Selama ini film yang mengangkat tema superhero selalu menarik perhatian karena memiliki penggemar dan penonton dalam jumlah banyak di seluruh dunia. Sehingga tak mengherankan bila berbagai perusahaan produsen film seperti Marvel Entertainment, Warner Brothers, hingga Disney berlomba-lomba menghasilkan film dengan tema superhero. Namun sayangnya, sebagian besar karakter yang ditampilkan sebagai superhero adalah karakter pria. Bahkan dalam keseluruhan produksi Marvel Entertainment, hanya ada satu karakter superhero perempuan yang memiliki filmnya sendiri, yaitu Captain Marvel, meskipun sebenarnya jumlah superhero perempuan yang muncul dalam komik meningkat.
Pada tahun 2019 Marvel Studio merilis film Captain Marvel dan Infinity War: End Game yang menampilkan sosok Captain Marvel sebagai superhero terkuat dari Marvel Universe. Menariknya, Captain Marvel merupakan perempuan yang ditampilkan sebagai sosok superhero dengan kekuatan sangat besar. Berbeda halnya dengan penggambaran sosok perempuan di industri perfilman selama ini yang lebih sering mendapat stereotip negatif. Thornham dalam Gamble (2010) menyatakan bahwa perempuan sering kali ditindas dalam dunia perfilman dengan memerankan citra sebagai objek seks, korban atau kaum yang lemah, hingga sosok penggoda laki-laki. Hal ini pun terjadi pada karakter perempuan yang menjadi tokoh utama dalam sebuah film, baik film bergenre drama maupun aksi. Sering kali perempuan ditampilkan membutuhkan bantuan dari sosok laki-laki dalam film tersebut.
Berbicara representasi (penggambaran) sosok perempuan di media, tidak dapat dilepaskan dari konsep feminitas dan teori-teori feminisme. Penelitian mengenai media feminis belakangan ini telah bergeser dari ketertarikan dalam mengkritisi stereotip gender menjadi melihat pada bagaimana penggambaran wanita dalam media dipahami oleh penonton. Menurut Hermes dalam McQuail (2010) kita perlu memahami bagaimana media merepresentasikan gender karena konstruksi feminitas dan maskulinitas adalah bagian dari ideologi dominan. Bahkan media masih menawarkan panduan dan contoh bagaimana perilaku wanita seharusnya.
Pada dasarnya ada dua isu penting yang muncul dalam kritik feminis, yaitu sejauh mana teks media yang ditujukan untuk hiburan bagi wanita dapat memberikan perasaan terbebas meskipun teks tersebut mewujudkan realitas masyarakat patriarkal dan lembaga keluarga. Selanjutnya adalah sejauh mana teks-teks media massa ini menolak stereotip gender dan mencoba memperkenalkan bagaimana model peran positif dapat memiliki efek pemberdayaan bagi perempuan.
Meski terdapat berbagai macam teori yang menjadi dasar pergerakan feminisme di dunia, dalam merepresentasikan feminisme karakter Captain Marvel, hanya dua teori yang akan digunakan, yakni feminisme liberal dan feminisme radikal. Rokhmansyah (2016) menyatakan bahwa dasar aliran feminisme liberal adalah bahwa setiap manusia memiliki hak asasi yaitu hak untuk hidup, hak mendapatkan kebebasan, dan hak untuk mencari kebahagiaan. Feminisme liberal beranggapan bahwa sistem patriarki dapat dihancurkan dengan cara mengubah sikap masing-masing individu, terutama sikap kaum perempuan dalam hubungannya dengan laki-laki. Kaum feminis liberal menentang pandangan biologisme yang menganggap perbedaan antara laki-laki dan perempuan berpangkal pada perbedaaan biologis. Untuk menghilangkan diskriminasi dan ketimpangan sosial, perempuan harus diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mendapatkan pendidikan dan kesempatan kerja. Inti utama dalam feminisme liberal adalah kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai bidang.
Sedangkan dalam feminisme radikal, penindasan terhadap perempuan berakar pada ideologi patriarki yang mengatur laki-laki dan perempuan secara umum. Menurut Jones, Bradbury, dan Buotillier (2016) patriarki merupakan bentuk kekuasaan laki-laki atas perempuan; bagi feminis radikal, laki-lakilah yang menindas perempuan, bukan sistem ekonomi. Perkawinan adalah sumber institusional dari eksploitasi oleh laki-laki terhadap perempuan. Ekploitasi ini juga ditemukan dalam pekerjaan, pendidikan, media, dan seterusnya. Murniati (2004) menyatakan bahwa untuk membebaskan kaum perempuan dari kondisi patriarki, kekuasaan pria harus dihapuskan dengan cara menghapus perbedaan status, peran, dan temperamen mereka yang didasari oleh jenis kelamin. Sehingga secara sederhana, dapat dilihat bahwa feminisme liberal menuntut adanya kesetaraan, sedangkan feminisme radikal menginginkan hilangnya patriarki, dengan menghilangkan kekuasaan laki-laki, bahkan untuk tidak memiliki hubungan romantis dengan laki-laki.
Bagaimana dengan representasi feminisme yang ditampilkan melalui karakter superhero Captain Marvel?
Karakter Captain Marvel merepresentasikan dua nilai atau dua teori feminism, yaitu feminisme radikal dan feminism liberal. Sisi feminisme radikal dalam film ini terutama terlihat dari kekuatan Captain Marvel yang lebih dari semua tokoh laki-laki di dalam film (over powerful). Hal ini menunjukkan ciri feminisme radikal yang ingin mengubah tatanan patriarki yang selama ini ingin membalik struktur posisi laki-laki dan perempuan di masyarakat. Selain itu sosok Captain Marvel sering kali ditampilkan berdiri atau berjalan di depan karakter lainnya termasuk karakter laki-laki dalam film ini. Penempatan sosok Captain Marvel yang selalu berada di depan ini, seakan-akan memperlihatkan bahwa ia adalah sosok pemimpin dan sosok pelindung dari karakter lainnya. Beberapa kali Captain Marvel juga ditempatkan pada posisi yang lebih tinggi atau terlihat lebih tinggi dari posisi karakter lainnya dengan arah pengambilan gambar dari low angle view di mana teknik ini biasa digunakan untuk memperlihatkan kekuatan dan kekuasaan karakter dalam sebuah film.
Karakter Captain Marvel juga merepresentasikan feminisme liberal di mana ia sebelum memiliki kekuatan super, selalu berusaha untuk mendapatkan posisi dan kesempatan yang sama dalam pekerjaan dan aspek kehidupan lainnya. Hal ini dapat dilihat dari adegan-adegan yang menampilkan usaha keras Carol/Captain Marvel untuk dapat diterima dan bisa menjadi pilot perempuan. Meskipun terjatuh, ia tetap berusaha bangkit hingga berhasil menjadi pilot. Selain itu sosok Captain Marvel ketika berbincang dengan karakter lainnya baik laki-laki ataupun perempuan, sangat sering diposisikan sejajar dalam duduk, maupun posisi kamera yang eye level dengan posisi mata penonton. Hal ini menunjukkan kesetaraan di antara dua karakter yang sedang berbicara.
Namun, dari berbagai representasi feminisme yang terdapat dalam karakter Captain Marvel, sayangnya sosok perempuan kuat harus ditampilkan sejajar atau lebih dari laki-laki karena ia memiliki kekuatan super, bukan karena kekuatan yang berasal dari dirinya sendiri. Hal ini tentu tidak sesuai dengan realitas yang ada di masyarakat di mana tidak dibutuhkan kekuatan super untuk dapat diakui dan dianggap setara dengan laki-laki.