Brilio.net - Sejak tahun 2015 silam, pemerintah telah menerapkan program wajib belajar 12 tahun. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan meningkatkan angka rata-rata lama bersekolah sekaligus bagian dari upaya mencerdaskan generasi muda.
Sayangnya, harus diakui bahwa program tersebut sedikit banyak tidak turut diiringi dengan pembangunan infrastruktur yang merata. Di sejumlah daerah terpencil di Indonesia misalnya, jangankan akses internet, keberadaan jembatan untuk menyeberang sungai menuju ke sekolah saja tidak ada.
BACA JUGA :
Kisah Rizky, korban gempa Palu bertemu bintang Manchester City
Keironisan itu pun terpaksa dirasakan oleh sejumlah siswa dan guru di Provinsi Sulawesi Tengah berikut ini. Dikutip brilio.net dari akun Facebook Hikmah Ladjidji, Kamis (3/12), diketahui bahwa siswa-siswi MA Vumbulangi Desa Bangga, Sigi, Sulawesi Tengah mau tak mau harus mengikuti ujian akhir semester di sekolah lantaran tidak terdapat jaringan internet untuk menjalani ujian secara online.
"Perjuangan Siswa Siswi MA Vumbulangi Desa Bangga Kab. Sigi Provinsi Sulawesi Tengah. Mereka harus mengikuti ujian akhir semester secara tatap muka. Di desa tsb jaringan internet tdk tersedia buat ujian secara online," tulis Hikmah Ladjidji.
Pilunya, untuk dapat menuju sekolah mereka pun harus mempertaruhkan nyawanya. Tidak adanya akses jembatan, membuat mereka mau tak mau harus menyeberangi sungai yang deras dengan alat berat berupa ekskavator. Dari video yang ada, terdengar jika mereka pun menjerit-jerit ketika menaiki 'lengan' ekskavator tersebut.
BACA JUGA :
Kisah bocah cantik korban gempa Palu, ketegarannya bikin mata berkaca
Sementara itu, sang pengunggah sendiri menuturkan bahwa ketiadaan infrastruktur ini disebabkan oleh bencana alam yang terjadi pada tahun 2018 silam. Dirinya mengatakan jika hingga saat ini, kondisi di desa tersebut belum sepenuhnya pulih seperti sedia kala. Sejumlah warga bahkan masih tinggal di hunian sementara (huntara).
"Kondisi desa pasca bencana alam sejak 2 tahun lalu belum pulih mereka masih tinggal di huntara yg diantaranya banyak dibangun para relawan LSM," lanjut Hikmah Ladjidji.
Seperti yang diketahui, pada September 2018 lalu gempa bumi dan tsunami sempat melanda Donggala, Palu, Sigi, dan beberapa wilayah lain di Sulawesi Tengah. Akibat bencana tersebut, ribuan bangunan dan infrastruktur umum pun hancur. Tak sedikit pula yang bahkan tenggelam lantaran bencana itu diiringi dengan fenomena likuifaksi.