Brilio.net - Batik sebagai kekayaan budaya Indonesia bukan sekadar sehelai kain. Lebih dari itu, kain mori dengan lukisan-lukisan bernilai seni ini telah menjadi identitas bangsa Indonesia. Nggak heran jika batik menjadi salah satu warisan budaya tak benda yang diakui UNESCO.
Oh iya, Sobat Brilio tahu nggak kalau hari ini, 2 Oktober diperingati sebagai Hari Batik Nasional? Banyak cara dilakukan para pecinta batik dalam memeringatinya. Salah satunya dilakukan Titimangsa Foundation yang bekerja sama dengan Fourcolours Films dan didukung Bakti Budaya Djarum Foundation dengan merilis sebuah film pendek berjudul Sekar.
BACA JUGA :
5 Fakta The Night Comes for Us, film Indonesia pertama di Netflix
Sejak batik diresmikan dan dikukuhkan UNESCO sebagai warisan budaya tak benda pada 2 Oktober 2009, sudah selayaknya kita berperan aktif dalam melestarikan batik, ujar Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation Renitasari Adrian pemutaran perdana film ini di Galeri Indonesia Kaya (GIK), Senin (1/10).
Nggak tanggung-tanggung lho. Meski hanya sebuah film pendek tapi karya keren penuh filosofi ini salah satunya dibintangi aktris senior Indonesia, Christine Hakim. Ia beradu peran dengan bintang muda berbakat Sekar Sari dan Marthino Lio.
BACA JUGA :
Jalin asmara, 5 pasangan seleb ini terima tawaran main film bareng
Film drama berdurasi 30 menit yang disutradarai Kamila Andini ini sarat pesan moral yang terinspirasi batik. Film ini juga memberikan makna batik yang penuh filosofi kehidupan budaya dan nilai-nilai luhur nenek moyang yang selalu menarik untuk ditelusuri. Nah generasi milenial harus menonton film keren ini ya.
Selama beberapa tahun terakhir, Bakti Budaya Djarum Foundation telah melakukan kampanye Hari Batik Nasional melalui media digital dengan kemasan kekinian agar dapat diterima generasi muda.
Tahun ini kami mendukung film Sekar yang dibuat dengan format film pendek dan durasi singkat, namun digarap dengan serius dan menjadi sebuah karya film yang bagus dan indah. Melalui hubungan ibu dan Sekar yang ditampilkan, membawa kita untuk terus berupaya dalam kita menjaga budaya dan batik yang menjadi identitas bangsa ini, papar Renitasari.
Cerita film ini benar-benar memberikan inspirasi tentang kekayaan budaya. Filmini mengangkat kisah seorang perempuan buta bernama Sekar (Sekar Sari) yang menjadikan batik buatan ibunya (Christine Hakim) sebagai seluruh dunianya. Ia mencintai seluruh bagian batik meski tanpa pernah melihatnya.
Setiap kali ibunya membuat batik dengan canting dan lilin, Sekar selalu ada di samping ibunya untuk mencium bau lilin, bau pewarna, suara kibaran kain, suara kompor dan cap. Lalu ibunya akan memintanya duduk di depannya membiarkan Sekar meraba lilin yang telah ia tempelkan dan Sekar akan menebak motif tersebut. Semua tentang batik adalah harmoni bagi Sekar. Dunia adalah batik untuk Sekar dan ibunya.
Sampai akhirnya Sekar bertemu dengan seorang pria perajin perak (Marthino Lio) yang membuatkannya motif batik. Pria itu menghidupkan batik dengan cara yang lain. Ibu Sekar sangat mengkhawatirkan hubungan mereka. Sang ibu ingin terus menjaga Sekar seperti ia menjaga batik tulisnya. Tapi Sekar bukan sehelai kain, ia ingin menjaga batik dengan caranya sendiri. Lewat sebuah kain bermotif kawung, ibu Sekar memanjatkan doa dan harapannya.
Filosofi hidup di balik batik
Kamila sang sutradara mengatakan melalui film ini ia ingin mengangkat kisah inspiratif seorang perempuan buta yang memperlihatkan arti batik dengan rasa yang menjiwai. Lewat film ini ia ingin mengajak penonton menikmati semua bunyi, visual dan semua perasaan yang ada dalam batik seperti yang selalu dirasakan Sekar.
Menurut dia, di balik setiap motif batik terselip doa dan harapan yang tersimpan. Karena itu batik selalu menyimpan filosofi hidup yang menarik, Baginya menjaga batik sejatinya menjaga identitas dan menjaga cerita tentang siapa kita.
Melalui hubungan Sekar dan Ibunya, saya ingin memperlihatkan kasih sayang yang mendalam. Di sisi lain, kasih sayang dapat menimbulkan kekhawatiran, khawatir akan perpisahan, kehilangan dan itulah arti kasih sayang seperti adanya. Kasih sayang Ibu Sekar menjadi analogi dari kasih sayang kita dalam menjaga budaya kita, ujar Kamila.
Sementara Happy Salma selaku Produser dan founder Titimangsa Foundation sendiri sangat bangga dapat mendukung lahirnya sebuah karya film pendek dari sineas muda Tanah Air yang karya filmnya diapresiasi di berbagai ajang film festival tingkat dunia. Menurutnya, hal ini menjadi indikator berkembangnya kreativitas di generasi muda saat dan ini merupakan sebuah kebanggaan terhadap karya anak bangsa yang patut menjadi teladan bagi lainnya.
Sebagai seorang pelaku seni, ia sangat bangga dapat berkolaborasi dengan para pelaku seni muda yang senantiasa dipenuhi dengan ide-ide kreativitas yang segar dan out of the box. Di film pendek Sekar ini menurutnya sang sutradara berani mengangkat batik sebagai latar belakang yang tetap dikemas secara menarik dengan problematika kehidupan seorang disabel yang inspiratif.
Dengan mengangkat batik hal ini merupakan kontribusi kami untuk turut melestarikan dan menjaga warisan budaya bangsa agar batik tetap bertahan hingga akhir zaman, ujar Happy.
Hal senada disampaikan Ifa Isfansyah, produser dan founder Fourcolours Films, sebuah komunitas film independen yang menampung karya anak muda untuk mengembangkan film serta mendistribusikan karya film independen di Indonesia.
Kami bangga dan bersyukur mendapat kesempatan terlibat penuh dalam proses pembuatan film pendek Sekar ini sebagai bentuk apresiasi seni budaya tanah air khususnya di segmen film pendek dan seni teater. Kami sudah tidak sabar untuk menampilkan film pendek Sekar ini dan berharap menjadi hiburan seni yang menarik untuk ditonton dan nantinya juga bisa bersaing di ajang festival film Internasional, ujar Ifa.
So, film pendek ini menjadi salah satu persembahan Bakti Budaya Djarum Foundation bagi masyarakat Indonesia dalam rangka memperingati Hari Batik Nasional. Masyarakat dapat menyaksikan ringkasan film Sekar yang dibuat dengan durasi 8 menit melalui di kanal Youtube Indonesia Kaya mulai 2 Oktober 2018.
Nih film pendek Sekar yang keren dan filosofis itu lho