Kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan Agus Buntung, seorang penyandang disabilitas, telah menjadi sorotan publik setelah rekaman video ancamannya terhadap korban viral di media sosial.
Video tersebut memperlihatkan Agus mengancam akan 'membunuh mental' korban, yang memicu kecaman luas dari masyarakat. Kasus ini menyoroti sisi gelap kejahatan seksual yang melibatkan kelompok rentan, baik pelaku maupun korban.
BACA JUGA :
6 Fakta kasus Agus buntung tersangka pelecehan seksual, kronologi hingga fakta korban bertambah
Agus, yang juga dikenal sebagai IWAS, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Nusa Tenggara Barat (NTB). Sejauh ini, sebanyak 15 korban telah melaporkan kasus ini, yang mencakup tindakan pelecehan seksual di berbagai lokasi, termasuk homestay tempat kejadian berlangsung. Penanganan kasus ini terus berlangsung, termasuk rekonstruksi dan pelimpahan berkas perkara ke kejaksaan.
Berikut adalah fakta-fakta terkait kasus Agus Buntung, termasuk bagaimana kasus ini terungkap hingga modus yang digunakan oleh pelaku untuk menjebak korbannya.
1. Agus Buntung lakukan berbagai cara agar korbannya percaya
Kasus ini mencuat setelah sejumlah korban melapor ke pihak berwenang tentang tindakan pelecehan yang dilakukan Agus di NTB. Penyelidikan awal menunjukkan adanya modus operandi yang sistematis, di mana Agus menggunakan berbagai cara untuk mendekati dan membujuk korban.
BACA JUGA :
Viral pelecehan di dalam KRL, begini prosedur melaporkan tindak pelecehan seksual di kereta api
Penyelidikan dimulai dari laporan di sebuah homestay, yang menjadi lokasi beberapa kejadian. Polisi melakukan rekonstruksi dengan memperagakan 49 adegan yang menggambarkan dugaan tindakan pelecehan seksual yang dilakukan Agus terhadap korbannya. Proses ini membantu memetakan kronologi lengkap kejadian.
Ancaman Agus terhadap korban juga terungkap dalam rekaman yang viral, di mana ia berkata akan 'membunuh mental' korban jika melaporkan kejadian ini. Ancaman tersebut menambah tekanan psikologis pada korban dan meningkatkan urgensi perlindungan hukum.
2. Modus pelaku membujuk korban dengan pura-pura minta bantuan
Agus menggunakan cara manipulatif untuk mendekati korban, salah satunya dengan berpura-pura membutuhkan bantuan sebagai penyandang disabilitas. Agus menggunakan cara manipulatif untuk mendekati korban, salah satunya dengan berpura-pura membutuhkan bantuan sebagai penyandang disabilitas.
Modus ini digunakan untuk mendapatkan kepercayaan korban sebelum membawa mereka ke lokasi kejadian. Dalam beberapa kasus, Agus meminta korban membayar biaya homestay sebesar Rp50 ribu, dengan alasan bahwa ia tidak memiliki uang tunai.
Setelah korban berada di kamar, Agus memanfaatkan situasi untuk melakukan tindakan pelecehan. Versi yang diungkapkan korban dan Agus kerap berbeda, tetapi rekonstruksi memberikan gambaran lebih jelas tentang tindakan pelaku.
Penggunaan sepeda motor untuk mengajak korban berkeliling juga merupakan bagian dari strategi pelaku untuk membuat korban merasa nyaman sebelum kejadian terjadi.
3. Rekaman suara Agus Buntung
Empat korban telah mengajukan permintaan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Mereka melaporkan tekanan psikologis yang signifikan, terutama setelah rekaman ancaman Agus viral.
Ancaman ini membuat korban merasa terintimidasi dan takut untuk melanjutkan laporan. Selain korban, dua pendamping korban juga meminta perlindungan karena mengalami tekanan serupa. LPSK mencatat bahwa kurangnya kesaksian korban sebagai landasan utama dalam penyidikan menjadi hambatan dalam kasus ini.
Belakangan, rekaman suara Agus Buntung saat memanipulasi korbannya pun beredar. Di sana, ia mengancam korbannya dan akan membunuh mentalnya. "Kalau kamu nangis, kujamin bakalan mati. Ini bisa kamu jadikan bukti omongan saya kirim ke orang tuamu. Membunuh bukan berarti saya membunuh, tapi membunuh mentalmu," ancam Agus di rekaman yang beredar.
4. Rekonstruksi dan bukti-bukti baru
Rekonstruksi yang dilakukan Polda NTB mencakup tiga lokasi utama: Taman Udayana, Islamic Center, dan sebuah homestay di Mataram. Sebanyak 49 adegan diperagakan untuk memberikan gambaran lengkap tentang kejadian, termasuk interaksi antara pelaku dan korban di kamar homestay.
Rekonstruksi ini juga menunjukkan adanya perdebatan antara Agus dan korban terkait pembayaran kamar, yang menjadi salah satu pemicu kejadian. Meski Agus mengklaim hubungan tersebut terjadi atas dasar suka sama suka, bukti dan kesaksian korban menunjukkan adanya unsur paksaan.
5. Pembelaan Agus dan dukungan pengacara
Sebanyak 16 pengacara menyatakan akan membela Agus dalam kasus ini. Tim kuasa hukum menyebut bahwa pelaku bersikap kooperatif dalam memberikan informasi, meskipun pembelaan yang mereka ajukan kerap mendapat kritik publik.
Pengacara Agus mengklaim bahwa tindakan yang dilakukan pelaku berdasarkan kesepakatan dengan korban, sebuah argumen yang diperdebatkan dalam proses hukum. Di sisi lain, para pengacara korban menekankan pentingnya mengedepankan kesaksian korban sebagai bukti utama, sesuai dengan ketentuan undang-undang kekerasan seksual.