untuk bermutasi sehingga semakin mempersulit upaya pengembangan vaksin.Sejauh tingkat penularan COVID-19, studi awal menunjukkan bahwa ia mungkin memiliki R0 antara 2 dan 3, sehingga membuatnya lebih menular daripada flu musiman.Namun harus disebutkan bahwa tingkat penularan virus tergantung pada berbagai faktor seperti usia, tingkat kekebalan, dan kepadatan penduduk.Akhirnya, tingkat kematian COVID-19 secara global, dilaporkan, 3,4 persen membuatnya jauh lebih mematikan daripada flu musiman.
Perlu dicatat, bahwa studi tentang virus dan pengaruhnya masih terus diteliti, dan dengan demikian, angka ini kemungkinan akan berubah selama beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan ke depan.Terlebih lagi, keakuratan tingkat ini juga dipengaruhi oleh kasus-kasus yang mungkin tidak terdiagnosis atau salah didiagnosis.