Bagi pengemar serial Upin Ipin, tentu tidak asing dengan kehadiran Salleh sebagai salah satu karakternya. Penampilan dan perilakunya yang "berbeda" dari laki laki pada umumnya, menarik perhatian penonton. Tampilan fisik dan gayanya ketika berbicara, berjalan, atau berinteraksi dengan karakter lain cenderung feminin, meski Salleh sendiri berjenis kelamin laki-laki. Bahkan dalam beberapa episode, Salleh justru meminta agar dipanggil dengan nama Sally, yang identik dengan nama perempuan.
Tidak heran bila kemudian keberadaan karakter Salleh dipersoalkan terutama dari kalangan orang tua. Mereka merasa keberatan dengan ditampilkannya karakter seperti halnya Salleh di serial yang diperuntukkan bagi kalangan anak-anak. Alasannya, Salleh memberikan contoh yang tidak baik bagi anak-anak, terlebih anak-anak balita yang masih pada fase meniru.
Sebaliknya, ada pula kalangan orang tua yang justru merasa senang dengan ditampilkannya karakter seperti halnya Salleh di serial anak anak. Menurut kalangan ini, Salleh justru dapat mengenalkan sedini mungkin pada anak-anak realitas identitas gender di luar laki-laki dan perempuan secara natural dalam masyarakat.
Polemik kehadiran karakter Salleh sebagai transgender di serial Upin Ipin menambah panjang alasan yang melatarbelakangi perlunya dilakukan penelitian terkait isu representasi transgender di media. Sampai saat ini, persoalan representasi isu transgender yang ditampilkan dalam berbagai bentuk media masih menjadi masalah penting dan serius, baik secara kuantitas maupun kualitas.
Sejumlah penelitian representasi transgender di film maupun serial fiksi televisi, menghasilkan temuan bahwa karakter transgender ditampilkan dalam stereotip negatif, tidak secara akurat mencerminkan pengalaman nyata kalangan transgender. Sehingga, rasanya menjadi penting sekaligus menarik bila dilakukan penelitian terkait penggambaran karakter Salleh sebagai transgender di serial Upin Ipin.
Minimal ada tiga alasan yang melatarbelakanginya. Pertama, penelitian ini hendak mengambil objek penelitian serial animasi anak-anak. Selama ini penelitian representasi transgender pada umumnya dilakukan di media film fiksi yang diperuntukkan bukan untuk kalangan anak-anak.
Kedua, penelitian ini merupakan salah satu upaya memperkaya penelitian representasi terkait identitas transgender yang lebih kompleks. Representasi transgender yang ditampilkan media film sampai saat ini dominan ditampilkan dari kalangan orang kulit putih dan heteroseksual.
Ketiga, penelitian ini hendak mengeksplorasi bagaimana masyarakat dan lingkungan sosial yang memiliki latar belakang kehidupan masyarakat mayoritas muslim menerima keberadaan kalangan transgender.
Secara umum hasil penelitian menghasilkan temuan bahwa transgender dengan latar belakang budaya timur dan penduduk mayoritas muslim, ditampilkan secara lebih halus terutama dalam hal penampilan dan perilaku. Bahkan transgender direpresentasikan ke arah yang lebih positif, melalui keragaman persoalan yang melibatkan relasi transgender dengan masyarakat dan penerimaan sosial terhadap keberadaan mereka di lingkungan. Identitas transgender ditampilkan lebih kompleks melalui karakter Salleh, yang ditampilkan sebagai individu yang memiliki sifat positif, senang membantu, inovatif, serta memahami norma adat dan agama dengan baik.
Salleh sebagai karakter transgender ditampilkan sebagai salah satu karakter minor dalam serial ini. Hal ini tampak dari jumlah episode dan durasi yang menampilkan Salleh dalam jumlah kecil bila dibandingkan dengan keseluruhan jumlah episode dan total durasi serial ini. Namun demikian, meski merupakan karakter minor dalam serial ini, karakter ini digambarkan secara positif, sehingga dalam setiap persoalan penting yang diangkat dalam serial, karakter Salleh dipastikan mengambil perannya. Di samping itu, karakter Salleh digambarkan tidak ragu menunjukkan identitas transgendernya di lingkungan sosialnya. Hal ini disebabkan karena lingkungan sosial tempat di mana Salleh berada bersedia menerima keadaannya.
Tampilan karakter Salleh sebagai transgender menambah kompleksitas identitas transgender yang ingin ditampilkan melalui film. Oleh karena Salleh dalam serial ini ditampilkan dengan jelas identitas etnisnya, melalui ciri-ciri fisik, postur tubuh, dan dialek yang diucapkan. Keyakinan atau agama yang dianutnya, melalui kebiasaan dan perayaan keagamaan yang dilakukan karakter ini dalam sejumlah episode.
Usia tidak pernah diungkapkan secara eksplisit, diperkirakan berada pada kisaran usia 20-30 tahun. Sementara status digambarkan sebagai lajang atau belum menikah. Terkait dengan orientasi seksual transgender, serial ini tidak menampilkannya melalui karakter Salleh, diduga karena serial ini diperuntukkan kalangan anak-anak, maka materi tersebut dianggap belum sesuai dengan perkembangan usia anak-anak.
Dalam serial Upin Ipin, karakter Salleh sebagai transgender acap kali ditampilkan sebagai topik utama cerita episodenya. Artinya, sebagai transgender, Salleh memiliki relevansi yang positif dalam keseluruhan cerita serial Upin Ipin. Sebagai tokoh utama cerita dalam sejumlah episode, Salleh digambarkan sebagai transgender yang inovatif dan melek teknologi, Salleh yang memiliki jiwa sosial dan kepedulian yang tinggi terhadap sesama dan Salleh yang cinta dan dekat dengan kehidupan anak-anak.
Berikutnya, terkait identitas genital transgender, melalui karakter Salleh, pembicaraan hal ini terbuka. Kalangan transgender tidak keberatan dipanggil nama aslinya sesuai dengan jenis kelamin saat lahir. Sementara terkait tampilan fisik, melalui karakter Salleh, serial ini semakin mengonfirmasi tampilan transgender yang selama ini digambarkan terkesan feminin. Hanya saja, Salleh yang mewakili transgender dalam serial ini meski tampilan fisiknya digambarkan secara feminin, namun tidak secara vulgar. Bahkan dalam serial ini, Salleh ditampilkan mengalami perubahan tampilan dari feminin ke maskulin di episode episode terbaru pada musim ke-15 masa penayangannya.
Sementara itu, pada kategori interaksi sosial, representasi transgender pada karakter Salleh ditampilkan dengan adanya penerimaan yang baik dari lingkungan sosial. Salleh sebagai bagian kalangan transgender ditampilkan memiliki hubungan yang harmonis dengan semua karakter di serial ini. Meski Salleh ditampilkan pernah mengalami pelecehan fisik dan psikologis terkait identitas transgendernya, namun Salleh digambarkan sebagai seorang yang santun dan memahami adat serta agamanya. Sayangnya dalam serial ini, Salleh tidak digambarkan memiliki relasi keluarga dan romantis dengan pasangan. Hal ini diduga karena materi mengenai hal tersebut belum sesuai dikonsumsi kalangan anak-anak.
Menyoal penyajian karakter Salleh sebagai transgender dalam serial Upin Ipin, seharusnya dapat dilihat sebagai sebuah upaya advokasi yang ditujukan pada para pembuat film untuk menceritakan kepada khalayak bagaimana kehidupan transgender di lingkungan dengan keragaman masyarakat secara berimbang. Sekaligus sebagai wacana di masyarakat untuk memberikan dukungan secara positif terhadap kalangan transgender dengan tidak mengucilkan mereka dalam kehidupan keseharian.