Brilio.net - Sudah menjadi rahasia umum, saat ini milenial lebih senang menonton video dari gadget mereka. Selain praktis, muda bisa ditonton dari mana saja dan kapan saja. Nah salah satu jenis video yang kini lagi digandrungi milenial adalah web series.
Nggak heran jika banyak content creator berlomba-lomba membuat web series. Nah baru-baru ini, sutradara muda Dimas Prasetyo merilis web series berjudul Tepian Kelana yang mengangkat kisah dua anak muda menjelajah pedalaman Kalimantan Timur.
BACA JUGA :
3 Film horor Indonesia paling seram yang tayang Februari 2019
Mini series ini menampilkan Faris Nahdi yang berperan sebagai Dani Bastian, anak muda ambisius yang berprofesi sebagai content creator. Di sini sosok Dani digambarkan sebagai anak muda yang individualistis. Nggak butuh orang lain dalam hidupnya. Dia merasa bisa melakukan semua aktivitas sendiri tanpa bantuan orang lain.
Faris bermain dengan bintang muda berbakat Devi Rahma yang beperan sebagai Vira. Cewek yang suka petualangan ini digambarkan sebagai seorang vlogger. Dalam video ini Dani dan Vira terlibat dalam suatu kisah perjalanan menantang di hutan Kalimantan. Penuh ketegangan, konflik, dan tentu saja sarat makna.
Dikisahkan dalam web series besutan PT Pertamina (Persero) ini, Dani dan Vira bertemu di perjalanan saat hendak menuju Sangkurilang. Mereka akan mendaki Gunung Gergaji, salah satu wilayah terlarang di rimba Pulau Borneo itu.
BACA JUGA :
Beda karakter 4 bintang Laundry Show di film dan di dunia nyata
Web series yang dikemas dengan genre petualangan ini menyampaikan pesan kejujuran, kerja keras, dan harga diri tidak akan berarti apa-apa, jika tidak mampu bersinergi dengan sekitar. Sinergi menjadi salah satu kunci sukses, karena sehebat apapun kita, tidak akan mampu melakukannya seorang diri. Selalu ada kekuatan yang lebih besar, jika kita memintanya.
Lewat web series ini Pertamina ingin menyampaikan pesan pentingnya sinergi dalam meraih kesuksesan kepada generasi milenial. Sinergi bisa dilakukan dengan rekan kerja, teman, partner hingga sinergi dengan alam dan lingkungan, ujar Media Communication Manager PT Pertamina (Persero), Arya Dwi Paramita saat penayangan perdana Tepian Kelana di Jakarta, Jumat (8/2/2019).
Web series ini juga menggambarkan peran Pertamina dalam pengelolaan energi yang mengutamakan 5 aspek yakni availability, terjaminnya ketersediaan energi dalam negeri, accesibility, antara lain dengan membangun infrastruktur energi, affordability terciptanya akses masyarakat terhadap energi secara adil dan merata, acceptability di mana kelestarian lingkungan hidup yang terjaga, serta sustainability yang menjamin pengelolaan sumber daya energi secara berkelanjutan.
Lantas, kayak apa ya keseruan web series bergenre petualangan ini? Berikut fakta web series Tepian Kelana yang berhasil dihimpun Brilio.net.
1. Lokasi syuting yang super menantang.
Web series ini mengambil setting di wilayah Gunung Gergaji, Kalimantan Timur. Daerah ini memiliki Karst Sangkulirang-Mangkalihat yang sedang diusulkan menjadi World Heritage UNESCO. Sangkulirang dengan luas 105 ribu hektare, memiliki keunggulan berupa lukisan telapak tangan di dinding gua dengan motif khas yang merupakan satu-satunya di dunia. Web series ini sekaligus sebagai bentuk komitmen Pertamina terhadap lingkungan, menjaga dan melestarikan alam.
2. Butuh 12 hari syuting di hutan Kalimantan.
Proses pembuatan web series ini dilakukan di pedalaman Kalimantan Timur selama 12 hari dengan segudang pengalaman dari masing-masing anggota tim kreatif. Dibutuhkan waktu 18 jam dari Balikpapan untuk sampai ke lokasi syuting. Selain menggunakan peralatan untuk pengambilan video, web series ini juga menggunakan ular kobra sebagai properti. Tentu saja penggunaan ular mematikan ini di bawah pengawasan ahli.
3. Dari melihat langsung buaya sampai dikencingi monyet.
Kedua pemeran utama web series ini, Faris dan Devi punya pengalaman unik selama proses syuting. Mulai dari melihat langsung buaya di alur Sungai Mahakam, menyaksikan orang utan bergelantungan, digigit pacet, sampai dikencingi monyet.
Faris nggak menyangka sebelumnya jika web series yang bakal digarap sedahsyat ini. Syutingnya berdarah-darah. Bukan syuting yang simple layaknya di kafe atau di dalam kota. Tapi benar-benar di tengah hutan. Kita harus bisa bertahan di tengah kondisi alam yang benar-benar nggak bisa terduga, ujar Devi.
4. Sempat break syuting seharian gara-gara hujan.
Kondisi alam yang sulit diprediksi membuat proses pembuatan web series ini sempat tertunda satu hari karena hujan lebat hampir sehari penuh yang membuat air sungai pasang. Saat itu para kru sulit untuk tidur nyenyak.
Kita bisa mendengar suara-suara alam seperti kayu yang saling bertubrukan di sungai itu kita dengar. Itu nggak pernah kita alami sebelumnya, ujar Faris.
5. Turun dari gua menjadi pengalaman ekstrem.
Para kru terutama Faris dan Devi merasakan pengalaman paling akstrem saat menuruni sebuah gua. Seharusnya para kru turun sebelum sore. Tapi karena ada adegan yang harus diambil sehingga mereka turun terlambat. Saat itu juga turun hujan cukup lebat yang membuat daerah sekitar becek dan licin.
Yang bawa senter kepala sedikit. Tadinya kita sudah membuat jalur pendakian yang digunakan juga untuk turun. Tapi karena kondisi cuaca tanahnya longsor, tali-tali lepas, salah satu kru juga sempat kecelakaan kena batu yang jatuh dari atas, kisah Faris.
6. Menemukan arti kolaborasi dan sinergi.
Karena selama 12 hari berada di tengah hutan dan tidak ada sinyal telekomunikasi, para kru termasuk pemain hidup tanpa gawai. Kondisi itu juga yang membuat mereka benar-benar menemukan makna kolaborasi dan sinergi. Seluruh kru saling berkomunikasi satu sama lain tanpa ada yang sibuk dengan gawai mereka.
Ya akhirnya selama pembuatan web series ini menyadarkan kita di sekeliling kita masih ada orang lain. Selama syuting hidup kita juga lebih tertib. Tidur jam 9 malam, Bangun pagi jam 5. Karena kita nggak main smartphone, tutur Faris.
7. Begini masyarakat pedalaman mendapatkan BBM.
Dalam web series ini, penonton juga diajak menelusuri salah satu jalur yang biasa digunakan untuk ditribusi BBM Satu Harga di wilayah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T) dengan menggunakan ketinting, perahu sampan dengan arah yang berlawanan.
Jika biasanya ketinting menelusuri arus sungai dari hulu ke hilir (atas ke bawah), tapi di sini justru sebaliknya. Ketinting harus berjalan dari hilir menuju hulu Sungai Mahakam. Bisa dibayangkan betapa susahnya. Sebagai informasi, hingga akhir tahun lalu Pertamina sudah menyalurkan BBM Satu Harga di 124 titik. Tahun ini diharapkan bisa mencapai 150 titik.