Brilio.net - Hari Raya Imlek tak hanya identik dengan warna merah, barongsai, jeruk dan tradisi bagi-bagi angpao. Ada satu makanan yang wajib ada dalam perayaan hari besar terpenting bagi orang-orang Tionghoa ini. Makanan tersebut adalah kue keranjang.
Kue keranjang ini merupakan salah satu makanan khas yang hanya bisa ditemui saat perayaan Imlek saja. Tak sekadar sebagai makanan, kue ini juga simbol penting dalam Imlek karena filosofinya.
BACA JUGA :
4 Keunikan ini bisa kamu temukan di Pecinan Glodok
Kue berwarna coklat dan bertekstur kenyal tersebut terbuat dari bahan dasar ketan dan gula pasir. Warna coklatnya dihasilkan dari gula pasir yang dimasak hingga cair dan berwarna kecoklatan menjadi seperti gulali. Setelah gula pasir mencair, baru diuleni dengan ketan yang sudah digiling, lalu didiamkan selama semalaman hingga akhirnya bisa dinikmati. Kue keranjang ini juga bisa bertahan selama berbulan-bulan, meskipun teksturnya berubah menjadi keras.
Kue keranjang biasanya dibuat dalam dua ukuran, yaitu kecil dan besar. Tak ada makna khusus dari perbedaan bentuk tersebut. Biasanya kue keranjang berukuran kecil menjadi incaran pembeli untuk dibagikan kepada teman-teman, karyawan kantoran atau pun kepada sesama, sedangkan ukuran besar untuk disantap bersama dengan keluarga besar.
BACA JUGA :
4 Outfit ini bisa jadi inspirasi sambut imlek, bikin kamu makin elegan
Kue keranjang/foto: brilio.net/nisa akmala
Makna lain yang terkandung dalam kue keranjang hadir dari bahan baku utamanya yaitu ketan dan gula pasir. Ketan yang lengket memiliki makna agar semua orang bisa bersatu dan hidup rukun, sedangkan gula yang memiliki rasa manis menggambarkan rasa bahagia. Jadi kehadiran kue keranjang dalam perayaan Imlek diyakini dapat membuat hubungan antar keluarga semakin erat dan dilimpahkan kebahagiaan.
Ada pula kue keranjang susun yang terdiri dari tiga tingkatkan, yaitu tingkat 3, 5, dan 7. Tiga angka ganjil tersebut menggambarkan tingkatan nirwana dengan puncak ketujuh sebagai puncak tertinggi. Kue keranjang susun ini biasanya digunakan untuk sembahyang kepada para leluhur dan nenek moyang untuk meminta doa agar diberi kesehatan, banyak rezeki dan kebahagiaan. "Lebih tinggi lebih bagus, biar nenek moyang kita bisa ngasih kita rezeki, kesehatan," jelas Sianywati (69), pembuat kue keranjang di Jalan Tukangan no.43, Tegal Panggung, Danurejan, Yogyakarta, Senin (12/2).
Kue keranjang susun/foto: brilio.net/nisa akmala
Toko kue milik Sianywati itu sudah berdiri sejak 1960-an. Dia merupakan penerus kedua setelah ayahnya. Bersama kakak perempuannya, Sulistyowati (73), kakak-adik ini memegang kendali usaha kue turun temurun itu sejak 1980-an.
Tempat pembuatan kue keranjang ini tak memiliki nama, hanya papan kayu bercat putih dengan tulisan Bak Cang Kue Mangkuk berwarna merah di depan rumah. Meskipun begitu, karena sudah terkenal dengan rasa dan kualitasnya, toko ini pasti didatangi para pelanggan setianya. Pelanggan mereka bahkan ada yang dari daerah Magelang, Purworejo, dan Gombong.
Toko Sianywati mulai produksi kue keranjang H-10 hingga H-2 Imlek. Mereka mempekerjakan delapan orang dengan jam kerja dari pukul 06.00 hingga 19.00 atau 20.00 WIB.
Dalam sehari mampu menjual 200 kg dengan harga Rp 47.000/kg. Khusus untuk kue keranjang susun dipatok dengan harga Rp 175.000 untuk tingkat 3, Rp 275.000 tingkat 5, dan Rp 350.000 tingkat 7.
Sulistyowati (baju merah) dibantu salah satu karyawannya/foto: brilio.net/nisa akmala
Harga tersebut lebih mahal dibandingkan tahun lalu yang hanya seharga Rp 36.000/kg. Kenaikan harga tersebut karena harga bahan dasar ketan tolo mengalami kenaikan dari Rp 20.000-an menjadi Rp 32.000/kg. "Makanya kita buatnya ati-ati, nanti kalau kebanyakan rugi," ujar Sianywati. Ia mengaku selama masa produksi hanya bisa menjual sekitar 1 ton atau separuh dari penjualan tahun lalu.
Ketan tolo merupakan salah satu jenis ketan yang memang memiliki kualitas bagus. Sejak ayahnya, jenis ketan tolo ini yang dipakai. "Nggak ada campuran-campuran apa atau resep rahasia. Cuma pakai campuran gula pasir dan ketan. Ya kuncinya adalah pemilihan ketan yang terbaik (ketan tolo)," tegas perempuan kelahiran 1949 tersebut.