Setiap tumbuhan memerlukan kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Kondisi lingkungan tempat tumbuhan berada selalu mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi mungkin saja masih berada dalam batas toleransi tumbuhan tersebut, tetapi sering kali terjadi perubahan lingkungan yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas atau bahkan kematian pada tumbuhan. Hal ini menunjukkan bahwa setiap tumbuhan memiliki faktor pembatas dan daya toleransi terhadap lingkungan (Purwadi dalam Subaryanti, et al., 2020).
Pertumbuhan adalah proses dalam kehidupan tanaman yang mengakibatkan perubahan ukuran tanaman semakin besar dan juga yang menentukan hasil tanaman. Pertumbuhan merupakan bertambahnya sel yang menyebabkan bertambah besarnya jaringan, organ, dan akhirnya menjadi keseluruhan makhluk hidup.
Pertumbuhan pada tanaman tidak terlepas oleh adanya faktor-faktor yang memengaruhi, baik itu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari tubuh tumbuhan itu sendiri seperti faktor genetik dan hormon. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar tubuh tumbuhan tersebut yaitu dari lingkungan. Faktor eksternal yang memengaruhi pertumbuhan meliputi cahaya, ketersediaan nutrisi, air, kelembapan, dan suhu. (Maghfiroh, 2017).
Faktor-faktor lingkungan yang memengaruhi pertumbuhan tanaman.
Faktor-faktor lingkungan atau faktor-faktor luar yang memengaruhi dan umumnya tidak menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman biasanya didefinisikan sebagai cekaman. Cekaman atau stres merupakan kondisi lingkungan yang dapat memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan, reproduksi, dan kelangsungan hidup tumbuhan. (Tedjaswarana dalam Rachmawati & Wardiyati, 2017).
Semakin menurunnya pertumbuhan tanaman diduga dikarenakan oleh stres lingkungan yang dialami oleh tanaman akan mengakibatkan tanaman untuk memperlihatkan perubahan-perubahan pada proses pertumbuhannya. Mulai dari perubahan fisiologis sampai pada perubahan-perubahan metaboli. Perubahan yang terjadi bisa terlihat dengan tanaman tumbuh kerdil, menguning, dan bahkan lama-kelamaan akan mati. (Rachmawati & Wardiyati, 2017).
1. Faktor air.
Ketersediaan air adalah cekaman abiotik yang dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan pada tanaman. Air merupakan faktor utama yang berperan pada proses fisiologi tanaman. Air merupakan bagian dari protoplasma dan menyusun 85-90% dari berat keseluruhan jaringan tanaman dan air merupakan reagen yang penting dalam fotosintesis dan dalam reaksi-reaksi hidrolisis. Air merupakan pelarut garam-garam, gas-gas dan zat-zat lain yang diangkut antar sel dalam jaringan untuk memelihara pertumbuhan sel dan mempertahankan stabilitas bentuk daun. Air berperan dalam proses membuka dan menutupnya stomata (Song, et al. dalam Felania, 2017).
Jumlah air yang dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman bervariasi, tergantung pada jenis tanaman. Dalam kehidupan tanaman, air berperan sebagai pelarut unsur-unsur hara yang terkandung dalam tanah, sehingga dapat diambil oleh tanaman dengan mudah melalui akar dan diangkut ke bagian tanaman yang membutuhkan (termasuk daun yang berfotosintesis) melalui xylem; sebagai pelarut hasil fotosintesis untuk didistribusikan ke seluruh bagian tanaman melalui floem dan fotosintat tersebut akan digunakan oleh tanaman untuk proses pertumbuhan.
2. Faktor cahaya.
Cahaya sangat besar artinya bagi tumbuhan, terutama karena perannya dalam kegiatan fisiologis seperti fotosintesis, respirasi, pertumbuhan serta pembungaan, pembukaan dan penutupan stomata, perkecambahan dan pertumbuhan tanaman. Penyinaran matahari mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi dan hasil tanaman melalui proses fotosintesis. Penyerapan cahaya oleh pigmen-pigmen akan memengaruhi pembagian fotosintat ke bagian-bagian lain dari tanaman melalui proses fotomorfogenesis (Nurshanti dalam Susilawati, et al., 2016).
Cahaya matahari adalah salah satu faktor yang dapat memengaruhi dalam proses pertumbuhan tanaman dengan melalui tiga sifat yaitu intensitas cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang), dan lamanya penyinaran (panjang hari). Pengaruh pada ketiga sifat cahaya tersebut terhadap pertumbuhan tanaman yaitu melalui pembentukan klorofil, pembukaan stomata, pembentukan antosianin (pigmen merah), perubahan suhu daun dan batang, penyerapan hara, permeabilitas dinding sel, transpirasi dan gerakan protoplasma (Hanum dalam Aji, et al., 2015).
3. Faktor ketersediaan unsur hara.
Pertumbuhan pada tanaman akan meningkat apabila unsur hara yang diberikan dalam jumlah yang optimal dan jika konsentrasi ditambakan maka tidak akan memengaruhi terhadap pertumbuhan tanaman tersebut. Apabila kenaikan unsur hara yang lebih lanjut, maka dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan.
Unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dibagi menjadi dua kelompok, yaitu hara makro dan hara mikro. Hara makro yaitu hara yang dibutuhkan oleh tanaman yang berjumlah besar sedangkan hara mikro yaitu yang dibutuhkan hanya dalam jumlah kecil. Nutrisi-nutrisi yang tergolong ke dalam hara makro yaitu karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, fosfor, kalium, kalsium, besi. Sedangkan nutrisi-nutrisi yang termasuk ke dalam golongan hara mikro yaitu boron, mangan, molibdenum, seng, tembaga, dan klor.
Masing-masing unsur hara mempunyai fungsi dan proses fisiologis tanaman dan apabila tanaman kekurangan salah satu unsur tersebut, maka tanaman tersebut akan mengalami gejala defisiensi yang akan mengakibatkan penghambatan pada pertumbuhan tanaman, seperti nitrogen yang mempunyai peranan sangat besar dalam pertumbuhan tanaman.
4. Faktor suhu.
Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi suatu suhu. Setiap spesies ataupun varietas tanaman memiliki rentan terhadap suhu tertentu, yaitu suhu minimum, optimum, dan maksimum. Jika lingkungan suhu minimum maka tanaman tidak akan tumbuh. Suhu optimum akan menyebabkan pertumbuhan menjadi tinggi, sedangkan suhu di atas maksimum akan mengakibatkan tanaman tidak mengalami pertumbuhan dan tanaman akan mati jika tidak dapat beradaptasi dengan cekaman. (Salisbury & Ross dalam Andriana & Karmila, 2019).
Perubahan temperatur juga akan berpengaruh terhadap penyerapan unsur hara. Suhu tanah memengaruhi kandungan air dalam tanah. Jika suhu tanah naik maka kandungan air akan berkurang yang mengakibatkan unsur hara dan mineral tidak dapat terserap secara maksimal dan sebaliknya apabila suhu tanah rendah kandungan air dalam tanah akan meningkat dan dapat mengakibatkan pengkristalan saat kondisi lingkungan ekstrem. Kondisi seperti itu akan mengakibatkan proses respirasi berlangsung tidak maksimal sehingga terjadi translokasi pada tanaman menjadi lebih lama. Apabila translokasi berlangsung lambat mengakibatkan terganggunya distribusi unsur hara, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi lambat. Pada suhu lingkungan yang terlalu tinggi akan terjadi perusakan organ pada tanaman (Andriani & Karmila, 2019).
5. Faktor salinitas.
Cekaman salinitas dapat memengaruhi berbagai proses fisiologis dan biokimia, di antaranya menyebabkan toksisitas ion dan cekaman air. Adanya garam terlarut dalam tanah seperti NaCl, Na2SO4, MgSO4, CaSO4, KCl, MgCl2, Na2CO3 dapat menyebabkan terjadinya cekaman salinitas (Tavakolli et al., 2010 dalam Prabowo & Rachmawati, 2020).
Adanya cekaman salinitas dapat menurunkan laju fotosintesis tanaman. Penurunan laju fotosintesis disebabkan karena rendahnya konsentrasi CO2 dalam kloroplas sehingga terjadi penurunan fiksasi CO2 yang menyebabkan penurunan reduksi karbon pada siklus Calvin dan oksidasi NADP+ yang berfungsi sebagai penerima elektron terakhir pada proses fotosintesis. Adanya cekaman salinitas juga dapat menyebabkan penurunan tinggi tanaman, jumlah daun, dan luas permukaan daun tanaman (Qados, 2011 dalam Prabowo & Rachmawati, 2020). Selain itu, peningkatan NaCl juga dapat memicu penutupan stomata, menurunkan kadar klorofil total pada daun pada tanaman jagung (Turan et al., 2009 dalam Prabowo & Rachmawati, 2020).
Dalam proses fisiologi tanaman, Na+ dan Cl- diduga memengaruhi pengikatan air oleh tanaman sehingga menyebabkan tanaman tahan terhadap kekeringan. Sedangkan Cl- diperlukan pada reaksi fotosintetik yang berkaitan dengan produksi oksigen. Sementara penyerapan Na+ oleh partikel-partikel tanah akan mengakibatkan pembengkakan dan penutupan pori-pori tanah yang memperburuk pertukaran gas, serta dispersi material koloid tanah (Sipayung, 2003 dalam Jasmi, 2016).
Hasil penelitian Orndorff et al. (2008) dalam Yulianto, et al. (2017), menunjukkan bahwa kandungan Na tertukar sebesar 1,62 me/100gr pada tanah salin menyebabkan air sulit diserap oleh tanaman, akibatnya tekanan turgor menjadi rendah.