Brilio.net - Kamu pernah sadar nggak, kalau harga barang di swalayan atau mall itu nggak bulat? Jika kamu menyadarinya, penasaran nggak sih, kenapa harganya tanggung alias nggak bulat? Terkadang kamu melihat ada harga barang yang nominalnya Rp 255.970,- atau Rp 199.990,-, nggak bulat, kan?
Usut punya usut, harga tersebut namanya adalah harga psikologis. Sepertinya memang seperti itulah trik yang dilakukan pemilik swalayan untuk menarik para konsumen agar betah berbelanja.
BACA JUGA :
Asal saat menawar harga baju di pasar, ibu ini kena batunya sendiri
foto: masshar2000.com
Ketika melihat barang dengan harga Rp 11.910,-, sekilas yang masuk ke dalam pikiran adalah harga Rp 11.000,-, padahal harga tersebut lebih dekat ke harga Rp 12.000,-. Apalagi ketika kamu melakukan hitung-hitungan sambil mencari barang-barang yang lain, maka untuk memudahkan penjumlahannya, kamu akan membulatkan angka tersebut menjadi Rp 11.000,-. Benar tidak?
Harga Psikologis seperti di atas, akan memberikan daya tarik tersendiri. Beda halnya jika sebuah barang dengan dibanderol dengan harga pas semisal Rp 11.000.
Tak hanya itu, jika kamu sering datang ke pasar swalayan atau pun mini market. Secara tidak langsung kamu akan menghafal di mana letak barang-barang yang akan kamu beli. Jika kamu sudah memiliki daftar belanjaan, maka kamu akan langsung menuju rak, mengambil barang, kemudian bayar di kasir, dan pulang.
foto: masshar2000.com
Seringkali pihak pengelola akan melakukan perubahan letak barang-barang tersebut secara berkala. Bisa jadi tujuannya adalah untuk membuat kamu mencari-cari letak barang yang akan dibeli. Saat mencari barang yang kamu butuhkan, tentu saja kamu akan melewati rak-rak yang berisi barang-barang lain. Hati-hati, jika tidak fokus, maka bisa jadi kamu akan tertarik dengan barang-barang tersebut dan membelinya. Padahal barang-barang tersebut tidak ada di dalam daftar belanja yang sudah kamu susun. Apalagi jika mata kamu menangkap sebuah tulisan diskon 15% atau beli 1 gratis 1.
BACA JUGA :
Studi: Berbelanja manfaatnya sama dengan berolahraga, kok bisa?