Brilio.net - Kabar meninggalnya seorang petugas kesehatan yang bertugas di pedalaman Papua, Patra Kevin Mangolo menyita perhatian publik. Pasalnya, petugas medis tersebut meninggal dalam keterbatasan akses infrastruktur dan komunikasi. Patra meninggal dalam kondisi kekurangan dan kesendirian tanpa didampingi oleh sanak keluarga.
Sebelumnya, Patra ditugaskan menjadi petugas medis di Kampung Oya Distrik Naikere, Teluk Wondama, Papua. Sedianya, Patra akan bertugas selama tiga bulan lamanya sejak Februari 2019. Masa tugasnya selesai pada Mei 2019 dan akan digantikan dengan petugas selanjutnya. Kendati demikian, hingga akhir Mei 2019, belum juga datang helikopter yang menjemputnya. Sementara, persediaan makanan hingga obat-obatan untuk tiga bulan pun sudah habis.
BACA JUGA :
Kisah perawat pulang kerja shift malam bantu korban kecelakaan
Rekan-rekannya yang lain memutuskan untuk turun ke Kota Wasior dan meninggalkan lokasi tugasnya dengan berjalan kaki. Namun, Patra memilih untuk setia dalam tugasnya, dan bertahan di kampung tersebut. Dalam kesendirian dan kekurangan persediaan, Patra tetap bertahan hingga ajal menjemputnya.
foto: Twitter/@jayapuraupdate
BACA JUGA :
Rawat korban penembakan, perawat ini frustasi usai tahu pelakunya
Kampung Oya memang wilayah yang masih terpencil dan terisolasi. Tak ada akses jalan darat maupun sarana telekomunikasi. Kampung ini dapat dicapai hanya dengan berjalan kaki atau menggunakan helikopter. Patra terus berharap agar segera ada helikopter yang menjemputnya. Namun, hari berlalu dan tiada tanda-tanda dirinya bakal dijemput oleh instansi tempatnya bekerja.
foto: Twitter/@jayapuraupdate
Patra jatuh sakit, dan semakin hari kondisinya kian memburuk. Patra menghembuskan nafas terakhir pada 18 Juni 2019. Jenazahnya pun baru dievakuasi empat hari setelahnya yakni tanggal 22 Juni 2019 dengan helikopter yang disewa Pemda.
Sebelum meninggal dunia diduga Patra sempat menuliskan surat yang isinya mengharukan. Surat yang diduga tulisan tangan Patra itu diunggah akun Twitter @jayapuraupdate pada 23 Juni 2019 dan dikutip brilio.net, Rabu (26/6).
Dalam surat itudigambarkan betapa di tengah kondisi kesehatan yang kian memburuk, Patra masih memikirkan tugasnya. Patra berdoa agar senantiasa diberi kekuatan dan kesehatan agar tetap dapat melayani.
foto: Twitter/@jayapuraupdate
Dalam suratnya, Patra menceritakan keadaannya di Kampung Oya yang serba kekurangan. Dirinya juga menceritakan betapa mulianya petugas medis yang bertugas di rimba hutan tersebut. Patra merasa bangga dengan pekerjaannya. Meski harus melayani di tempat yang sangat jauh dari hiruk pikuk perkotaan, namun hal tersebut tak terasa saat melihat senyum dan harapan masyarakat terhadap kehadirannya. Di akhir surat yang bertajuk 'Baju Putih Kering Berkeringat' tersebut Patra pun menyisipkan doa agar senantiasa diberikan kesehatan.
Di tengah keadaannya yang tak berdaya, Patra masih memikirkan orang-orang di sekitarnya yang sangat membutuhkan uluran tangan. Hal itulah yang menjadi alasannya untuk tetap bertahan.
Kematian Patra pun menuai keprihatinan banyak pihak. Banyak yang menyayangkan instansi tempatnya bekerja yang tak segera menolong atau merespons laporan terkait kondisi Patra yang jatuh sakit.
Patra adalah pahlawan kemanusiaan yang mendedikasikan hidupnya untuk masyarakat di pedalaman Naikere tanpa banyak mengeluh dan menuntut. Tindakan mulia yang justru selalu dihindari banyak petugas medis lainnya.