Brilio.net - Pernahkah kamu berpikir bahwa pola makan yang mengonsumsi daging merah ternyata berkontribusi pada kerusakan bumi? Fakta inilah yang diungkapkan dalam film dokumenter Eating Our Way To Extinction.
Film yang tayang di kanal Youtube Eating Our Way To Extinction ini telah disulihsuarakan ke sejumlah bahasa lokal, termasuk Bahasa Indonesia. Film ini secara resmi telah diluncurkan Broxstar Productions dan Vision FilmS di berbagai negara.
BACA JUGA :
Berusia 100 tahun, ini 11 potret rumah bekas syuting film 'Si Kabayan'
Dalam versi aslinya, film berdurasi 82 menit ini dinarasikan aktris kenamaan peraih Academy Award Kate Winslet. Sementara untuk judul berbahasa Indonesia, Kisah Manusia Merangkai Punah, film ini dinarasikan aktris cantik Raline Shah yang juga dikenal sebagai salah satu aktivis kemanusiaan dan lingkungan hidup.
Kita sebagai penghuni planet bumi memiliki tanggung jawab besar atas kelestariannya hingga bertahun-tahun yang akan datang. Saya berharap melalui film ini, pesan positif tentang upaya sederhana yang bisa kita pertimbangkan dapat tersampaikan dengan sempurna kepada teman-teman dan audiens semua. Saya sangat bangga bisa terlibat pada proses kreatif pembuatan karya yang impactful ini, ungkap Raline saat peluncuran film belum lama ini.
BACA JUGA :
Siap hadir ke layar lebar, Mangkujiwo 2 kembali digarap MVP Pictures
Film dokumenter ini disutradarai Otto dan Ludovic Brockway, diproduksi Kian Tavakkoli, Ludovic Brockway dan Mark Galvin. Produser Eksekutif pada film ini termasuk Kate Winslet, Sir Richard Branson, Ivan Orlic dari Seine Pictures, Lauren Mekhael, James Wilks, Joseph Pace dan Susan Vitka.
Bagi mereka yang suka dengan isu-isu lingkungan hidup, film ini menjadi sebuah suguhan menarik. Apalagi film ini banyak menyuguhkan panorama alam dari berbagai belahan dunia. Setidaknya, film ini membawa penonton dalam perjalanan sinematik di seluruh dunia, mulai dari pedalaman hutan hujan Amazon, pegunungan di Taiwan, gurun Mongolia, Dust Bowl di Amerika Serikat, Fjord di Norwegia, hingga garis pantai Skotlandia.
Dari bencana ekologis hingga daging merah
Narasi film ini menceritakan kisah planet bumi melalui kesaksian yang mengejutkan dari masyarakat adat yang paling terdampak dari perubahan bumi yang makin renta. Misalnya saja, bagaimana masyarakat Indian yang mendiami pedalaman Amazon harus menghadapi konflik lahan dengan para pembalak. Film ini juga menyajikan sejumlah bencana ekologis di seluruh penjuru dunia mulai dari banjir, kekeringan, mencairn es di kutub, tanah longsor, hingga merebaknya virus termasuk pandemi.
Kendati film ini lebih banyak menyoroti perspektif industri pangan dan makanan yang rutin dikonsumsi masyarakat Barat sehari-hari, namun tetap menyajikan sisi edukatif dan kritis. Sebagian besar cerita dalam film ini memang menitik beratkan pada satu sisi pandang mengenai konsumsi daging merah pada masyarakat Barat. Tingginya permintaan konsumsi daging merah membuat industri peternakan semakin masif membangun pabriknya. Salah satunya dengan membuka lahan yang semula hutan.
Film ini juga melibatkan sejumlah tokoh berpengaruh di dunia termasuk Sir Richard Branson dan Tony Robbins dan sejumlah ilmuwan yang mengemukakan sudut pandang mereka. Sejumlah ilmuwan yang menguatkan narasi film ini dan menjadi nara sumber di antaranya Profesor Olivier de Schutter, mantan Special Rapporteur PBB dan Dr Marco Springmann, Peneliti Senior untuk Kelestarian Lingkungan, Oxford University. Lalu ada juga Gerard Wedderburn-Bisshop, mantan ilmuwan utama, Pemerintah Queensland.
Para ilmuwan telah meramalkan bahwa hanya dalam lebih dari dua dekade, kehilangan spesies akan menjadi begitu besar sehingga mustahil untuk pulih. Bumi akan menderita keruntuhan ekologis dan salah satu upaya yang dapat kita tempuh untuk menunda kepunahan ini adalah dengan mengubah pola makan kita, kata Bisshop.
Yang jelas pesan dalam film ini begitu kuat agar manusia mulai memikirkan tentang pola makan mereka. Jika tidak, generasi mendatang bakal menghadapi masalah yang sangat serius yakni keruntuhan ekologis.