1. Home
  2. »
  3. Film
1 Agustus 2017 19:01

Kenapa film adaptasi seringkali berbeda dari novel aslinya?

Kamu pasti punya pengalaman nih. Wensislaus Noval Rumangun

Brilio.net - Bagi para pecinta buku sekaligus pecinta film, sebuah film yang diadaptasi dari sebuah karya sastra biasanya menjadi karya yang diinginkan untuk ditonton. Yakni antara suka dan tidak. Dan setelah menonton akan muncul kesan yang beragam.

Jika disederhanakan, film hasil adaptasi novel biasanya akan memunculkan tiga jenis penonton. Yakni penonton yang senang karena adanya perubahan, penonton yang tidak senang karena banyaknya perbedaan antara buku dan film, serta jenis penonton yang tidak bisa berkomentar banyak karena belum membaca bukunya.

BACA JUGA :
5 K-Drama ini bercerita tentang serunya pacaran setelah menikah, awww


Di Indonesia sendiri banyak sekali novel yang kemudian difilmkan. Diantaranya Critical Eleven karya Ika Natasya, Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, 5 Cm karya Donny Dhirgantoro, Filosofi Kopi karya Dee, dan banyak karya sastra lainnya. Baru-baru ini novel Dilan juga segera difilmkan.

Nah, kali ini brilio.net akan menyampaikan beberapa pendapat dari para pecinta film terkait alasan film adaptasi seringkali berbeda dengan sumbernya. Pendapat ini bisa dibuktikan nanti saat film Dilan sudah rilis.

1. Interpretasi yang berbeda.

BACA JUGA :
Heboh dugaan Mr Bean sesungguhnya alien, ini 5 alasannya


foto: yesofcorsa.com/spanishdict.com


Aldwin (23), mahasiswa di Jogja ini suka nonton film sekaligus baca novel. Baginya, selalu ada perbedaan antara novel dan film. Interpretasi sutradara menjadi salah satu penyebabnya. Interpretasi itu kemudian berpengaruh pada hasil akhir dari sebuah film yang diproduksi.

Setiap pembaca selalu mempunyai imajinasi sendiri-sendiri termasuk sang sutradara. Sebuah jalan setapak pasti memiliki penggambaran berbeda dari masing-masing pembaca apalagi jika jalan setapak tersebut tidak disertai dengan penjelasan yang cukup dari buku yang diadaptasi. Nah, perbedaan imajinasi pembaca itulah yang kerap membuat pembaca novel kaget saat novel difilmkan. Karena ada interpretasi berbeda antara dirinya dengan sutradara.

2. Dana pembuatan film.


foto: premium beat


Ini analisis agak serius lho. Ya, anggaran pembuatan film ternyata juga menjadi salah satu faktor penentu apakah sebuah film adaptasi bisa seberapa mirip dengan bukunya. Menurut Tia (26) untuk film yang tidak terlalu membutuhkan banyak properti, aktor, dan setting, dana yang dibutuhkan tentu tidak akan terlalu besar. Tapi lain kasus kalau film yang akan dibuat membutuhkan banyak dana.

Dalam film Devil Wears Prada misalnya, produser harus mengeluarkan lebih dari Rp 6 miliar hanya untuk membeli hak pembuatan film dari penulis novel. Pengeluaran ini belum ditambah dengan bayaran aktor aktrisnya seperti Anne Hathaway, Meryl Streep dan Emily Blunt dalam film yang sama.

3. Durasi film yang relatif pendek.


foto: ucomm.wsu.edu


Dilansir dari Slate.com, konten sebuah buku biasannya lebih kompleks dari konten film. Sebuah buku dengan 500 halaman dapat dimuat menjadi film dengan durasi 2 jam namun dengan pemotongan banyak adegan. Misalnya buku Harry potter yang membutuhkan minimal lima jam membaca, atau bahkan bisa berhari-hari membacanya, diubah menjadi film berdurasi 2 jam saja. Efeknya? Banyak adegan dan karakter dalam buku yang harus dipotong demi menyesuaikan durasi film. Maka jangan heran kalau potongan adegan atau karakter dalam sebuah buku kadang tidak muncul dalam versi filmnya.

4. Perluasan dan penyempitan alur cerita.


Ketiga poin di atas berdampak pada perluasan dan penyempitan alur cerita. Dalam film Rectoverso yang diambil dari kumpulan cerita pendek karya Dewi 'dee' Lestari misalnya terjadi perluasan jalan cerita.

Ety Suheni dalam jurnal Transformasi Kumpulan Cerpen Rectoverso, film memiliki pelebaran (perluasan) cerita yakni perubahan dan penambahan karakter. Dalam cerpen Curhat Buat Sahabat, karakter utama dikenal dengan nama "Aku" dan "Kamu" yang kemudian dalam film diubah menjadi "Regi" dan "Amanda". Ada pula penambahan karakter "Ketua Senat" dan "Voaklis" serta adegan melempar handphone guna menambah efek dramatis dan memperkaya emosi.

Terlepas dari segala komentar yang akan muncul setelah penayangan film hasil adaptasi, perlu diingat bahwa segala perubahan baik penyempitan maupun pelebaran alur, tokoh, setting, dibuat sedemikian rupa oleh staf di belakang layar dengan usaha untuk meningkatkan pengalaman penonton.

Kalau sobat Brilio lebih suka versi buku atau filmnya?


SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
RELATED
MOST POPULAR
Today Tags