Brilio.net - Kasus yang melibatkan seorang guru honorer di Sulawesi sedang menjadi perhatian publik. Seorang guru honorer yang mengabdi di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara bernama Supriyani dituding melakukan penganiayaan terhadap muridnya yang orangtuanya anggota polisi.
Kasus ini lantas membuat Ketua PGRI Sultra Halim Momo mengatakan bahwa pihaknya kini sudah melakukan investigasi mengenai kasus yang menimpa Supriyani. Menurut Sultra kasus yang menimpa Supriyani ini harus menjadi perhatian.
BACA JUGA :
Keluh kesah emak-emak salahkan kurikulum, soal PKN kelas 1 SD layaknya soal tes masuk CPNS
Berdasarkan hasil investigasi PGRI Sulawesi Tenggara, Halim mengungkapkan bahwa Supriyani tidak pernah bertemu dengan siswa yang mengaku dianiaya. Kejadian yang diduga sebagai penganiayaan tersebut terjadi pada hari Rabu.
"Supriyani pernah menggantikan guru wali kelas pada bulan Januari karena wali kelasnya sakit saat itu. Jadi bagaimana mungkin Ibu Supriyani bisa melakukan kesalahan terhadap anak Pak Wibowo, padahal pada hari Rabu tersebut dia tidak mengajar," jelasnya dikutip brilio.net dari Merdeka.com, Rabu (23/10).
BACA JUGA :
Tetap bersyukur meski harus kerja saat sakit, kisah kakek penjual es nggak ngeluh ini menyentuh hati
foto: TikTok/@sedihrianahyadi
Halim membenarkan bahwa kasus yang menimpa Supriyani dan viral di media sosial memang terjadi. Namun, ia membantah narasi bahwa Supriyani menjewer muridnya.
"Yang viral itu memang benar, tapi yang tidak benar adalah bahwa dia menjewer. Kan di situ disebutkan dia menjewer," tambahnya.
Sementara itu, Halim menjelaskan bahwa sempat ada mediasi yang dilakukan oleh pihak sekolah dengan kepala desa. Saat mediasi berlangsung, pihak dari orang tua murid meminta uang damai sebesar Rp50 juta.
Menurut Halim, ada indikasi kriminalisasi dalam kasus ini, karena Supriyani tidak pernah melakukan tindakan yang dituduhkan. Selain itu, Halim menilai ada unsur pemerasan dari orang tua siswa yang terlibat, yang berprofesi sebagai polisi.
foto: TikTok/@sedihrianahyadi
Halim menjelaskan bahwa Supriyani tidak mampu memenuhi permintaan uang sebesar Rp 50 juta tersebut. Supriyani hanyalah seorang guru honorer, sementara suaminya seorang petani, sehingga mereka tidak memiliki uang sebanyak itu.
"Dia tidak punya uang, dari mana dia bisa mendapatkan Rp 50 juta, karena dia hanyalah seorang honorer. Tiba-tiba saja, Ibu Supriyani dipenjara," ungkapnya dengan sedih.
Kasus ini bahkan dijadwalkan untuk disidangkan pada 24 Oktober 2024. Halim juga menyoroti adanya kejanggalan dalam proses kasus tersebut, termasuk penggunaan kesaksian dari anak kecil.
"Saksi-saksi yang diambil keterangannya bahkan anak kecil. Bagaimana mungkin seorang anak kelas 1 SD dijadikan saksi?" tuturnya.
foto: TikTok/@boba.dalgona.esteh
Sementara itu, penyidik kepolisian memaksa Supriyani untuk mengakui dugaan tersebut. Dampaknya dari hal ini adalah Supriyani dijadikan senjata untuk menjadi tersangka. Disisi lain, setelah ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 15 Juli 2024 Supriyani menjalani pemeriksaan dan tidak ditahan.
Kasus ini tetap berlangsung hingga tanggal 16 Oktober berkas diserahkan ke Kejari Konsel. Pada tanggal 16 Oktober juga Supriyani ditahan di Lapas Perempuan Kendari.
Disisi lain, Pengadilan Negeri Andoolo diketahui menangguhkan penahanan guru honorer tersebut. Penangguhan penahan ini diputuskan pengadilan dalam surat penetapan Nomor:110/.Pid.Sus-Han/2024/PN. Ad tanggal 22 Oktober 2024. Majelis hakim PN Andoolo menyatakan bahwa terdakwa Supriyani telah ditahan di dalam Rutan Perempuan Kelas III Kendari sejak pertengahan Oktober.
Sebelumnya permohonan penangguhan penahan ini diminatkan penasihat hukum terdakwa dengan jaminan orang yang diajukan, pada Senin (21/10) lalu. Penangguhan ini dipertimbangkan lantaran Supriyani ini memiliki anak balita dan membutuhkan asuhan ibunya. Tidak hanya itu, alasan lainnya yaitu terdakwa sebagai guru SD Negeri 4 Baito harus menjalankan kewajibannya sebagai guru.
Selama dalam putusan tersebut, majelis hakim memerintahkan agar terdakwa tidak melarikan diri dan menghilangkan barang bukti, serta hadir ke persidangan. Usai penahan ini ditangguhkan, kasus guru honorer ini masih tetap berlanjut.