1. Home
  2. »
  3. Duh!
24 Juni 2019 17:00

Kisah pilu Monika pengantin pesanan di China, jadi korban kekerasan

Monika mengalami kekerasan fisik selama menjadi pengantin pesanan di China. Lola Lolita
foto: liputan6.com

Brilio.net - Modus tindakan pidana perdagangan orang (TPPO) kembali terungkap. Sebanyak 29 perempuan Indonesia menjadi korban pengantin pesanan di China. Dilansir dari liputan6, 13 perempuan tersebut berasal dari Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Sementara 16 perempuan lainnya berasal dari Jawa Barat.

Salah seorang korban dari kasus tersebut adalah Monika. Ia menikah dengan pria asal China yang berujung dengan hal tidak menyenangkan. Perempuan berusia 24 tahun tersebut menjadi korban pengantin pesanan dengan modus human trafficking atau perdagangan manusia.

Dilansir dari liputan6, Senin (24/6) Monika diiming-imingi makcomblang atau perantara jodoh menikah dengan pria asal China. Pria yang ditawarkan disebut bekerja sebagai tukang bangunan dengan gaji besar.

Dari keterangan Monika, Makcomblang yang menjadi perantara pernikahannya berjumlah tiga orang berasal dari Jakarta, Singkawang, dan Pontianak. Mereka semua perempuan. Monika sempat dipertemukan dengan calon suaminya. Namun, dia mengaku sempat curiga lantaran foto pernikahannya tidak boleh diumbar ke media sosial.

"Mereka bilang pas foto itu kamu jangan (umbar) ke media, kita nanti ketahuan polisi, bahaya," kata Monika saat mengadu di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang dilansir dari liputan6, Senin (24/6).

Makcomblang berusaha menyakinkan Monika bahwa pernikahan tersebut aman dan dirinya juga akan aman selama ikut suaminya ke China melalui pernikahan resmi pada umumnya.

"Kalau kamu nggak betah bisa telepon saya, saya pulangkan kamu, dia bilang gitu," kata Monika menirukan janji makcomblang.

Monika akhirnya terbuai dengan janji manis yang diberikan makcomblang. Hingga akhirnya ia setuju berangkat ke China. Kala itu, ia berangkat pada bulan September 2018 dengan harapan dapat mengurangi beban kemiskinan keluarganya.

"Karena iming-iming uang. Nanti di sana dibeliin emas, nanti kirim orangtua, pasti ada gitu kamu berkecukupan gitu," ucapnya kembali menirukan perekrutnya.

Namun sayang, semua tak sesuai harapanya. Sekitar 10 bulan tinggal di China, Monika mulai tidak betah dengan perlakuan suami dan keluarga. Ia kerap mengalami kekerasan dan pelecehan seksual.

Monika menceritakan bahwa dirinya pernah diajak berhubungan intim bersama suami. Namun kala itu ia menolak lantaran sedang sakit dan menstruasi. Sang suami tak percaya. Bahkan mertua Monika menyuruhnya untuk telanjang dan minta membuktikan bahwa ia sedang datang bulan.

Perempuan asal Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat itu juga mengalami kekerasan fisik. Punggungnya pernah dipukul oleh sang suami. Monika mengungkapkan bahwa tak hanya dirinya saja yang mengalami hal tersebut. Temannya juga menjadi korban pengantin pesanan mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

"Temen-temen saya ada tiga orang. Satu orang diperlakukan dipukul," katanya.

Sadar dirinya menjadi koraban, Monika mulai menagih janji dari makcomblang. Namun ketika dirinya berusaha untuk menghubungi makcomblang tersebut, namun mereka menghilang tanpa ada kabar.

"Makcomblangnya nggak ada semua, nggak ada kabar semua, nggak aktif semua nomornya. Kamu nanti mau pulang bisa telepon ini aja nanti bisa, nyatanya enggak ada, bohong semua," tuturnya.

Monika akhirnya memutuskan untuk kabur dari rumah suaminya yang tinggal di kawasan pegunungan tersebut. Diam-diam, ia kabur keluar rumah dengan menyetop bus menuju terminal Wuji. Kemudian, transit menggunakan taksi menuju kantor polisi di Hebei.

Setibanya di kantor polisi, Monika diinterogasi terkait keberadannya di China. Dia pun meminta polisi menghubungi KBRI supaya bisa dipulangkan. Namun, ia tak bisa pulang lantaran paspor miliknya masih di tangan suami.

Polisi kemudian meminta paspor miliknya kepada keluarga. Selama menunggu paspor diberikan, Monika harus mendekam di penjara selama tiga hari tanpa mendapatkan makanan. Polisi terus mendesak keluarga suaminya untuk memberikan paspor. Sampai akhirnya kakak ipar Monika yang mengantarkan paspor tersebut. Namun, Monika malah ditahan di apartemen dan diminta mengembalikan uang sebesar Rp 100 juta rupiah oleh kakak iparnya sebagai ganti rugi.

Monika kembali melarikan diri. Kali ini ia beruntung karena mendapat bantuan dari sejumlah mahasiswa asal Indonesia. Mahasiswa membantunya kabur untuk pulang ke Tanah Air tanpa sepengetahuan kakak iparnya. Monika diminta menuju kampus untuk melarikan diri.

"Saya melakukan komunikasi (sama mahasiswa Indonesia) hari apa mau kabur. Kalau mau kabur langsung di depan kampus aja gitu (kata mahasiswa). Jadi saya beranikan diri buat kabur dari apartemen itu, dari lantai 31 kan saya beranikan diri untuk turun, saya stop taksi," ungkapnya.

Monika menyimpan kontak salah satu mahasiswa tersebut dan memberikannya kepada sopir taksi. Tujuannya agar mahasiswa tersebut bisa memberikan arahan kepada sang sopir.

Kaburnya Monika berjalan mulus. Setibanya di kampus, ia dijemput oleh para mahasiswa asal Indonesia dan diajak bersembunyi di sebuah hotel. Sementara mahasiswa lainnya menguruskan tiket pulang ke Tanah Air. Hingga akhirnya, Monika tiba di Indonesia dengan selamat pada Sabtu, 22 Juni 2019.

"Dia titipkan saya ke dua orang temannya lagi untuk bantu saya selama di pesawat, saya diiringi dua orang temannya tadi sampai Indonesia, itu saya sudah pisah sama temannya sampai saya di bandara," tutup Monika.

BACA JUGA :
Jadi pengantin pesanan di China, 29 wanita Indonesia malah dijual


SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
RELATED
MOST POPULAR
Today Tags