Media digital bukan barang baru bagi anak-anak yang lahir di era digital. Anak-anak masa kini sejak lahir sudah mengenal media elektronik dan digital. Sebutan bagi mereka adalah generasi digital (Digital Native). Generasi ini cenderung menginginkan kebebasan, tidak suka diatur apalagi dikekang. Mereka ingin memegang kontrol. Disinilah internet berperan menawarkan kebebasan berekspresi. Melalui akun facebook, twitter, Instagram, dan youtube, anak-anak generasi digital berusaha menunjukkan eksistensinya. Karena memang pada dasarnya mereka cenderung lebih terbuka, blak-blakan serta berpikir secara agresif untuk melakukan segala sesuatunya. Sehingga mereka sering kali ingin mendapatkan segalanya secara cepat. Salah satunya dalam memperoleh informasi baru. Mereka familiar dengan google, yahoo, atau search engine lainnya. Akibatnya, kemampuan proses belajar mereka jauh lebih cepat.
Sebaliknya, kita, sebagai orang tua yang lahir sebelum munculnya teknologi digital, sering kali gagap menghadapi dampak perubahan teknologi mekanik dan elektronik analog ke teknologi digital. Orang tua, yang lahir sebelum revolusi digital, sering disebut dengan istilah imigran digital. Sebenarnya, sebagai imigran digital, kita patut merasa bangga karena kita merupakan saksi hidup yang menyaksikan perkembangan teknologi digital, mulai dari perkembangan komputer, lahirnya internet, adaya ponsel sampai situs jejaring sosial. Para imigran digital juga menjadi saksi adanya konversi teknologi dari berbagai bentuk media pesan. Mulai dari buku yang dikonversi menjadi e-books, surat menjadi email, mesin ketik menjadi komputer, telepon menjadi ponsel (telepon seluler), gramaphone menjadi kaset, lalu CD kemudian menjadi bentuk MP3 atau dari jam analog menjadi jam digital yang bertransformasi menjadi smartwatch.
Lalu, bagaimana kita sebagai orang tua menyikapi era digital dan segala perubahannya?
Pakailah prinsip, dalam setiap perubahan, meskipun perubahan lebih baik, akan selalu ada ketidaknyamanan. Ketidaknyamanan itulah yang harus diadaptasi menjadi kenyamanan. Salah satunya melalui pendampingan terhadap generasi digital melalui parental mediation.
Parental mediation sendiri sebenarnya merupakan istilah yang jika diartikan secara sederhana adalah orang tua berperan menjadi mediator bagi anak dalam penggunaan media. Pada awalnya, istilah parental mediation digunakan dalam konsep menempatkan orang tua sebagai pendamping anak-anak ketika menonton televisi. Namun, seiring dengan datangnya era digital mengakibatkan terjadinya konversi teknologi berbagai perangkat dan media, menyebabkan pendefinisian ulang parental mediation terkait penggunaan media. Bagaimanapun juga, perangkat dan media digital adalah teknologi yang bak pisau bermata dua. Bila salah menggunakan, bisa mencelakai penggunanya. Semakin canggih perangkat yang digunakan, semakin tajam pisaunya.
Bagaimana cara orang tua dapat berperan menjadi parental mediation bagi anak di era digital?
Pertama, menambah pengetahuan kita sebagai orang tua terhadap segala hal yang menjadi kebiasaan generasi digital. Seperti, misalnya kita wajib tahu apa itu blog, twitter, facebook, serta bagaimana cara menggunakannya. Luangkan waktu kita untuk melihat situs situs yang sering dikunjungi anak-anak kita.
Kedua, bila saat ini anak-anak kita sudah terpapar perangkat digital, buatlah kesepakatan dengan mereka terkait pengunaan dan pemanfaatan perangkat media digital. Mulai dari kapan, berapa kali, serta berapa lama mereka dapat menggunakan perangkat digital. Sertakan alasan-alasan yang rasional terkait efek negatif penggunaan dan pemanfaatan perangkat media digital yang berlebihan. Misalnya hubungkan penggunaan yang berlebihan dengan kesehatan mata dan perkembangan otak, timbulnya masalah tidur, kesulitan konsentrasi, menghambat perkembangan fisik serta sosial anak. Bagi yang sudah sekolah, dapat menurunkan prestasi belajar. Sementara bagi yang anak usia dini, dibawah dua tahun, dapat menunda perkembangan kemampuan berbahasa. Intinya, adalah arahkan penggunaan perangkat dan media digital dengan jelas melalui komunikasi efektif pada anak-anak.
Ketiga, ajak anak untuk melakukan kegiatan di luar ruangan dan di dunia nyata, seperti halnya aktivitas olahraga, kesenian, permainan tradisional. Tujuannya, sebagai penyeimbang waktu yang mereka pergunakan untuk aktivitas dengan media digital.
Keempat, pinjamkan anak perangkat digital sesuai keperluan. Hal ini bertujuan agar mereka bisa belajar mengendalikan diri dan belajar menggunakannya bersama keluarga.
Kelima, pendampingan dan interaksi orang tua dengan anak selama penggunaan media digital. Biasakan menjadikan kegiatan penggunaan media digital bersama anak dengan satu perangkat pada satu kesempatan yang sama, sebagai aktifitas keluarga. Sehingga, orang tua bisa berperan mengidentifikasi program/ aplikasi yang dapat memberikan dampak positif bagi pertumbuhan anak. Kegiatan aktivitas bersama keluarga ke dunia maya, sebenarnya merupakan saat yang tepat untuk mempersiapkan anak berkunjung ke dunia maya.
Keenam, orang tua tetap perlu memonitor dan melakukan penelusuran situs situs web yang pernah dikunjungi anak. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa anak-anak tidak mengunjungi situs yang tidak sesuai dengan usia mereka. Apabila diperlukan orang tua bisa memanfaatkan program piranti lunak penyaring (web filtering) yang dapat membantu melakukan scan, ataupun memblok alamat website yang mengandung fitur yang tidak sesuai dengan perkembangan anak. Ketujuh, orang tua perlu bijaksana menggunakan perangkat digital selama berinteraksi dengan anak. Karena orang tua yang kurang bijaksana menggunakan perangkat digital, biasanya menjadi lebih kasar sikapnya pada anak atau justru mengabaikan anak.
Usia anak pun memengaruhi bentuk intervensi dari parental mediation orang tua terkait penggunaan media dan perangkat digital.
Paling tidak secara garis besar, kita bisa membagi ke dalam empat kelompok usia, yakni batita (1-3 tahun), usia kanak-kanak (4-6 tahun), usia pendidikan dasar (7-12 tahun), usia remaja (13-18 tahun). Pembagian kategori usia anak tersebut disesuaikan dengan perkembangan kematangan psikologis anak.
Pada usia batita, yang terpenting adalah orang tua menghindari penggunaan media dan perangkat digital sebagai pengganti peran orang tua bagi anak-anak. Sehingga, orang tua dituntut untuk senantiasa mendampingi serta berinteraksi dengan anak selama menggunakan media dan perangkat digital. Pembatasan waktu penggunaan media dan perangkat digital sangat penting di usia ini. Manfaatkan media digital dalam bentuk audio untuk pengenalan kosa kata, angka dan lagu. Pergunakan program atau aplikasi untuk meningkatkan ketrampilan perilaku prososial pada anak, misal sikap empati atau berbagi. Atau memanfaatkan informasi tentang berbagai macam orang dengan latar belakang berbeda untuk belajar mengenai keberagaman. Beberapa hal yang perlu dihindari dari paparan media dan perangkat digital pada kelompok usia batita antara lain tayangan yang mengandung unsur kekerasan dan seksualitas, unsur yang menakutkan, konten yang tidak tepat untuk usia anak, penggunaan bahasa yang tidak senonoh serta perilaku agresif. Karena rentang usia 1-3 tahun, anak mudah mengingat dan megulanginya lagi.
Periode berikutnya, untuk anak usia 4-6 tahun, atau istilahnya usia kanak-kanak, orang tua perlu membimbing anak untuk bisa membedakan mana yang fakta dan fantasi. Bahas persamaan dan perbedaan anak dengan tokoh favorit anak yang ada di media, tujuannya agar anak memiliki ketrampilan membedakan hal yang buruk dengan yang baik. Pada rentang usia ini, hendaknya orang tua sudah bisa belajar membuat kesepakatan yang dipahami dan dijalankan anak. Memonitor pelaksanaanya, konsisten menerapkan konsekuensi bila melakukan pelanggaran. Namun sebaliknya juga memberikan apresiasi pada anak, manakala mereka berhasil menjalankan kesepakatan. Manfaatkan program/aplikasi yang mendidik terkait dengan kesiapan sekolah, misalnya pengenalan huruf, pengetahuan dasar. Atau gunakan program/ aplikasi yang mengajarkan perilaku berteman, serta menghargai perbedaan dan keragaman yang ada. Paparan tayangan program yang perlu dihindari pada kelompok kanak-kanak, antara lain yang sarat dengan kekerasan dan seksualitas, yang bias akan pengenalan dan penyimpangan gender serta tayangan yang tokohnya menggunakan kekerasan dalam penyelesaian masalah.
Pada usia pendidikan dasar (7-12 tahun), manfaatkan program yang menunjukkan berbagai pengalaman positif yang menstimulus imajinasi. Orang tua perlu membuat kesepakatan yang isinya pembatasan waktu, penggunaan media dan perangkat digital, dengan sistem reward-punishment. Kelompok usia ini sudah mulai perlu diberikan pemahaman terkait peran laki laki dan perempuan,tentang lelucon anggota tubuh, diskusi perilaku baik dan tidak dari karakter media yang mereka lihat. Tayangan yang seharusnya dihindari pada usia 7-12 tahun, antara lain tayangan yang menampilkan agresivitas, anti sosial dan perilaku negatif lainnya. Sebaiknya juga menghindari tayangan iklan rokok atau iklan yang berlebihan menampilkan pola dan nutrisi makanan yang tidak sehat.
Pada kelompok usia remaja (13-18 tahun), orang tua tetap membuat kesepakatan dengan anaknya, konsisten pelaksanaanya, serta dimonitor dengan sistem reward dan punishment selama penggunaan media dan perangkat digital. Pada usia ini, orang tua wajib menanamkan etika berkomunikasi positif di media sosial, mengajarkan pengaturan privasi dalam media digital, khususnya media sosial dan membatasi aktifitas anak di media sosial. Mengajak anak mengeksplorasi lebih jauh minat dan bakatnya, misalnya dengan memanfaatkan media blog untuk melatih berpikir kritis dan membimbing menjadi penulis. Berpikir kritis atas tayangan informasi dengan senantiasa mengajukan pertanyaan pada diri sendiri, apa yang paling menarik dari hal ini? Manfaatkan tayangan di berbagai media dan perangkat digital untuk membicarakan berbagai karakter serta ajang memperkenalkan keanekaragaman ras, etnis, maupun ekonomi.
Parental mediation bukanlah upaya memproteksi anak, tapi perlu dipahami sebagai sarana memberikan ketrampilan yang tepat saat anak terpapar informasi dari media. Karena orang tua tidak mungkin selalu ada dan dapat selalu mengawasi aktivitas anak. Menjadi awal kesalahan bila orang tua menyerahkan keputusan penggunaan perangkat dan media digital sepenuhnya kepada anak. Sehingga, menjadi lebih peduli pada apa dan bagaimana perangkat dan media digital digunakan oleh anak merupakan faktor dominan dan penentu untuk melindungi anak dan keluarga dari penggunaan perangkat digital dan paparan media digital.