Brilio.net - Sudan Selatan merupakan daerah rawan konflik. Negara pecahan dari Sudan ini baru merdeka pada 9 Juli 2011. Negara ini berbatasan dengan Sudan di utara, Ethiopia di timur, Kenya di tenggara, Uganda di selatan, Kongo di barat daya, dan Afrika Tengah di barat.
Sudan Selatan kini tengah bergejolak karena konflik yang melibatkan tentara nasional Sudan dan front pembebasan bersenjata. Situasi konflik membuat Sudan kekurangan di banyak hal, salah satunya fasilitas kesehatan.
BACA JUGA :
Diajak keluarga berkemah, bocah 2 tahun ini alami nasib tragis
Dilansir brilio.net dari mirror.co.uk, Selasa (2/10), rumah sakit di Sudan Selatan kekurangan alat kesehatan. Seorang dokter di Sudan bernama Dr Evan Atar Adahar mengaku harus melakukan operasi serius pada 50 pasien setiap minggu. Namun fasilitas seperti mesin X-Ray, generator dan obat anastesi sangat minim.
BACA JUGA :
Tega sekali, ibu ini gigit bibir anaknya hingga berujung kematian
Dalam beberapa kesempatan, pria berusia 52 tahun ini mengaku harus membius dengan ketamine yang memiliki efek samping berbahaya. Bahkan karena kekurangan alat kesehatan, pria kelahiran Torit, Sudan Selatan ini terkadang harus menggunakan onderdil mobil untuk alat operasi.
Terkadang ia harus mengutak-atik mesin jahit di malam hari sebagai alat operasi keesokan harinya. Pada beberapa kesempatan, ia menggunakan onderdil kendaraan tua untuk memperbaiki tulang seseorang.
"Kami harus mengambil sekrup dari mobil karena tidak punya alat untuk memperbaiki bagian atas tabung yang digunakan pasien selama operasi. Dan kami menggunakan kait ikan untuk membuat jarum. Kami tidak bisa menyerah pada kekurangan peralatan yang kami miliki," jelas Dr Evan Atar Adahar.
Dr Evan Atar Adahar mendapat penghargaan UN Refugee Agency's Nansen Award yakni kehormatan tertinggi PBB yang diberikan kepada mereka yang membantu orang-orang yang melarikan diri dari penganiayaan. Dalam pidatonya di kantor UN di Geneva, Swiss, ia menyatakan tidak akan berhenti bekerja meski telah mengetahui resiko yang dihadapinya.
Rumah Sakit tempat ia bekerja juga nyaris dikepung tentara. Namun Dr Evan Atar Adahar berhasil menenangkan para tentara.
"Kami mengatakan kepada mereka bahwa jika mereka menghancurkan rumah sakit, siapa yang akan membantu mereka jika mereka membutuhkan bantuan medis? Kami di sini untuk semua orang, di semua sisi," ujar Dr Evan Atar Adahar .
Rumah sakit tempat Dr Evan Atar Adahar merupakan satu-satunya di wilayah konflik itu. Rumah sakit itu terdiri dari 120 kasur dan dua ruangan besar. Awalnya, ruangan yang dipakai untuk operasi ialah ruang farmasi. Bahkan pintu ruangan dijebol dan digunakan sebagai meja operasi. Letak rumah sakit yakni 600 mil dari ibukota negara.
Dr Evan Atar Adahar memiliki keluarga yang tinggal di Kenya. Ia hanya bisa bertemu dengan keluarganya sebanyak tiga kali dalam setahun. Ia sempat membawa keluarganya untuk melihat tempat ia bekerja. Sang istri pun berkomentar bahwa yang ia lakukan ialah pengorbanan yang tidak sia-sia.