Brilio.net - Di zaman sekarang, profesi baru mulai bermunculan di mana-mana sesuai dengan kebutuhan perusahaan maupun instansi-instansi pemerintahan. Setelah lulus dari SMA/SMK maupun perguruan tinggi, banyak orang berbondong-bondong mengejar pekerjaan yang dinilai lebih berguna. Padahal ada profesi yang sangat berguna di kehidupan kita, yakni menjadi guru.
Memilih profesi menjadi guru pun kadang masih juga dianggap sebelah mata. Apalagi jika memilih menjadi guru TK, orang-orang awam menganggap pekerjaan ini sebagai profesi kelas dua. Di mana tak perlu memiliki intelektual tinggi yang penting sabar meladeni dan mengurusi anak-anak TK.
BACA JUGA :
Terungkap, ini curhat terakhir Oka Mahendra yang sebut-sebut Awkarin
Hal ini lah yang membuat profesi guru TK semakin direndahkan orang-orang yang tak paham bagaimana pendidikan anak usia dini begitu penting untuk masa depannya.
Seperti brilio.net lansir dari laman rahmaregina.com, berikut curhatan hati seorang guru TK bernama Rahma Regina yang 'menampar' orang-orang yang suka rendahkan profesi mereka, Selasa (25/7).
"Guru TK tidak Bodoh!
BACA JUGA :
5 Fakta mengejutkan kasus beras Maknyuss dan Ayam Jago di Bekasi
Misalnya nie, kalo jadi guru TK..kan ngga perlu intelektual yang tinggi..yang penting sabar. Ga perlu disiplin. Meningan nyari orang yang sabar dibandingkan intelektual untuk jadi guru TK.
Stereotip lagi. Ini keluar dari seorang penulis yang saya gandrungin semenjak saya kuliah, Ayu Utami. Dan ini pada saat forum kelas menulis yang saya ikutin semenjak bulan lalu. Ironisnya kalimat itu keluar pada saat kita belajar tentang bagaimana membuat essay untuk membongkar stereotip yang ada di sekitar kita.
Saya ngurut dada, dan hanya menghela nafas.
Saya guru TK. Dan pikiran pertama yang terlintas di pikiran saya adalah, Apa yang salah dengan guru TK sampe pantes untuk digolongkan sebagai profesi kelas dua kaya gini. Ini tahun ke- 8 saya menjadi guru TK, dan sudah banyak sentimen dari masyarakat awam tentang profesi ini. Profesi yang dianggap sebagai profesi yang tidak serius dan tidak memerlukan otak di dalam menjalankannya. Bahkan seorang penulis yang telah mengeluarkan karya luar biasa masih terjebak di dalam stereotip guru TK sehingga memandang guru TK adalah profesi yang tidak bisa diperhitungkan.
Bukan hanya dia, orang tua murid yang sering memperlakukan saya dan rekan-rekan saya selayaknya babu yang bisa disuruh-suruh juga ada. Pertanyaan-pertanyaan seperti lo lulusan S2 ngapain jadi guru TK itu sampe hapal di luar kepala. Ada lagi yang mengatakan enak dong jadi guru TK, gampang atau ketika kenalan sama seseorang terus pada saat nanya kerjaan dan saya jawabguru TK mereka akan memandang rendah dan bahkan melengos kehilangan minat berkenalan lagi.
Saya mau cerita, pernah suatu hari saya nongkrong bertiga di Starbuck Sarinah. Sebutlah dengan A dan B, si B kerjanya di the British Council. Kemudian datang 4 temen si A, langsung kenalan dan ngobrol bareng. Tiba saat dimana mereka menanyakan profesi. Si B bilang kerja di the British Council dan saya nyaut guru TK. Seketika si 4 orang ini tidak memperhitungkan saya di ruangan itu. Jangan sedih, perlakuan semacam ini bukan sekali atau dua kali. Seakan-akan profesi ini ngga pantas mendapatkan pelaku yang memiliki intelektual tinggi. Dan hal itu terucap dengan gamblang hari ini oleh idola saya.
Sedih, iya..
Marah, apalagi..
Kecewa, pasti..
Tapi, semua terjadi karena ketidak tahuan mereka dan anda tentang apa yang harus dimiliki untuk menjadi guru TK. Supaya tau, di sini saya mau jelasin dikit berdasarkan pengalaman saya sebagai guru TK.
Pertama, kemampuan berpikir dan kecerdasan (intelektual-red). Lesson plan bukan hal yang main-main buat kita. Ketika kita bodoh, kita berbicara tentang kehidupan dasar seseorang. Kalau kalian sebagai orang tua, kalian akan memaklumi ngga kalo guru TK anak kalian bodoh? Anak kalian akan sesat. Yang kita lakukan adalah merancang pembelajaran untuk dasar kemampuan seorang manusia di dalam kehidupan awal mereka. Kemampuan menulis untuk menyusun laporan juga diperlukan, baik itu harian, bulanan, atau mingguan. Laporan naratif berhalam-halaman menjadi cemilan kami, apa kalian rela kalau guru TK kalian tidak memiliki kemampuan intelektual yang tinggi? Yang penting sabar?
Kedua, Multi-tasking. Apa kalian pernah melihat guru TK yang tidak multi-tasking? Keahlian ini bukannya main-main. Jika kalian harus mengerjakan paperworks sembari memastikan murid mendapatkan basic skill dan pada saat bersamaan kita memastikan mereka di lingkungan yang aman? bukan pekerjaan yang mudah.
Ketiga, secara filosofis kami sangat idealis. Kita merupakan agen yang menanamkan pemikiran-pemikiran dasar kepada manusia. Secara tidak langsung kami harus memercayai ideologi yang kami ajarkan kepada mereka. Kalau kami bodoh, apakah kalian mau memberi anak kalian untuk ditanamkan ideologi kepada mereka?
Ke empat, Organizing event, ini lucu ya, kalau awam melihat event organizer untuk ulang tahun anak dengan HT, itu ngeliatnya keren dan di hargai. Tapi kalau ngaku guru TK, itu ngga keren lagi. Percayalah, mereka ngga ada apa-apanya dibandingkan kami. Ngatur event, udah jadi bagian dari job description kami. Jadi mau tidak mau kami harus memiliki skill dalam hal tersebut. Event apa? Banyak, dari mulai graduation sampai Christmas concert. You name it.
Ke lima, A big heart. It takes a big heart to teach a little one. Kami percaya, kami memiliki peran untuk memberi bekal dasar kepada benih bangsa. Kami harus memiliki hati yang besar untuk membentuk bangsa yang besar.
Gini deh, mungkin ini hanya pembelaan kami sebagai guru TK, tapi lewat tulisan ini, saya yakin semua guru TK, kepengen semua orang tau kalau kita bukan profesi kelas dua ya kak. Minta tolong banget untuk berenti memandang profesi ini sebelah mata, walaupun itu hak masing-masing orang.
Penelitian di tenesse yang ngelibatin 10.992 murid menyatakan
Researchers measured the effect of class size, teacher quality, and classroom quality on earnings and other future outcomes for children participating in the Student/Teacher Achievement Ratio (STAR) project in Tennessee. The study found that smaller class sizes raised college attendance, more experienced teachers increased future earnings of their students, and higher quality classrooms improved both college attendance and future earnings. Researchers found that the positive effects of early childhood education on test scores diminish over time, but positive effects on non-cognitive outcomes persist through adulthood.
Di sini dijelaskan bahwa pengaruh kelas, kualitas guru dalam kelas pendidikan usia dini memengaruhi penghasilan mereka pada saat dewasa. Para peneliti memang menyatakan bahwa efek dalam kognitif akan berkurang (dalam tes akademik), tapi untuk yang non akademik akan tetep bertahan sampai dewasa. Hal ini tergantung kelas yang baik dan guru yang berkualitas.
Masih berani bilang, guru TK ngga perlu intelektual yang tinggi?
Coba deh dipikir lagi, kalau masih menganggap bahwa guru TK ngga perlu pinter dan profesi yang ngga begitu penting. Percaya lah, 20 taun ke depan bangsa ini juga ngga bakalan bisa sejahtera.
Mungkin mba Ayu ini belum punya anak, dan belum tau tentang dunia ini. Saya yakin bukan maksudnya merendahkan. Tapi tulisan ini hanya unek-unek semata dari seorang guru TK yang lelah dipandang rendah. Tolong dukung kemajuan bangsa, setidaknya jangan mengecilkan kami yang berjuang semaksimal mungkin untuk membuat bangsa ini lebih baik. Kami hanya meminta itu, karena hal negatif akan jauh lebih gampang menular dibandingkan positif."
Rahma mengatakan, mencurahkan perasaannya soal profesi yang dijalaninya dengan maksud sekadar ingin mengingatkan bahwa guru TK bukan profesi rendahan. "Lelah saya dipandang rendah terus," ungkapnya.
Gimana? Masih suka membeda-bedakan profesi guru TK? Yuk mulai sekarang tak menganggap rendah profesi yang bahkan kamu nggak tahu seperti apa dunia pekerjaan yang mereka alami.
Terutama guru, termasuk guru TK yang perannya sangat penting bagi anak-anak usia dini demi masa depan yang lebih baik dan beradab.