Brilio.net - Pergi ke Banyuwangi tak lengkap jika tak mencicipi buah naga. Kabupaten satu ini memang terkenal sebagai penghasil buah berwarna pink kemerah-merahan ini. Terbukti, produksi buah naga terus meningkat dari tahun ke tahun.
Produksi 12.936 ton pada tahun 2012 meningkat hingga 42.349 ton pada 2017 kemarin. Lahan kebun buah naga terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2012, lahan buah naga baru seluas 539 hektar, sedangkan pada 2017 mencapai 1.290 hektar.
BACA JUGA :
Rute menantang, Kenya juarai Chocolate Glenmore Run Banyuwangi
Sayangnya, harga buah naga sering turun saat panen raya karena pasokan melimpah. Hal ini tentu berpotensi untuk merugikan petani.
"Banyak petani yang mengalihkan lahannya dari sawah padi menjadi buah naga karena tergiur keuntungannya. Namun, ketika panen bersamaan memang harganya berpotensi turun," ujar Kepala Dinas Pertanian Banyuwangi Arief Setiawan seperti dilansir Brilio.net dari Merdeka, Jumat (26/7).
Tak perlu risau, petani Banyuwangi mendapatkan kontrak pembelian dari tiga perusahaan asal Jakarta sebesar 150 ton pada Januari kemarin. Diharapkan, kontrak ini bisa menjadi salah satu instrumen untuk mengendalikan harga buah naga saat pasokan melimpah.
BACA JUGA :
Serunya Menteri Rini, Anas, & Bos Bank BUMN lari di kebun cokelat
"Buah yang diambil adalah grade A dan B menyesuaikan kondisi. Kita dorong kontrak ini terus diperluas, karena bisa menjadi instrumen pengendalian harga ketika panen raya," terang Arief.
Dari kontrak tersebut, pengiriman akan dilakukan bertahap dengan harga Rp 5.000 per kg yang jauh di atas harga pasar yaitu sebesar Rp 2.000.
"Terima kasih kepada Kementerian Pertanian yang ikut memfasilitasi kerja sama ini. Semoga ini membantu menstabilkan harga yang kini menurun," ujar Arief.
Meluapnya pasokan buah naga tak terlepas dari banyaknya petani yang tergiur dengan keuntungan.
"Banyak petani yang mengalihkan lahannya dari sawah padi menjadi buah naga karena tergiur keuntungannya. Namun, ketika panen bersamaan memang harganya berpotensi turun," ungkap Arief.
Buah naga organik sendiri harganya masih stabil dengan kisaran Rp 15.000 per kilogram. Jauh berbeda dengan buah naga konvensional yang melimpah pasokannya.
"Karena itu, kami mendorong dan memfasilitasi petani menggarap buah naga organik yang harganya lebih stabil," ujar Arief.
Agus Widyaputra, seorang petani buah naga di Banyuwangi mengaku sangat terbantu dengan kontrak ini.
"Melimpahnya panen, buah naga dari lahan kami banyak yang tidak terbeli karena pasar sudah banjir buah naga. Dengan difasilitasi pemasaran ini, kami sangat lega," kata petani asal Kecamatan Tegaldlimo tersebut.
Kontrak ini nantinya akan jadi salah satu langkah Dinas Pertanian Banyuwangi untuk mendukung proses hilirisasi buah naga agar petani tetap menikmati keuntungan. Selain itu, Arief juga mendorong pengolahan buah naga menjadi beragam jenis minuman hingga kosmetik.
"Hilirisasi penting untuk memberi nilai tambah agar petani tetap menikmati keuntungan yang memadai," katanya.