"Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia."
Kurang lebih begitulah isi dari teks Sumpah Pemuda. Semenjak teks tersebut diproklamasikan, bahasa Indonesia secara tidak langsung disahkan sebagai bahasa nasional. Bahasa pemersatu bangsa. Bahasa yang umum digunakan di wilayah teritorial Nusantara.
Di Indonesia sendiri, Badan Bahasa Kemendikbud pada tahun 2017 mencatat sedikitnya terdapat 652 bahasa daerah di Indonesia. Angka tersebut menunjukkan bahwasannya Indonesia memiliki keberagaman budaya. Keberagaman tersebut menandakan bahwa Indonesia merupakan negara yang dibentuk dari kemajemukan masyarakatnya.
Secara tidak langsung, narasi bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa ialah bahwa untuk mempersatukan bangsa, mempersatukan kemajemukan, diperlukan sistem bahasa yang bisa dimengerti oleh semua kalangan dari setiap budaya bahasa yang berbeda-beda. Maka dari itulah bahasa Indonesia dipilih sebagai bahasa pemersatu bangsa. Tetapi, tahukah kamu bahwa bahasa Indonesia memiliki perubahan ejaan dari sebelum dan sesudah kemerdekaan?
Ejaan Van Ophuijsen.
Ejaan Van Ophuijsen ini adalah ejaan pertama bahasa Indonesia yang digunakan pada tahun 1901di mana pada saat itu masih disebut sebagai bahasa Melayu. Ejaan tersebut disusun oleh seorang Belanda bernama Charles A. Van Ophuijsen yang dibantu Engku Nawawi Selar Soetan Mamur dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Yang menjadi ciri khas pada ejaan ini adalah gaya penulisan yang digunakan masih menggunakan /dj/, /tj/, dan /oe/.
Ejaan Soewandi/Republik.
Ejaan ini disahkan pada tahun 1947 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 264/Bhg.A. Ejaan ini disusun oleh Mr. Raden Soewandi yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Ejaan ini masih sangat terpengaruh pada ejaan sebelumnya, hanya saja gaya penulisan pada ejaan ini sering kali menggunakan tanda baca kutip satu ('), /ra'yat/, dan /Jum'at/, misalnya.
Ejaan Pembaharu.
Ejaan ini disahkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II yang diadakan di Medan pada tahun 1954. Kongres ini dipimpin oleh Mohammad Yamin untuk menyempurnakan ejaan sebelumnya, yaitu ejaan Soewandi.
Ejaan Melindo.
Pada tahun 1959 akhir, ejaan Melindo diwacanakan menurut Perjanjian Persahabatan Indonesia dan Malaysia. Ejaan tersebut diharapkan dapat menyempurnakan ejaan sebelumnya yang dianggap menyulitkan dalam penulisannya. Namun, ejaan tersebut gagal disahkan akibat terjadinya konfrontasi Indonesia dengan Malaysia pada tahun 1962.
Ejaan Baru/Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK).
Untuk menggantikan ejaan Melindo yang gagal disahkan, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan pada tahun 1967 mengeluarkan ejaan bahasa yang baru. Singkat cerita, ejaan ini adalah kelanjutan dari Ejaan Melindo yang sebelumnya gagal diresmikan.
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD).
Ejaan ini disahkan pada 1972 pada masa menteri Mashuri Saleh. Ejaan ini mengalami dua kali penyempurnaan atau perbaikan. Perbaikan pertama pada tahun 1987 dan perbaikan kedua pada tahun 2009. Ejaan ini digunakan cukup lama, dijadikan sebagai pedoman berbahasa dan kepenulisan sampai tahun 2015.
Ejaan Bahasa Indonesia (EBI).
Pada tahun 2015, upaya pemerintah menyempurnakan ejaan bahasa menemukan titik terang pembaruan. Pada tahun tersebut diresmikanlah ejaan baru oleh Anies Baswedan yang saat itu menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Ejaan tersebut dijadikan pedoman berbahasa Indonesia dan juga kepenulisan sampai saat ini.
Maka dengan demikian,melalui proses panjangnya dalam menyempurnakan bahasa, ejaan bahasa Indonesia dinilai menjadi alat utama komunikasi verbal untuk menyatukan kemajemukan yang membangun bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia telah eksis bukan hanya di dalam negeri, melainkan juga di luar negeri. Bahasa Indonesia dipelajari di beberapa negara, maka tidak ada alasan untuk tidak mempertahankan bahasa Indonesia. Dan akan sangat relevan jika teks Sumpah Pemuda terus dikumandangkan untuk menjaga semangat berbahasa Indonesia.