Joko Anwar berpikir bahwa ternyata banyak yang tertarik dengan cerita tentang siksa kubur. Bahkan film pendeknya juga cukup sering digunakan untuk berceramah. Berangkat dari film pendek yang dibuatnya 12 tahun silam, Joko Anwar mengembangkan cerita siksa kubur di film pendeknya menjadi sebuah film layar lebar.
"Ini bukan cuma sesuatu yang penting bagi aku untuk aku ceritakan, tetapi penting juga untuk orang-orang mendengar cerita tentang siksa kubur. Maka dari itu aku berani bikin film panjang tentang siksa kubur," ucapnya.
BACA JUGA :
7 Film Joko Anwar yang tayang di Netflix, ada Nightmares and Daydreams
Film ini juga sekaligus menjadi film ke-10 Joko Anwar selama berkecimpung di industri perfilman sebagai seorang filmmaker. Di momen tersebut, ia mengaku ingin menciptakan sebuah karya dengan penceritaan yang dewasa dan bermakna.
foto: brilio.net/Dewi Suci
BACA JUGA :
Rumahnya antik penuh barang kuno, 11 potret taman belakang Joko Anwar biasa buat nonton layar tancap
"Aku meromantisasi perjalananku sebagai filmmaker. Ini kan film ke-10 ku dan kayaknya ini film yang paling bermakna. Dan untuk topik seperti seperti ini, kita nggak bisa mengerjakannya kalau kita belum dewasa. Jadi film ini aku kembangkan ketika aku sebagai filmmaker dan sebagai manusia lebih dewasa untuk menceritakannya, sehingga filmnya bisa lebih bermakna," jelas Joko Anwar.
Dalam menggarap film ini, Joko Anwar juga membeberkan proses riset yang ia lakukan bersama timnya untuk membuat karya yang tak hanya menampilkan kisah mencekam, tetapi juga bisa menjadi momen untuk refleksi diri.
"Sekarang impactnya jadi lebih reflektif. Ketika selesai nonton filmnya, kita terdiam dan jadi merenung soal kehidupan setelah kematian. Selama proses riset, kita juga banyak mengumpulkan buku dan mendengarkan ceramah. Alhamdulillah saat ini ceramah tentang apa pun termasuk isu tentang siksa kubur bisa kita dapatkan dari hadits yang sahih. Kita kumpulkan fakta-faktanya, baru kita bikin ceritanya," tuturnya.
Tak hanya melakukan banyak riset dari buku dan ceramah, Joko Anwar bersama tim juga membuka sesi diskusi bersama beberapa pihak yang ahli di bidangnya untuk saling memberikan masukan mengenai skenario film. Ia turut mengundang penulis, jurnalis, dan tokoh yang memahami lebih dalam tentang agama Islam. Barulah setelah diskusi, ia dan tim memutuskan mana yang akan diimplementasikan ke dalam film.
"Jadi begitu skenario dibuat, draft pertama aku share ke produser dan teman-teman, lalu kita diskusi untuk jadi draft selanjutnya. Kita ada 3 draft, draft 1 dan 2 itu kita bahas secara internal, lalu draft ke 3 kita undang beberapa pihak yang ahli di bidangnya untuk diskusi bersama dan memberikan masukan. Ketika syuting juga ada masukan dari para pemain," ungkap Joko.
Meski banyak menceritakan tentang siksa kubur yang dipercaya oleh umat Islam, namun Joko Anwar mengatakan bahwa ini merupakan sebuah film universal yang dapat dinikmati oleh lintas agama dan kepercayaan. Ia berharap film ini dapat menjadi bahan renungan bagi para penonton.
"Dari awal kita sudah sepakat untuk membuat sebuah film yang universal dari sudut pandang agama Islam. Untuk yang beragama Islam, ini bisa jadi bahan pemikiran, karena dekat dengan mereka. Sementara untuk orang yang tidak beragama Islam, film ini bisa menjadi bahan renungan," tambahnya.
Dalam kesempatan tersebut, Joko Anwar juga membeberkan makna di balik poster film Siksa Kubur yang menampilkan 12 pocong. Menurutnya, poster tersebut menggambarkan tentang 12 golongan manusia yang dibangkitkan di alam kubur. Selain itu, terlihat pula wajah manusia yang hancur karena terkena siksaan di alam kubur.
"Ini film yang interaktif, jadi endingnya tergantung partisipasi para penonton. Ada sesuatu yang baru di ending cerita," pungkasnya.