Setia mangkal selama 26 tahun
Proyek tersebut tak ia kerjakan sendiri. Bersama tiga orang teman yang biasa mangkal di depan toko mebel, Narsono merenovasi rumah kliennya. Alhasil, pada Sabtu (12/8) lalu, proyek tersebut 'selesai'. Lebih tepatnya, Narsono memilih untuk berhenti menggarap proyek tersebut. "Yang punya rumah cerewet," ujar Narsono sambil mengatup jari-jarinya.
Padahal, dalam waktu dua minggu, Narsono sudah menyelesaikan banyak pekerjaan untuk rumah tersebut. Menurut penuturan Narsono, misalnya, ia sudah selesai memasang plafon baru berikut lis di tiap pinggirannya. Ia juga sudah selesai mengecat beberapa sisi dinding yang ada di rumah tersebut.
BACA JUGA :
11 Potret lucu hasil kerja kuli ini 'membagongkan', kelewat kreatif atau nyeleneh?
Apa boleh buat, pekerjaan itu harus berhenti karena ia tak nyaman. "Tegelnya belum tak pasang, padahal kalau dia nggak cerewet ya bisa selesai," sambung Narsono.
Untungnya, Narsono mendapatkan upah harian di sana. Buat beberapa kuli di sana, upah harian memang paling menguntungkan buat digarap. Pasalnya, upah yang dibayarkan berdasarkan waktu yang sudah dihabiskan untuk bekerja, tak seperti upah borongan yang dibayar setelah pekerjaan usai.
Selain itu, upah borongan biasanya lebih rendah. Jika upah harian, menurut Narsono, sebesar Rp100.000 per hari, nominal upah borongan bisa berada di bawahnya.
BACA JUGA :
11 Potret kuli bangunan ini skillnya ekstrem banget, kayak alumni Benteng Takeshi
Standar upah itu tentu tak terlalu banyak jika dibandingkan tenaga Narsono yang harus menggarap beragam pekerjaan dalam satu proyek. Di kerjaan sebelumnya, misalnya, ia harus mengecat, memasang plafon, memasang lis, dan lain sebagainya.
Sebagai kuli pangkalan, Narsono juga tak hanya menerima pekerjaan seputar renovasi atau membangun rumah. Apa yang datang ya dikerjain aja, kata Narsono.
foto: brilio.net/Sidratul Muntaha
Narsono lantas bercerita, selain renovasi rumah, ia pernah dapat pekerjaan menggali sumur dengan bermodal linggis belaka. Pekerjaan itu ia dapatkan dari seorang pemilik rumah di Demangan. Ia diminta menggali sumur sedalam 15 meter bersama seorang teman.
Di tengah-tengah obrolan kami, seorang pria datang ke pangkalan dengan motor Vario. Bukan ikut mangkal, orang itu datang mencari tenaga untuk mengerjakan kebutuhannya. Ia tukang untuk memotong beberapa balok besi buat bangunan yang hendak ia dirikan di wilayah Prambanan.
Hingga beberapa menit setelahnya, tak ada tukang yang menyanggupi. Ternyata, alasannya, tak ada alat yang proper untuk memfasilitasi kerja kuli pangkalan tersebut. "Kalau motong keramik enak. Kalau potong besi bahaya, bisa kena percikan," tutur Narsono.
Alasan tersebut terbilang masuk akal. Apalagi, tak semua kuli pangkalan membawa alat pertukangannya sendiri. Narsono, misalnya, tak pernah membawa alat apapun.
Maka dari itu, dalam istilah pertukangan, orang-orang macam Narsono lebih sering bekerja sebagai 'tenaga' daripada 'tukang'. Keduanya memiliki perbedaan. Tukang adalah mereka yang mengeksekusi secara langsung proses renovasi atau pendirian sebuah bangunan, sementara 'tenaga' membantunya secara tak langsung.
Kendati demikian, 'tenaga' bukan berarti tak lebih terampil daripada 'tukang'. Narsono mengaku juga bisa menggarap pekerjaan seputar kelistrikan di bangunan.
Tak heran, Narsono memang lama menggeluti dunia perkulian. Sebagai kuli pangkalan di Kalasan, karir Narsono sudah berumur 26 tahun.