Jika mendengar nama Kanada mungkin di pikiranmu bakal terlintas seputar Justin Trudeau dan Justin Bieber. Kedua nama tersebut sangat dielu-elukan kehadirannya oleh para penggemar. Selain terkenal sebagai negeri penghasil tokoh papan atas, Kanada juga mempunyai sepak bola yang justru tidak kalah serunya untuk menyaksikan penampilan para pemainnya di lapangan hijau.
Bagi yang belum tahu, sepak bola Kanada ternyata sudah menunjukkan tanda-tanda kemajuan pesat demi mewujudkan misi go international. Hal ini dibuktikan dengan adanya tim Kanada yang turut berpartisipasi di MLS setiap musimnya serta merekrut pemain bintang yang berpengalaman di kompetisi Eropa.
Tidak berhenti sampai di situ, pemain muda berbakat Kanada yaitu Alphonso Davies berhasil mengantarkan Bayern Munich Juara Liga Champion Eropa 2019/20 setelah mengalahkan tim bertabur bintang PSG. Pencapaiannya yang spektakuler ini menobatkan dirinya sebagai pesepak bola Kanada pertama yang meraih gelar Liga Champion Eropa sepanjang sejarah.
Keberhasilan Alphonso Davies rupanya mampu menginspirasi pesepak bola Kanada lainnya untuk berani hijrah ke negeri Eropa demi mengharumkan nama sepak bola Kanada di mata dunia. Sebagian dari mereka ada yang berakhir sukses dengan membawa segudang prestasi dan ada juga yang tampil mengecewakan sehingga jarang diberi kesempatan bermain selama beberapa menit.
Di balik semua kelebihannya, perkembangan sepak bola di Kanada memang bisa dikatakan jauh tertinggal dibandingkan Amerika Serikat dan Brazil. Pasalnya, sebagian besar warga Kanada lebih menyukai olahraga berbau musim dingin seperti ski es, ice climbing, ice diving,dan sebagainya yang sudah dianggap sebagai olahraga nasional sendiri.
Biar tidak melulu disindir, Kanada harus benar-benar serius dalam mengembangkan sepak bolanya secara drastis. Walaupun animo penontonnya terbilang kurang antusias, sepak bola Kanada suatu saat nanti bakal bangkit pada waktunya asalkan didukung oleh sarana dan fasilitas yang terbaik.
Mau tahu pemain Kanada mana saja yang mencatatkan sejumlah prestasi di Eropa? Berikutini daftarnyayang dilansir dari berbagai sumber.
1. Scott Arfield (Rangers).
Foto: www.skysports.com
Pemain berdarah Skotlandia sekaligus kapten Timnas Kanada yang terkenal dengan selebrasi hormat setiap kali mencetak gol ini memang layak menjadi panutan bagi pesepak bola dunia. Hal ini terbukti ketika dia jarang sekali menjatuhkan pemain tim lawan secara fatal seperti kebanyakan pesepak bola lain.
Berkat aksi fairplay-nya, suporter tim lawan selalu memberikan sanjungan berupa standing ovation kepada Arfield sebagai tanda menjunjung tinggi sportivitas selama bertanding. Sejak saat itu, Arfield dinobatkan sebagai pemain Kanada yang bersih dari segala pelanggaran mana pun.
Nama Arfield baru mencuat ketika dia sukses membawa Burnley promosi ke Premier League 2014/15. Walaupun timnya gagal juara karena kalah selisih poin oleh Leicester City, dia bersyukur masih bisa diberi kesempatan mencicipi atmosfer Premier League untuk pertama kalinya.
Tidak hanya sekadar bermain, dia juga ikut turut andil dalam mencetak gol ke gawang Chelsea lewat tendangan menyilang yang sukses mengecoh kiper Thibaut Courtouis. Sayangnya, gol Arfield ini malah membawa Burnley semakin terpuruk setelah Chelsea unggul jauh berkat ketajaman para strikernya. Meski menuai kekalahan telak, Arfield telah sukses mencetak gol pertama bagi Burnley di Premier League perdananya.
Fakta menariknya adalah Arfield ternyata belum pernah mengunjungi Kanada sepanjang hidupnya. Dilansir dari goal.com, gelandang andalan Rangers tersebut mengaku terkejut saat menyaksikan tanah kelahiran ayahnya yang penuh dengan keindahan pesona alam serta budayanya. Hal ini membuat Arfield seperti terkena gejala homesick atau rindu sama kampung halaman akibat terlalu lama merantau di Skotlandia sejak lahir.
2. Atiba Hutchinson (Besiktas).
Foto: www.sportsnet.ca
Gelandang legendaris Timnas Kanada ini sering mengalami cedera lutut berkepanjangan di mana ia terpaksa menghabiskan waktu di ruang perawatan. Walaupun sedang dalam kondisi kritis, dia sempat menyatakan keinginannya untuk kembali tampil bermain di lapangan. Alih-alih diturunkan dari menit awal, posisinya malah digantikan oleh pemain muda yang potensial dan jauh lebih bugar darinya. Belajar dari kesalahannya di masa lalu, Hutchinson tetap berusaha semaksimal mungkin hingga akhirnya dia berhasil menembus starting XIdi setiap klubnya.
Jauh sebelum kariernya menurun, Hutchinson pernah menjadi pujaan hati para fans di pengujung era 2000-an berkat kecepatan larinya yang sukses menembus pertahanan tim lawan. Saking hebatnya, aksi luar biasa Hutchinson ini mulai disanjung oleh Stale Solbakken pelatih FC Copenhagen saat itu yang pertamakali menemukan bakat Hutchinson lewat video rekaman. Dalam hatinya, dia merasa Hutchinson sangat pantas bermain di benua Eropa karena kemampuannya dalam mengolah si kulit bundar jauh lebih unggul dibandingkan pesepak bola lain.
Siapa sangka, perkataan Solbakken tentang anak emasnya justru benar adanya karena Hutchinson saat ini masih menikmati zona nyamannya di berbagai klub Eropa dengan memperkuat Copenhagen, PSV Eindhoven, serta Besiktas. Di antara ketiga klub papan atas Eropa tersebut, momen terbaik Hutchinson baru terjadi saat dia membela Besiktas. Tendangan halilintar yang mengejutkan gawang tim lawan lewat kaki kirinyamenjadi faktor keberhasilan Besiktas dalam mempertahankan gelar juara dua musim berturut-turut Super Lig selama kurun waktu 2015 hingga 2017. Tidak hanya membantu timnya dalam mematahkan dominasi Galatasaray, kehadiran Hutchinson seolah membuktikan dirinya sebagai model percontohan pesepak bola Kanada yang sukses berkarier di tanah Eropa.
Selain berkontribusi bagi timnya, Hutchinson juga diganjar penghargaan individual semasa memperkuat Copenhagen, yaitu pemain terbaik Danish Superliga sepanjang musim 2009/10. Lebih membanggakan lagi, dia menjadi pemain pertama dari Amerika Utara yang pernah mendapatkannya. Seolah tidak puasdengan prestasinya, Hutchinson masuk starting XIdalam turnamen CONCACAF Awards 2016 di mana posisinya mulai sejajar dengan Christian Pulisic dan Giovanni Dos Santos.
3. Milan Borjan (Red Star Belgrade).
Foto: www.theglobeandmail.com
Menangkap bola secara cekatan serta kecerdasannya dalam memantau pergerakan pemain tim lawan merupakan ciri khas yang lekat pada Milan Borjan. Kiper bertubuh jangkung andalan Red Star Belgrade ini mempunyai catatan cleansheet terbaik versi transfermarkt.com. Dengan statistiknya yang mengerikan, para pemain tim lawan sempat dibuat frustasi setengah mati sampai-sampai mereka kesulitan mencari celah untuk membobol gawang Borjan yang penjagaannya super ketat. Maka dari itu, Borjan sering dijuluki "Iker Casillas"-nya Benua Amerika oleh para fans.
Performa Borjan yang semakinkeren mulai terbawa saat berhadapan dengan Liverpool di penyisihan grup UEFA Champions League 2018/19. Aksi penyelamatannya dalam menghalau umpan jauh Mohammed Salah dari luar kotak penalti merupakan kenangan manis Borjan yang tak akan pernah terlupakan. Sebagai bentuk keberhasilannya, dia langsung mengangkat tangan ke atas sekaligus merayakan kemenangan dramastis Red Star Belgrade atas Liverpool.
4. Fraser Aird (Valour).
Foto: www.dailymail.co.uk
Sebelum pulang kampung ke Valour FC, Fraser Aird dulunya adalah didikan akademi Rangers. Selama bermain di sana, dia mulai bekerja keras untuk menembus tim utama Rangers demi menunjang karier masa depannya. Supaya lebih meyakinkan pelatih, dia rela berlatih joggingsekitar 20 km hingga larut malam lalu diteruskan dengan push updan squat jump sebanyak ratusan kali.
Semua pengorbanan Aird ternyata tidak berakhir mengecewakan. Pada musim 2013/14 Scottish League One, dia secara mengejutkan dipanggil oleh Walter Smith untuk memperkuat lini pertahanan Rangers yang hampir keropos pasca ditinggalkan sejumlah pemain bintang. Sejak terpilih masuk starting XI Rangers, dia mulai menjelma sebagai penyerang menakutkan yang selalu memberikan beberapa assist pada rekan-rekannya dimana hasil tendangan Aird terbukti menghasilkan gol berkat strategi free kick.
Prestasinya yang paling dikenang adalah dia merupakan anggota generasi emas Rangers dalam meraih gelar Scottish Third Division 2012/13 dan Scottish League One 2013/14 di tengah-tengah masalah krisis keuangan. Setelah puas juara di dua turnamen kasta kedua, Aird masih setia bermain di Rangers dari zaman Scottish Championship hingga Scottish Premiership sebelum akhirnya melanglang buana ke Vancouver Whitecaps dan klub Skotlandia lainnya.
Di luar lapangan, Aird pernah terlibat kasus kontroversial. Saat sedang asyik menonton pertandingan Celtic vs Rangers di Celtic Park, dia nekat melakukan selebrasi mengepalkan tangan pada suporter Celtic dari tribun suporter Rangers. Dikutip dari thescottishsun.co.uk, aksi selebrasinya tersebut dituding menyindir pemain Celtic yang lagi dilanda kekalahan menyakitkan atas Rangers. Akibat perbuatannya, Aird nyaris dihukum oleh Federasi sepak bola Skotlandia dengan cara menerapkan larangan masuk ke Celtic Park seumur hidup.
Namun karena Aird mengaku khilaf, dia secara resmi meminta maaf pada fans dan manajemen Celtic sebagai bentuk pertanggungjawabannya. Setelah ditelusuri, Aird ternyata memberikan supportpada mantan rekan-rekannya di Rangers untuk bermain lebih impresif dan atraktif demi membanggakan suporter Rangers. Jadi, kabar penghinaan Celtic oleh Aird hanyalah isapan jempol belaka.
5. Steven Vitoria (Moreirense).
Foto: www.publico.pt
Bek berdarah Portugal dari kedua orang tuanya ini sangat jago dalam urusan mencetak gol dari arah mana saja. Saat bertanding di CONCACAF Nations League A musim 2019/20, Vitoria sempat menggemparkan publik Amerika Serikat ketika dia menjebol gawang Brad Guzan lewat sundulan kepalanya sambil melompat lebih tinggi. Aksi spektakuler Vitoria ini memang belum bisa menyelamatkan Timnas Kanada dari kekalahan tetapi gol Vitoria ditetapkan sebagai salah satu gol terbaik sepanjang CONCACAF Nations League bergulir.
Pemain yang pernah satu tim dengan Egy Maulana Vikri semasa memperkuat Lechia Gdansk ini menjadi saksi sejarah treble winnerBenfica di antaranya juara Primera Liga, Taca de Portugal, dan Taca de Liga pada musim 2013/14. Tidak hanya berprestasi di tanah Portugal, Vitoria juga mendapat medali perak UEFA Europa League 2013/14 walaupun tidak ikut berpartisipasi di final Benfica vs Sevilla akibat terkena cedera hamstring.